MENGIQRO’ KEMBALI MAKNA
MERDEKA KE-67
Sebagai
bagian yang tak bisa terpisahkan dari perjalanan panjang Negara Kesatuan
Republik Indonesi sejak 1945 dan sebagai langaka cerah kemerdekaan Indonesia maka
setiap Tanggal 17 Agustus disegala penjuru indonesia dari sabang sampai meraoke
memperingati hari Kemerdekaan Indonesia yang sekarang ini termasuk yang Ke-67.
Didalam
memperingati hari kemerdekaan tersebut kita sering melihat bahkan setiap hari
kita bepergian selalu melihat para penjual bendera di pinggir-pinggir jalan
raya, lampu merah bahkan sampai masuk kedalam bus. Semua pedagang pada
berkompetensi menjajakan dagangannya . walaupun penulis sedikit berasumsi tidak
banyak diantara mereka (pedangan) menjual itu bukan untuk meningkatkan nilai Nasionalisme dan Patriotisme
akan tetapi lebih berorentasi pada materi dalam artian ada hasil dari penjualan
tersebut yang berupa uang.
Beberapa
tahun-tahun ini perayaan hari kemerdekaan selalu bertepatan dengan bulan Ramadlan
sehingga masyarakat disamping ngabuburit beli takjil tak luput juga mendatangi
para penjual bendera yang secara
kuantitatif tak kalah banyaknya. Sehingga tidak sedikit juga kita menyaksikan
rumah-rumah di bulan Agustus ini dihiasi dengan Bendera Merah Putih sebagai
tanda menyambut hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 67.
Nah
disini perlu kita sedikit merenungi realitas ini, kita akui bersama Indonesia hinggi
saat ini telah berumur 67 tahun dari kemerdekaan, jika kita hitung secara
matematis jumlah tersebut sudah cukup tua bagi indonesia apalagi jika kita
konotasikan dengan umur manusia dengan setua itu sudah bisa dikatakan mendekati
ajal atau bisa jadi sudah meninggal.
Terlepas
dari indonesia mempunyai historis yang panjag tetapi kita akui bahwa indonesia
adalah telah merdeka. Tetapi kita diperlihatkan dengan fenomina yang malah
sebaliknya yaitu penindasan dimana-mana dari masalah Ekonomi, Budaya, Politik,
sosial dan lain-lain
Dari
kacamata Sosial saja kita akui bersama masih banyak kaum-kaum tertindas yang
hidupnya dikolong-kolong jembatan dan yang mengantungkan nasibnya
dipinggir-pinggir jalan semua bukan warga negara luar akan tetapi warga
indoneisa yang sudah kejepit dengan keadaan. Apalagi yang lainnya baik itu Politik,
Ekonomi dan Budaya. Pada hal kita tahu
bersama dalam UUD 1945 pasal
34 ayat 1 menjelaskan bahwa orang miskin, wanita dan anak-anak terlantar
dilindungi oleh Negara. Tetapi realitasnya tidak demikian malah mereka
(kaum tertindas) tetap saja bernasib buruk (kita lihat dari kacamata sosial
atau manusiawi.)
Disamping
kita lihat dari kacamata sosial ada hal juga yang mungkin sangat sederahana
dikedengaran kita yaitu selain hari 17 Agustus kita setiap hari senin ada
kewajiban sebagai warga negara untuk melaksanakan upacara bendera biasanya ini
rutin dilaksanakan disekolah-sekolah atau diinstansi lain yang didalamnya sarat
akan nilai-nilai, dari bagaimana kita bisa mengenang para pahlawan lewat lagu
kebangasaan, mengheningkan cipta sampai pada bendera yang berkibar .
Yang
paling ngeri lagi didepan degung-degung para politikus kita saksikan Bendera
Merah Putih selalu kelihatan berkibar, akan tetapi pertanyaannya sekarang masih
ada diantara mereka yang korupsi. Nah disini sebenarnya sedikit tanpak bahwa
kita sudah krisis edintitas dan lebih mengedepankan simbolisasi.
Simbol
sebagai tanda warga Negara Indonesia dan instansi yang ada di Indonesia akan
tetapi tidak ada feed back positif terhadap diri kita dalam mengartikan Merah
Putih sebagai bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sejak TK sampai
PT kita diajari materi kewarganegaraan (PKN). Kan seharusnya dengan kita
melihat bendera itu hati sedikit tersentu dan terbayang betapa para pejuang
dulu benar-benar bermandian darah untuk menggapai satu kata “Merdeka”
Oleh
karena itu dengan keberadaan bendera yang selalu berkibar itu sepertinya memang
tidak ada nilai-nilai yang dapat meningkatkan Patriotisme dan Nasionalisme pada
diri kita karena memang keberadan bendera itu bukan diartikan sebagai wadah
mengingat jerih payah para pejuang dan meningkatkan nilai Nasionlisme dan Patriotisme akan tetapi lebih kepada simbolisasi saja.
Jadi
penulis besar harapan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-67 ini
yang bertepatan dengan Ramadlan menjadi awal merefleksi diri dan merubah pola
pikir kita dalam meningkatkan jiwa Nasionalisme dan Patriotisme serta merdeka
disegala ranah kehidupan kita, apalagi
dibulan Ramadlan inilah jika kita mempunyai inisiatif mau berubah kearah yang
lebih positif maka itu akan segera terkabulkan seperti sabda
Rasulullah dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Turmudzi yaitu :
"Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka
yaitu orang yang berpuasa sampai ia berbuka, kepala negara yang adil, dan orang
yang teraniaya"(HR. Turmudzi).
Posting Komentar