Latest Movie :

BEBERAPA SIFAT PRIBADI TIDAK SEHAT BERDASARKAN AL-QURAN

SIFAT-SIFAT PRIBADI TIDAK SEHAT

Oleh: Aisyatul Umniyah 
Manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, sosisologis, dan spiritual, tentunya akan menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Kita sering menemui masalah yang dihadapi oleh orang-orang di sekitar kita dan mungkin juga diri kita sendiri yang mengalaminya, sehingga dalam berinteraksi sosial sering terjadi konflik antar tetangga, teman, bahkan keluarga sendiri. Ini menunjukkan bahwa pribadi kita tidak sehat kareana terjadi ketidakserasian dalam mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Allah Swt.
Beberapa indikasi sifat-sifat orang yang memiliki pribadi tidak sehat dan ini perlu perbaiki oleh setiap insan. Sifat-sifat ini dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, oleh karena itu konselor mempunyai peran untuk mendorong dan mengarahkan konseli yang membutuhkan bantuan kita untuk merubah sifat-sifat yang tidak baik menjadi lebih baik.

A.    Putus Asa
Putus asa berarti habis harapan, tidak ada harapan lagi. Seseorang dikatakan putus asa apabila tidak lagi mempunyai harapan tentang sesuatu yang semula hendak dicapai.
Penyebab seseorang putus asa biasanya karena terjadinya kegagalan yang berulang kali dalam mencapai cita-cita atau pengharapan sesuatu. Sebenarnya, penyebab utamanya bukanlah persoalan yang dihadapi semata-mata, melainkan cara menyikap persoalan tersebut.
Orang putus asa berarti kehilangan semangat dan ghairah untuk mencapai sesuatu yang semula diharapkan. Putus asa biasanya diikuti dengan sikap masa bodoh, tidak mau lagi berusaha. Islam mendidik umatnya agar tidak putus asa dari rahmat Allah. Allah swt. Berfirman dalam Q.S. Yusuf: 87 sebagai berikut.
  
Artinya:
“Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
Walaupun ayat di atas berkaitan dengan sejarah Nabi Yusuf a.s., namun dapat diambil pengertian secara umum bahwa setiap muslim hendaknya tidak putus asa dalam menghadapi masalah apapun.
Putus asa termasuk akhlak madzmumah, maka dampatnya amat negatif bagi dirisendiri dan orang lain. Setiap muslim harus menghindari diri dari putus asa. Cara untuk menghindarinya, antara lain:
a.       Merenungi kegagalan yang dialami orang lain sehingga dapat memperoleh perbandingan dari pengalaman pahit orang lain.
b.      Selalu yakin bahwa Allah akan memberi jalan keluar atas persoalan yang dihadapi apabila dirinya dekat dengan Allah swt.

B.     Rakus dan Serakah
Rakus dan serakah disebut juga tamak. Kata tamak berasal dari bahasa Arab طَمِعَ- يَطْمَعُ- طَمَعًا yang berarti loba, tamak, dan rakus. Secara istilah berarti terlampau besar nafsunya terhadap keduniaan, misalnya terhadap kekayaan harta benda. Orang yang terlampau besar nafsunya untuk memiliki harta mencurahkan pikiran dan tenaga agar dapat harta kekayaannya semakin banyak.
Allah swt. mencipta dunia ini sebagai sarana kehidupan manusia. Tanpa harta, manusia susah hidupnya, namun dengan harta pula, manusia dapat cealka (apabila tidak bersikap hati-hati). Larangan bersikap tamak atau rakus terungkap dalam firman Allah swt. berikut ini.
  
Artinya:
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.S. al-Hadid : 20)
Menghindari diri dari sifat tamak atau rakus berarti berusaha memiliki sifat qanaah. Adapun upaya untuk menghindari dari sifat rakus, antara lain:
a.       Sering memerhatikan kehidupan orang yang di bawahnya (yang lebih miskin) agar dapat mensyukuri nikmat yang diterima dari Allah swt.;
b.      Mengurangi perhatiannya terhadap orang-orang yang di atasnya (yang lebih kaya) agar tidak terpengaruh olehnya.

C.    Dendam
Dendam berarti keinginan yang keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Orang yang selalu ingin membalas kejahatan dengan kejahatan disebut pendendam. Dendam sering terjadi karena adanya sebagian anggota masyarakat melakukan hal-hal yang tidak terpuji.
Islam mendidik umatnya agar bersikap lapang dada, tidak dendam terhadap suatu kejahatan yang ditimpakan kepada dirinya. Apabila terpaksa harus membalas, hendaknya berimbang antara kejahatan yang diterima dengan yang ditimpakan kepada pelakunya. Allah berfirman dalam Q.S. asy-Syura: 40 sebagai berikut.
  
Artinya:
dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
Untuk menghindari perilaku dendam  dijelaskan dalam al-Quran sebagai berikut:

Artinya:
“dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (Q.S. Fussilat : 34-35)
Intinya adalah:
a.       Melatih diri untuk bersabar terhadap sesuatu yang mengecewakan hati.
b.      Menyadari sepenuhnya bahwa setiap manusia berpeluang untuk berbuat jahat.
c.       Menyadari bahwa dirinya sendiri suatu saat mungkin juga berbuat jahat sebagaimana orang lain berbuat jahat.

D.    Hilang Rasa Malu
“Bila ada pohon yang rindang, kerapkali yang dipuji adalah daun-daunnya yang banyak.  Juga dipuji batangnya yang kuat, besar, dan tinggi; dahan-dahannya yang kuat; atau ranting-rantingnya yang banyak.  Sedangkan akar-akarnya kerap dilupakan.  Padahal batang, dahan, ranting, dan daun tak akan bermakna apa-apa bila tidak diperkuat oleh akar.  Begitu akar tercerabut, maka tumbanglah batang, dahan, ranting, dan daun.  Begitu juga manusia atau kelompok manusia dalam suatu negeri.
Seseorang dianggap terpandang karena hartanya yang melimpah, pendidikannya yang tinggi, atau kedudukannya yang mapan.  Namun kadangkala rasa malunya jarang dianggap sebagai sesuatu kekuatan yang memperkuat.  Padahal bila tak diperkuat akarnya yang berupa rasa, ia lambat atau cepat akan tumbang.  Bila rasa malunya hilang, maka sama artinya dengan hilang unsur yang amat penting dari imannya.  Dalam keadaan itu tiada, seseorang akan gampang untuk berbuat apa saja, termasuk kejahatan yang bisa menyebabkan kerusakan diri dan masyarakat tempat ia berada.
jika orang itu sudah tidak lagi memiliki rasa malu maka dia akan berbagai perilaku buruk yang dia inginkan. Ini dikarenakan rasa malu yang merupakan faktor penghalang berbagai tindakan buruk tidak lagi terdapat pada diri orang tersebut. Siapa yang sudah tidak lagi memiliki rasa malu akan tenggelam dalam berbagai perbuatan keji dan kemungkaran.
Nabi bersabda,
اَلحْيَاَءُ وَ اْلإِيْمَانُ قَرْنًا جَمِيْعًا فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الْآخَرُ
Artinya:
“Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar dengan penilaian ‘shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim. Penilaian beliau ini disetuju oleh Dzahabi. Juga dinilai shahih oleh al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir, no. 1603).
Bahkan, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW dalam suatu hadits, kehilangan rasa malu pada suatu kaum, menjadi pertanda kehancuran besar bagi negeri kaum tersebut berada. 
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا اَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عًبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ مَقِيْتًا مُمَقّتًا نُزِعَتْ مِنْهُ الأَمَانَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الأَمَانَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ خَائِنًا مُخَوِّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ خَائِنًا مُخَوِّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ رَجِيْمًا مُلًعَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ رَجِيْمًا مُلًعَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ رِبْقَةُ الإِسْلاَمِ
Artinya:
“Sungguh jika Allah berkehendak untuk membinasakan seseorang maka akan Allah hilangkan rasa malu dari diri orang tersebut. Jika rasa malu sudah tercabut dari dirinya maka tidaklah kau jumpai orang tersebut melainkan orang yang sangat Allah murkai. Setelah itu akan hilang sifat amanah dari diri orang tersebut. Jika dia sudah tidak lagi memiliki amanah maka dia akan menjadi orang yang suka berkhianat dan dikhianati. Setelah itu sifat kasih sayang akan dicabut darinya. Jika rasa kasih sayang telah dicabut maka dia akan menjadi orang yang terkutuk. Sesudah itu, ikatan Islam akan dicabut darinya.”
Kiranya demikianlah yang terjadi saat ini di negeri ini.  Tidak sedikit orang, termasuk orang-orang penting, yang sudah demikian gampang berbuat keji karena hilang rasa malunya.  Dengan demikian, disadari atau tidak, kita sebagai bagian dari kaum tersebut sedang perlahan tenggelam dalam kehancuran.

E.     Kikir (al-Bakhl)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kikir diartikan sebagai sikap mental pelik dalam menggunakan hartanya. Sikap kikir tidak hanya terjadi pada sesuatu yang berkaitan dengan materi, tetapi juga terjadi pada non materi seperti kikir dalam memberi perhatian, kasih sayang dan dalam memberi nasehat dan petunjuk untuk kebaikan orang lain. Sifat kikir menunjukkan kekerdilan iman di jiwa. Menurut Rasulullah, dalam jiwa seseorang, tidak mungkin bersatu iman dan kikir. (HR. At- Thayalis).
Allah telah memberi tuntunan kepada umat mukmin tentang etika membelanjakan harta, baik untuk dirinya maupun orang lain, antara lain seperti yang disebut pada ayat berikut:
Ÿ
Artinya:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”. (QS. 17:29)
Melalui ayat ini, Allah mengingatkan bahwa sikap terlalu kikir menggunakan harta terhadap dirinya dan orang lain adalah hina. Demikian juga terlalu pemurah, karena sikap ini sering membuat seseorang menyesal yang mengakibatkan kehampaan nilai ibadah. Sikap yang baik dan dipuji ialah sikap hemat dalam arti sederhana, tidak terlalu kikir dan tidak pula terlalu dermawan.
Ada juga yang bakhil ilmu yaitu orang yang dikaruniai kelebihan kecerdasan dan kepandaiannya sehingga banyak ilmu, akan tetapi hanya digunakan untuk kepentingan pribadinya dan tidak mau memanfaatkan ilmunya yang dimilikinya untuk kepentingan masyarakat. Padahal, ilmunya sangat dibutuhkan oleh orang lain, bangsa, negara dan agamanya.
Orang yang kikir tidak hanya merugikan orang lain, akan tetapi dapat pula merugikan dirinya sendiri, karena orang yang kikir tidak akan diterima, disukai dalam pergaulan masyarakat, bahkan di akherat kelak pun akan menerima siksaan.
Rasulullah bersabda:
اَلْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ , بَعِيْدٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيْدٌ مِنَ الْجَنَّةِ قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ .......
Artinya :
“orang  yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat kepada neraka”.

F.     Pemalas (al-Kasl)
Pemalas ialah orang yang tidak punya motivasi, gairah dan nyali bekerja untuk memperbaiki hidup masa depan. Orang bersifat seperti itu disebut pemalas yang lebih senang berpangku tangan dan bertopang dagu menyaksikan orang lain sibuk bekerja keras dari pagi sampai sore memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam Islam sikap mental umat sperti ini termasuk penyakit rohani yang tidak sejalan dengan semangat Islam yang terus mendorong penganutnya supaya bekerja keras untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat seperti disampaikan dalam beberapa ayat dan hadist Rasulullah. Misalnya Allah berfirman:

Artinya:
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Ayat-ayat di atas, menunjukkan bahwa agama Islam memberikan perhatian besar terhadap usaha-usaha umat dalam memenuhi kelangsungan hidup dan memberi peringatan kepada umat Islam bahwa pemalas itu bukan sifat seorang muslim. Sifat malas melahirkan pengangguran. Pengangguran melahirkan kemiskinan. Kemiskinan melahirkan kekufuran. Islam tidak mengenal istilah pengangguran. Pengangguran lahir dari sikap malas, tidak bergairah untuk bekerja. Alasan tidak ada pekerjaan adalah keliru dan mengada-ada, sebab Allah tmengumumkan:
  
Artinya:
“Sesungguhnya pekerjaan di bumi ini beragam.”
Pada kenyataannya usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat beragam dan sulit disebut satu persatu. Di sisi Allah semua pekerjaan itu sama derajatnya.

G.    LALAI
Kelalaian merupakan lawan dari tafakkur. Dari sisi pandang akhlak, setiapkali tafakkur dan perenungan yang semakin tinggi maka hal itu akan menyebabkan ketinggian dan kesempurnaan manusia.
Sebaliknya kelalaian, betapapun kecilnya, dia pasti akan menjerumuskan manusia. Dan berdasarkan ungkapan al-quran bahwa kelalaian akan menjerumuskan manusia hingga ketingkatan hewan, dan bahkan lebih rendah lagi. Allah swt berfirman QS. Al-a’raf 179
 
Artinya:
dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Bagi orang-orang yang kelalaian telah menguasai hati mereka, mereka mempunyai mata namun mereka tidak dapat melihat dengan mata itu, mereka mempunyai telinga namun mereka tidak dapat mendengar dengan telinganya, dan mereka mempunyai hati namun mereka tidak dapat memahami dengan hatinya, meraka itulah sebagai binatang, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Walau sekiranya kita tidak memiliki dari lain tentang kelalaian selain dari ayat al-Quran ini, niscaya sudah cukup bagi kita untuk megatakan bahwa kelalaian adalah merupakan sifat yang tercela.
Pada ayat yang lain Allah berfirman bahwa kelalaian dapat mengunci hati dan menutup pendengaran dan penglihatan QS. An-Nahl 108

Artinya:
mereka Itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Orang-orang yang lalai tidak mempunyai hati, hati mereka terkunci. Mereka tidak mempunyai hati yang sadar, tidak mempunyai pendengaran yang mampu mendengar dan tidak mempunyai penglihatan yang mampu melihat. Sehingga pada akhirnya, gembok kelalaian telah mengurung mereka ke derajat binatang. Sifat kelalaian merupakan kebalikan dari sifat sadar dan mawas diri, dia mendorong manusia kepada kehancuran, dan dia mendorong kepada kehilangan dunia sebagaimana kehilangan akhirat.

H.    WAS-WAS
Was-was adalah lawan dari yakin. Was-was merupakan sifat tercela, dan terhitung lebih berbahaya dari sifat bodoh. Was-was merusak agama seseoang dan akhiratnya, dan juga mendorongnya kepada kesengsaraan.
Was-was menurut bahasa berarti dendangan, yaitu lintasan-lintasan pikiran. Al-qur’an al-karim menyebutkan bahwa sesungguhnya was-was hanya bagi mereka yang lemah hubungannya dengan Allah SWT. lintasan-lintasan pikiran yang buruk itu berasal dari teman yang buruk, dan juga akan mengena kepada teman yang buruk pula. Setan membisikkan kepada teman-temannya, dari kalangan orang-orang yang fasik dan banyak berbuat dosa, untuk membantah kamu. Allah berfirman dalam Q.S. an-Nas: 1-6

Artinya:
“Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”
QS. Az-Zukhruf: 36

Artinya:
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.”

Ayat diatas mengatakan bahwa orang yang tidak memperkuat hubungannya dengan Allah SWT, orang yang tidak mengerjakan shalat pada awal waktunya dan orang yang lalai dari mengiungat Allah SWT, maka setan akan mendatangi dan menemaninya selalu. Setan akan selalu menyertainya, dan akan meniupkan bisiskan-bisikan kepadanya dan memasukkan kesesatan di dalam hatinya,
Jadi dalam pandangan al-qur’an al-karim, di sana ada setan yang memasuki diri orang yang was-was. Meskipun orang yang was-was itu tidak melihatnya, namun senantiasa menyertainya, baik ketika dirumah, ketika tidur, ketika mengerjakan shalat dan ketika mandi. Setan berbicara dengannya tatkala dia sedang berwudhu. Misalnya dengan mengatakan wudhunya tidak sempurna, atau wudhunya batal karena muka belum terbasuh secara benar. Atau tatkala dia mandi, dan air telah mengenai kepala dan lehernya, setan menegtakan kepadanya bahwa mandinya tidak sempurna, dan mamaksakannya untuk menyelesaikan mandinya dalam waktu yang lama. Dan setiap kali orang itu bertambah dekat kepada setan maka diapun akan menghabiskan lebih banyak lagi waktunya untuk meyelesaikan mandinya.
Was-was itu ada dua jenis, ada was-was yang langsung, yaitu was-was yang mendorong manusia kepada perbautan dosa. Adapun was-was jenis lain adalah was-was khannas, yaitu was-was yang disertai dengan dalil dan pembenaran perkara. Bahaya was-was jenis yang kedua ini lebih besar dibandingkan bahaya was-was jenis pertama, dan bahaya orang yang was-was jauh lebih besar dari pada bahaya orang yang melakukan maksiat.

Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.”



DAFTAR PUSTAKA

Mazhahiri, Husain. Membentuk Pribadi Menguatkan Rohani. Jakarta: Lentera, 2001.
Ritonga, Rahman. Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia, Surabaya: Amelia. 2005.
T. Ibrahim, Darsono. Membangun Akidah dan Akhlak. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008.



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Fawaid Zaini Aisyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger