Proposal Skripsi Kualitatif
A.
Judul
Penelitian
Efektivitas Kantin Kejujuran Dalam Membentuk Karakter Peserta didik
(Studi Kasus Yayasan
Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2012-2013)
B.
Latar
Belakang
Dalam ranah
pendidikan terdengar banyak isu yang muncul belakangan ini, baik itu akan
segera dirubahnya kurikulum baru, sistem pendidikan yang masih perlu tanda
tanya besar, output yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta
semakin menurunnya karakter peserta didik.
Untuk yang hangat diperbincangkan saat ini
berubahnya kurikulum yang akan segera dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2013
nanti yaitu kurikulum 2013, dari yang sebelumnya Kurikulum Satuan Pendidikan
(KTSP) tahun 2006, ini merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan bagi pendidikan
Indonesia hal itu karena berangkat dari kurikulum tersebut memang harus elastis
atau dengan kata lain harus sesuai dengan perkembangan zaman.
|
Ketika berbicara
masalah karakter peserta didik tentu bukan merupakan hal yang baru akan tetapi
hingga kini sepertinya munculnya kurikulum pendidikan karakter itu masih belum
bisa menjawab realitas di lapangan yang ada hubungannya dengan karakter yang
belakangan ini sudah sangat mengerikan, baik itu dari peserta didik yang bolos
sekolah, tawuran, minum-minuman keras serta banyak ditemukannya adegan-adegan
mesum yang pelakunya adalah anak yang masih berstatus sebagai peserta didik.
Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA) Linda Amalia Sari
Gumelar mengungkapkan keprihatinannya terhadap tawuran dan kekerasan antarpeserta
didik yang menelan korban. Ia mengimbau agar kurikulum pendidikan karakter di
sekolah jangan hanya berupa teori, melainkan praktek nyata.[1]
Untuk tawuran peserta
didik yang menyita perhatian public adalah tawuran antarpeserta didik
SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta, pada Senin 21 September 2012 di kawasan Bulungan, Jakarta
Selatan. Tawuran ini menyebabkan Alawi, peserta didik dari SMAN 6 meninggal
dunia. Tentu ini merupakan contoh sebagian saja dan masih banyak juga yang
terjadi selain kejadian itu.
Beda lagi dengan isu-isu yang terjadi di lapangan di mana
banyak peserta didik yang dikejar-kejar oleh Satuan Polisi Pamong Praja (satpol
PP) gara-gara bolos masuk sekolah. Masih banyak
kejadian-kejadian yang hal tersebut menyita perhatian masyarakat serta
menunjukkan bahwa pendidikan kita masih jauh dari harapan besar UU Sikdiknas No.
20/2003.[2]
Melihat realitas tersebut tentu yang harus
kita lihat kembali adalah bagaimana pendidikan karakter yang telah muncul yaitu
tepatnya pada bulan Mei 2010. Mau tidak
mau kita harus akui bahwa pendidikan karakter yang jika kita hitung secara
matemtis sudah cukup lama itu tidak ada feed back nyata terhadap
karakter peserta didik seperti yang memang didengungkan sejak 2010.
Seperti apa yang dikatakan oleh Herbert Spencer
sebagaimana yang dikutip oleh Barnawi bahwa pendidikan adalah merupakan objek
pendidikan karakter, dan kita akui bahwa
pendidikan karakter yang kita laksanakan memang tidak serta merta akan
menampakkan bentuk/hasil, tetapi merupakan proses panjang[3].
Walaupun hal di atas dapat dibenarkan
tetapi realitasnya pendidikan karakter itu sepertinya hanya berhenti di silabus
dan rencana proses pembelajaran (RPP) saja tidak pada praktek langsung di
lapangan sehingga peserta didik hanya kaya akan kognitifnya saja dalam artian
nilai-nilai karakter itu kurang diindahkan oleh para peserta didik. Hasilnya
nihil dan tidak heran jika peserta didik masih banyak yang bolos, tawuran,
minum-minuman keras serta makna kejujuran masih belum tertanam dalam diri peserta
didik.
Di samping itu juga kegagalan anak di sekolah bukan
karena faktor kecerdasan otak tetapi pada karakter, yaitu percaya diri, kemauan
bekerja sama, kemauan bergaul dan kejujuran.[4]
Padahal tidak sedikit para orang tua menyekolahkan
anaknya yang tujuannya agar anaknya mempunyai ahklak atau karakter yang baik,
akan tetapi dalam realitasnya sekolah masih ada yang kurang mengindahkan
terhadap apa yang dimaui oleh para orang tua peserta didik.
Padahal sekolah adalah
tempat yang sangat strategis bahkan yang utama setelah keluarga untuk membentuk
akhlak/karakter peserta didik. Bahkan seharusnya setiap sekolah menjadikan
kualitas akhlak/karakter sebagai salah satu quality assurance yang harus
dimiliki oleh setiap lulusan sekolahnya.
Dalam hal ini peran
sekolah jika kita lihat dari kacamata agama Islam yaitu
óOÏ%r'sù
y7ygô_ur
ÈûïÏe$#Ï9
$ZÿÏZym
4
|NtôÜÏù
«!$#
ÓÉL©9$#
tsÜsù
}¨$¨Z9$#
$pkön=tæ
4
w
@Ïö7s?
È,ù=yÜÏ9
«!$#
4
Ï9ºs
ÚúïÏe$!$#
ÞOÍhs)ø9$#
ÆÅ3»s9ur
usYò2r&
Ĩ$¨Z9$#
w
tbqßJn=ôèt
ÇÌÉÈ (سورة
الروم: ٣٠ )
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Q.S. Ar-Rum:
30)[5]
Sebagian mufassir lainnya seperti Mujahid, Qatadah,
Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ibnu Syihab memaknainya dengan Islam dan Tauhid.
Ditafsirkannya fitrah dengan Islam karena untuk fitrah itulah manusia
diciptakan, Secara bahasa, fithrah berarti al-khilqah (naluri,
pembawaan) dan ath-thabî’ah (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah SWT, pada manusia.[6]
Peran sekolah disini sudah sangat jelas yaitu bagaimana sekolah tersebut
mampu membentuk karakter terhadap peserta didik, sehingga nantinya menjadikan
peserta didik yang taat beragama dan meniti di jalan yang lurus.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Ilmu diperoleh dengan belajar, dan
sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (H.R. Bukhari)[7]
Di samping hal di atas
para peneliti, dan tokoh pendidikan dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya
masalah pembentukan karakter ini:
John Stuatr Mill dalam buku yang ditulis oleh Barnawi (2012:
17) menyatakan bahwa pembangunan karakter sebagai solusi untuk
masalah dan merupakan pendidikan edial.[8]
Theodore Roosevelt, mantan
presiden USA yang dikutip oleh Abd Majid (2012) mengatakan:“To educate a person
in mind and not in morals is to educate a menace to society” “Mendidik
seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman
mara-bahaya kepada masyarakat”.[9]
Mahatma
Gandhi (2012) memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu: “(1)
Kekayaan tanpa kerja, (2) Kenikamatan tanpa suara, (3) Bisnis tanpa moralitas
(etika), (4) Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, (5) Agama tanpa pengorbanan, (6)
Politik tanpa prinsip, dan yang ke-(7) “education without character”
(pendidikan tanpa karakter)” [10]
Dari beberapa pendapat di atas
sangat jelas sekali bahwa pendidikan karakter itu sangat penting dan tentunya
untuk merealisasikan itu jangan hanya diproses kegiatan belajar mengajarnya
saja akan tetapi mencoba terobosan-terobosan baru seperti yang dilakukan oleh Yayasan
Taufiqurrahman di mana di lembaga ini didirikannya kantin kejujuran.
Kantin
merupakan suatu wadah baru yang tidak banyak lembaga lain melakukan ini yaitu
kantin yang memang diserahkan langsung kepada peserta didik dalam
pengelolaannya. Yayasan di sini hanya menyediakan bahan saja sedangkan dalam
proses pengelolaannya langsung peserta didik semua dari transaksinya hingga
penyetoran uang dari hasil jualan.
Dan apa yang dilakukan oleh
lembaga ini sangat tepat melihat nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab serta
nilai-nilai lainya sudah mulai mengurang, dan di samping itu hal ini juga
merupakan layanan khusus yang menunjang manajemen peserta didik yang memang harus
lembaga berikan kepada peserta didiknya, agar makanan yang akan dikonsumsi bisa
terjamin kebersihannya serta bergizi[11]
Dari
uraian di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian di Yayasan
Taufiqurrahman yang bertempat di Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep
yang untuk saat ini telah memberikan layanan kepada peserta didik yang
berbentuk kantin kejujuran. Harapan peneliti adalah dari hasil penelitian ini
akan menjadi bahan pijakan dalam pengambilan keputusan oleh lembaga serta mampu
di dalam menjawab tantangan pendidikan yang sekarang telah mengalami kemunduran
di berbagai ranah, sebagai contoh kecil semakin berkurangnya nilai-nilai karakater
peserta didik. Oleh karena itu peneliti mengangkat
sebuah tema “EFEKTIVITAS KANTIN KEJUJURAN DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA
DIDIK”.
C.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas, maka peneliti dapat membuat
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1)
Bagaimana
efektivitas realisasi kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta
didik?
2)
Bagaimana pengelolaan kantin
kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik di
Yayasan Taufiqurrahman?
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak peneliti inginkan adalah:
1. Untuk mengetahui tentang bagaimana efektivitas
kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik.
2. Untuk mengetahui pengelolaan yang dipakai oleh Yayasan
Taufiqurrahman dalam pengelolaan kantin kejujuran.
E.
Manfaat
Penelitian
a)
Secara Teoritis
Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi semua pihak, khususnya pada
pihak-pihak yang berkompeten dengan permasalahan yang diangkat serta dapat
memperkaya khazanah dan wawasan keilmuan.
b)
Secara Praktis
Secara praktis
penelitian ini berguna bagi :
- Lembaga sekolah. Dapat memberi kontribusi sebagai bahan pengembangan Manajemen Pendidikan (MP) serta dapat dijadikan sarana terhadap peningkatan manajemen dan layana peserta didik.
- Pendidik (guru). Sebagai rujukan bagi guru dalam mengembangkan karakter peserta didik sehingga dapat membentuk pribadi yang mempunyai nilai-nilai karakter sesuai dengan harapan besar dari dibentuknya kurikulum pendidikan karakter.
- Peneiliti. Sebagai bahan pengembangan dalam penelitian karya tulis ilmiah dan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang Manajemen Pendidikan (MP).
F.
Kajian
Pustaka
Kajian pustaka dalam penelitian adalah merupakan salah satu komponen yang
tidak dilupakan karena kajian pustaka sebagai pijakan dalam penyajian
data sehingga pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian tersebut akan
menjadi sistematis, tepat sasaran, jelas serta sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh peneliti dan para pembaca hasil penelitian.
Maka
dalam kajian penelitian ini supaya lebih terarah peneliti akan menggunakan
beberapa pijakan dari buku-buku, majalah, jurnal, dan penelitian sebelumnya
yang ada kaitannya dengan efektivitas kantin kejujuran dalam membentuk
karakter.
Dharma Kesuma dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Karakter Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah, buku ini di awali dengan
kajian untuk memahami pendidikan karakter yang mengkaji secara khusus mengapa
pendidikan karakter perlu untuk membangun dan mengeluarkan bangas ini dari
kresis multidimensi, selanjutnya di tegaskan menganai makna pendidikan
karakter, tujuan pendidikan karakter, berbagai karakter yang perlu bagi bangsa
Indonesia saat ini. Selanjutnya
penulis mencoba memberikan komparasi mengenai desain pendidikan karakter
dilihat dari RPP dan silabus. Di bagian-bagian akhir dari buku ini berisi
dengan model-model pembelajran dalam perspektif pendidikan karakter. Sebagai
penutup dari penulisan buku ini penulis membahas mengenai bagaimana mendesain,
melakukan, dan mengolah evaluasi terhadap kepemilikan karakter yang
dikembangkandalam pembelajaran.
Heri Gunawan dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter Konsep
Dan Implementasi, secara umum pembahasan dalam buku ini terkait dengan:
konsep pendidikan karakter, fitrah dan kepribadian, metode dan pendekatan dam
implementasi pendidikan karakter, kepemimpinan kepala sekolah dalam
menyukseskan pendidikan karakter, pengembangan kurikulum dalam implementasi
pendidikan karakter, stategi dalam menyukseskan implementasi pendidikan
karakter, implementasi pendidikan karakter secara terintegrasi dalam pembelajaran,
implementasi pendidikan karakter dalam manajemen sekolah, implementasi
pendidikan karakter melalui integrasi dalam pembinaan kesiswaan, pengembangan
silabus pembelajaran dalam implementasi pendidikan karakter. Sedangakan pada
bagian akhir dalam buku ini membahas tentang pengembangan rencana pelaksanaan
pembelajaran dalam implementasi pendidikan karakter.
Buku yang sama dalam pembahasannya adalah yang ditulis oleh Ngainun Naim yang
berjudul Character Building, penulis dalam buku ini mengajak pembaca
untuk mengenali harapan yang tersisa, yang meliputi kepungan dalam persoalan
bangsa, sketsa problem dunia pendidikan, signifikanasi character building,
dan mengukuhkan peran pendidikan. Selanjutnya membahas mengenai character
building yang dimulai dengan pengertian
character building dilanjutkan dengan menjelaskan kepada pembaca
bahwa character building bukanlah sebuah kegiatan yang ditentukan kapan
tercapainya akan tetapi butuh sebuah proses panjang sedangakan yang terakhir
dalam bab ini membahas tentang profil manusia karakter. Penulis melanjutkan
dengan sebuah wawasan tentang mengenali keunikan diri. Bagian terakhir dari
pembahasan buku ini adalah merupakan pembahasan yang mana penulis menutupnya
dengan pembahasan tentang nilai-nilai pembangun karakter.
Buku berikutnya ditulis oleh Barnama dalam bukunya yang berjudul Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Buku
ini merupakan buku yang ditulis atas dasar keprihatinan terhadap pendidikan
karakter yang sekarang ini telah mulai pudar serta peran pendidikan di dalam
era globalisasi yang notabenenya sarat akan dekadensi moral remaja. Di dalam
buku ini dibahas tentang bagaimana seharusnya peran pendidikan di dalam
membentuk karakter peserta didik dan juga tentang langkah yang seharusnya
direalisasikan oleh sekolah selaku wadah dalam mendidik peserta didik.[12]
Dan ada juga peneliti yang lainya yaitu Muhammad Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam akan tetapi tidak begitu
mengenak terhadap tema penelitian dari peneliti tersebut di dalamnya hanya berkiprah
pada bagaimana karakter itu dibentuk di ranah
keluarga tidak pada lingkungan di luar keluarga yang semestinya peserta didik banyak menggunakan waktu di sekolah
juga.[13]
Penelitian berikutnya yang ditulis oleh Doni Koesoema A dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman
Global, adalah termasuk buku penelitian yang mencoba membahas tentang
pemahaman pendidikan karakter melalui manusia pengalaman masa lalunya, menghayati kehidupannya masa kini dan
menjawab tantangan ke depan. Serta
mengulas bagaimana manusia berusaha menaklukkan keterbatasan dirinya melalui
pendidikan.[14] Di
bagain akhir membahas masalah pendidikan karakter yang ada di Indonesia, serta faktor-faktor pemicu pendidikan karakter
tidak bisa berjalan di Indonesia. Sehingga peneliti tidak menemukan tentang bagaimana karakter itu
dibentuk dari layanan khusus sekolah yang berupa kantin kejujuran.
Jadi
peneliti dalam penelitian ini memandang bahwa apa-apa yang banyak penulis
uraikan di atas sepertinya masih belum bisa menjawab terhadap tema yang
peneliti angkat, yaitu efektivitas kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta
didik. Serta sejauh ini peneliti masih belum menemukan buku
atau jurnal yang benar-benar membahas tentang peran kantin di dalam membentuk
karakter apalagi berbicara masalah efektivitas tentu hal tersebut tambah tidak
ada.
Sehingga
tema di atas menantang peneliti untuk mengurai dan meneliti tentang bagaimana efektivitas kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik
khususnya dalam penelitian ini terhadap peserta didik Yayasan
Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep pada tahun
2013-2014.
Peneliti mengambil tema tersebut merupakan partisipasi peneliti
dalam rangka mewujudkan pendidikan Indonesia ke depan lebih baik, baik itu
ranah sistem, kegiatan belajar mengajar, output yang benar-benar menjadi
harapan besar masyarakat, serta pelaksanaan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013
yang segera akan hadir di depan kita.
Oleh karena
itu yang paling urgen dalam pendidikan adalah bagaimana peserta didik tersebut
mempunyai nilai-nilai karakter sebagaimana yang peneliti tulis di atas. Akhirnya
akan menjadi peserta didik yang tidak hanya kaya pada ranah kognitif akan
tetapi kaya dalam ranah afektif dan psikomotoriknya.
G.
Kajian
Teori Penelitian
G
.1 Kajian Tentang Efektivitas
a.
Pengertian
Efektivitas
Kata efektif berasal
dari bahasa Inggris yaitu effective yang
berarti berhasil, atau sesuatu yang
dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas
sebagai ketepatan penggunaan,[15]
Adapun Martoyo sebagaiman dikutip oleh Luqman (2012:5) memberikan definisi sebagai berikut “Efektivitas dapat pula diartikan sebagai
suatu kondisi atau keadaan, di mana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai
dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga
tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan”. [16]
Efektivitas pada
dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas
merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada
pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan
dengan kualitas, kuantitas dan waktu.
Dari
pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas
dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah
ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat
efektivitas dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Efektivitas = output Aktual / output
Target >=1
a.
Jika output berbanding output yang ditargetkan
lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektivitas.
b.
Jika output berbanding output yang ditargetkan
kurang daripada 1 (satu), maka efektivitas tidak tercapai.[17]
G.
2.
Kajian Tentang Kantin Kejujuran
a.
Kantin
Kejujuran
Berangkat
dari kantin itu sendiri yaitu tempat yang digunakan oleh seseorang untuk
membeli makan, atau hanya dijadikan tempat untuk memakan makanan. Untuk
sekolah-sekolah ini merupakan layaanan yang memang harus direalisasikan demi
menjaga kesehatan peserta didik ketika mengkonsumsi makanan di sampaing itu
juga untuk ranah kantin ini menjadi wadah baru untuk menerapkan nilai-nilai
karakter yang hal itu sudah menjadi kurikulum pendidikan kita sejak tahun 2010
pada bulan Mei yang lalu.
Kantin kejujuran ini tentu berawal dari gagasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mengenai pentingnya Kantin Kejujuran sebagai media melakukan pendidikan dini
untuk hidup jujur kepada semua peserta didik di sekolah dan telah dilakukan di
beberapa sekolah di Jakarta dan sekitarnya, maka kini gagasan tersebut mendapat
respon positif.[18]
Kantin
kejujuran merupakan suatu bentuk layanan khusus sekolah. Yang diberikan kepada peserta
didiknya Penerapan kantin yang menghadapkan peserta didik pada dua pilihan,
yaitu ingin menerapkan kejujuran hati nuraninya atau tidak saat membeli dan
membayar makanan atau minuman.
Di kantin inilah para peserta didik dapat dibangun
nilai-nilai karakter pasalnya ketika peserta didik mengadakan transaksi tidak
ada yang menjaga atau peserta didik dapat mengambil apa saja yang mereka sukai
dengan langsung menyimpan uangnya di tempat khusus, serta jika ada kembaliannya
dapat mengembil sendiri sesuai dengan bahan yang dibelinya.
Sehingga pendidikan karakter mempunyai peranan sangat
penting dalam pengelolaan kantin kejujuran, karena melalui kantin kejujuran ini
peserta didik akan dibentuk karakternya dengan mulai dibiasakan untuk belajar
jujur. Hal tersebut terlihat ketika peserta didik berada di kantin pada
saat membeli makanan dan minuman serta membayar sendiri tanpa ada yang
mengawasi.
b.
Model Pelaksanaan Kantin Kejujuran
Banyak sekali model-model yang dapat digunakan dalam
pelaksanaan kantin kejujuran akan tetapi yang marak saat ini baik itu di sekolah
di kota-kota besar sampai pada sekolah pedesan.
1.
Secara umum yang terjadi di lapangan di mana
kantin tersebut didesain sebagus mungkin yang di dalam peserta didik
bertransaksi tidak ada yang menjaga, dengan kata lain itu hanyalah ruang yang
berisi makan-makanan dan peserta didik langsung mengambil makan dengan
meletakkan uang di tempat yang telah disediakan.
2.
Untuk pelaksanaan yang berbeda akan tetapi
masih dalam ranah membentuk kejujuran di mana dalam pengelolaannya peserta
didik mengambil sendiri seperti yang di atas akan tetapi masih ada orang yang
mana orang tersebut bukan untuk menjaga uang akan tetapi hanyalah memperbaiki
makanan yang jatuh atau menambahnya jika ada yang kurang.
3.
Untuk yang ketiga adalah setiap kelas diberi
bahan jualan baik itu berupa makanan atau minuman, di mana untuk peserta didik
yang mau membeli harus pada kelas masing-masing, untuk penjualan seperti ini
dilakukan ketika istirahat atau sebelum jam pelajaran dimulai. Dalam hal itu peserta didik mengambil barangnya di ruang khusus
dan dibawa kekelas masing-masing seperti yang saat ini dilakukan di Yayasan Taufiqurrahman di samping
barang-barang jualannya di simpan di kantin yang biasanya.
c.
Tujuan dan Manfaat Kantin Sekolah
Kantin sebagaimana dijelaskan
di atas yaitu bagian dari layanan khusus di sekolah tentu mempunyai banyak
manfaat dan fungsi seperti apa yang dikatakan oleh William
H. Roe dalam bukunya School Business Management menyebutkan beberapa
tujuan yang dapat dicapai melalui penyediaan layanan kantin di sekolah:
1.
Memberikan kesempatan
kepada murid untuk belajar memilih makanan yang baik atau sehat
2.
Memberikan bantuan
dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata
3.
Menganjurkan kebersihan
dan kesehatan
4.
Menekankan kesopanan
dalam masyarakat, dalam bekerja, dan kehidupan bersama
5.
Menekankan penggunaan
tata yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat
6.
Memberikan gambaran
tentang manajemen yang praktis dan baik
7.
Menunjukan adanya
koordinasi antara bidang pertanian dengan bidang Menghindari terbelinya makanan
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebersihannya dan kesehatannya[19]
Dilihat dari tujuan
kantin sekolah di atas, maka kantin sekolah dapat berfungsi untuk:
1.
Membantu
pertumbuhan dan kesehatan peserta didik dengan jalan menyediakan makanan yang
sehat, bergizi, dan praktis
2.
Mendorong peserta
didik untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang
3.
Untuk memberikan
pelajaran kepada peserta didik
4.
Memperlihatkan
kepada peserta didik bahwa emosi berpengaruh pada kesehatan seseorang
5.
Memberikan
batuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata
6.
Mengajarkan
penggunaan tata yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat
7.
Sebagai tempat
untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan tempat menunggu
apabila ada jam kosong [20]
Sehingga secara tidak langsung kantin sekolah memberikan peluang untuk
mengembangkan tingkah laku dan kebiasaan positif di kalangan peserta didik,
karena dikaui atau tidak keberadaan kantin di sekolah, tidak hanya sekedar
untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum peserta didik semata, namun juga dapat
dijadikan sebagai wahana untuk mendidik peserta didik tentang kesehatan,
kebersihan, kejujuran, saling menghargai, disiplin dan nilai-nilai lainnya atau
dengan kata lain dijadikan wadah untuk merealisasikan kurikulum karakter selain
yang telah ada di dalam kelas atau di pembelajaran
G . 3 Kajian
Tentang Pembentuan Karakter
a.
Pengertian
Karakter
Secara etimologi
karakter berasal dari bahasa Yunani, charasseim, yang berarti “mengukir”
atau “dipahat”.[21] Suatu ukiran adalah melekat kuat di atas suatu benda
yang diukir yang tidak mudah hilang, menghilangkan ukiran sama halnya
menghilangkan benda yang diukir. Selanjutnya dalam kamus Indonesia Arab, ada
dua kata yang memiliki makna karakter yaitu أخلاق dan طبيعة . Selain bermakna karakter, kalimat tersebut juga berarti
watak, pembawaan, kebiasaan.[22] Begitu pula dalam kamus Al-Munawwir, kata
yang memiliki arti karakter sama persis dengan yang disebutkan di atas.[23]
Sedangkan karakter menurut
para pakar pendidikan mendifinesikan sebagai berikut:
Menurut
Wynne
(2009:7) di dalam buku yang berjudul “Pendidikan Karakter
Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa”,
mengambil
istilah karakter dari bahasa yunani “charassein” yang artinya “to mark”
(menandai atau mengukir), yang lebih berfokus pada melihat tindakan atau
tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua pengertian karakter. Pertama,
istilah karakter menunjukkan bagaimana bertingkah laku, apabila seseorang
berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, maka orang tersebut
memanifestasikan karakter jelek, sebaliknya apabila seseorang berperilaku
jujur, suka menolong, maka orang tersebut mamanifestasikan karakter yang mulia.
Kedua, istilah
karakter erat kaitannya dengan
“personality”. Seseorang _act disebut “orang berkarakter” kalau tingkah
lakunya sesuai dengan kaidah moral.[24]
Pengertian yang tidak berbeda juga dikemukakan Dharma Kesuma yang
mengatakan bahwa arti kata karakter adalah budi pekerti, akhlak, moral, afeksi,
susila, tabiat, dan watak.[25]
Dengan pengertian di
atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building)
adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga `berbentuk’
unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.
b.
Nilai-Nilai
Karakter Yang Di Kembangkan
Nilai-nilai di bawah ini
merupakan uraian berbagai perilaku dasar dan sikap yang diharapkan dimiliki
peserta didik sebagai dasar pembentukan karakternya:
Ø Nilai
keutamaan
Ø Nilai kerja
Ø Nilai cinta
tanah air
Ø Nilai
demokrasi
Ø Nilai
kesatuan
Ø Menghidupi
nilai moral
Ø Nilai-nilai
kemanusiaan[26]
Nilai-nilai di atas diambil sebagai garis besarnya
saja, sifatnya terbuka,
artinya masih
ditambahkan nilai-nilai lain yang relevan dengan situasi sekolah. Misalnya:
taqwa kepada Tuhan, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, hormat dan santun,
kasih peneliting, peduli dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras,
dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati,
toleransi, cinta damai, dan persatuan, dapat dipercaya, rasa hormat dan
perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, kewarganegaraan/citizenship,
ketulusan, berani, tekun, integritas, jujur, tanggung jawab, disiplin,
visioner, adil, peduli, dan kerjasama[27]
Kemendiknas dalam buku “ Panduan Pendidikan Karakter”
sebagaimana dikutip oleh Heri Gunawan (2012: 35), menjelaskan bahwa:
Nilai-nalai
karakter yang dikembangkan di sekolah yaitu: nilai-nilai karakter yang hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa (religius), nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
yang di dalamnya meliputi (jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat,
disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berfikir logis, kritis,
kreatif, inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu), nilai-nilai karakter dalam
hubungannya dengan sesama yang meliputi (sadar akan hak dan kewajiban diri dan
orang lain, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi
orang lain, santun, demokratis), nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan,
nilai kebangsaan yang meliputi (nasionalis, menghargai keberagamaan).[28]
Sedangkan
nilai-nilai karakter sebagaimana dikatakan oleh Arry Ginanjar sebagaimana
dikutip dalam bukunya Dharma Kesuma “ Pendidikan Karkater Kajian
Teori Dan Praktek Di Sekolah” (2012: 13) ada tujuh nilai yang diusung
yaitu: jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerja keras, adil dan peduli[29]
Faktor
yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter
Karakter atau tabiat adalah sifat-sifat yang
berhubungan dengan nilai-nilai, misalnya jujur, pembohong, rajin, pemalas,
pembersih, penjorok, dan sebagainya. Sifat-sifat itu bukan bawaan lahir, tetapi
diperoleh setelah lahir, yaitu hasil dari kebiasaan sejak dari kecil atau
sebagai hasil dari pengaruh pendidikan/lingkungan sejak kecil.[30]
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
karakter manusia yang mana para ahli menggolongkan ke dalam dua bagian yaitu
faktor intern da faktor ekternal.
1.
Faktor intern
Terdapat banyak banyak hal yang mempengaruhi faktor
internal ini diantaranya : a) insting atau naluri, pengaruh naluri pada
diri seseorang sangat tergantung pada penyalurannya, naluri dapat menjerumuskan
manusia kepada kehinaan, tetapi dapat juga mengangkat kepada derajat yang
tinggi. b) Adat atau kebiasaan, kebiasaan merupakan salah satu faktor
yang juga sangat penting, karena sikap dan perilaku yang menjadi karakter
sangat erat sekali dengan kebiasaan, yang dimaksud dengan kebiasaan adalah
perbuatan yang selalu di ulang-ulang sehingga mudah untuk di kerjakan. c) kehendak
atau kemauan, kemauan adalah kemauan untuk melangsungkan segala ide dan
segala yang dimaksud. d) suara hati. suara hati berfungsi memperingatkan
bahayanya perbuatan buruk dan berusaha untuk mencegahnya. d) keturunan, dalam
kehidupan kita dapat melihat anak-anak yang berperilaku menyerupai orang tuanya
bahkan nenek moyangnya sekalipun jauh.
2.
Faktor ekstern
Selain faktor intern ada juga yang sangat
mempengaruhi karakter manusia diantaranya. a) pendidikan, pendidikan
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter sehingga baik
buruknya seseorang tergantung pada pendidikan karena pendidikan ikut
mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan
pendidikan yang diterimanya. b) lingkungan, manusia adalah mahluk sosial
sehingga dalam kehidupanya tidak akan pernah lepas dari pergaualan dengan
sesame dan didalam pergaulan inilah manusia secara tidak langsung akan
terbentuk karakter yang sesuai dengan lingkunganya. [31]
Ratna Megawangi menjelaskan bahwa
terbentuknya karakter itu adalah ditentukan oleh 2 faktor yaitu :
1)
Nature (Faktor Alami Atau Fitrah) Agama
mengajarkan bahwa setiap manusia mempunyai
kecenderungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan.
Sehingga dalam hal ini Pendidikan
(sekolah) sangat berperan di dalam menentukan pembentukan karakter anak, Hal ini dapat dipahami dari
ayat di bawah ini:
ª!$#ur
Nä3y_t÷zr&
.`ÏiB
ÈbqäÜç/
öNä3ÏF»yg¨Bé&
w
cqßJn=÷ès?
$\«øx©
@yèy_ur
ãNä3s9
yìôJ¡¡9$#
t»|Áö/F{$#ur
noyÏ«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9
crãä3ô±s?
ÇÐÑÈ (سورة
النحل: ٨)
"Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS.
Al-Nahl, 16: 78)[33]
Di samping sekolah
ranah yang juga berperan adalah sosialisasi juga sangat berperan penting dalam pembentukan
karakter anak seperti sosialisasi di dalam keluarga, sekolah
dan masyarakat.
Dalam
resolusi majelis umum PBB adalah "keluarga sebagai wahana untuk mendidik,
mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan ke mampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta
memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga
sejahtera.
Zakiah
Daradjat juga menyatakan bahwa setiap orang tua dan guru ingin membina anaknya
menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian dan sikap mental yang kuat serta
akhlak yang terpuji. Semuanya itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik
pendidikan di sekolah atau di luar sekolah. Setiap pengalaman yang dilalui anak
baik melalui penglihatan dan pendengaran akan menentukan pribadinya[34].
Hal ini sesuai pula dengan yang dilakukan Luqmanul Hakim kepada anaknya
øÎ)ur
tA$s%
ß`»yJø)ä9
¾ÏmÏZö/ew
uqèdur
¼çmÝàÏèt
¢Óo_ç6»t
w
õ8Îô³è@
«!$$Î/
(
cÎ)
x8÷Åe³9$#
íOù=Ýàs9
ÒOÏàtã
ÇÊÌÈ
(سورة لقمن: ١٣)
Terjemah (Ma’nahu walloohu subhaana Wa
ta’alaa bil a’lam): Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar”. (QS. 31 : 13).[35]
c.
Faktor-Faktor Pembentuk Karakter
Tindakan manusia pada umumnya didasarkan pada dua keadaan yaitu
keadaan sadar dan keadaan tidak sadar. Tindakan sadar berarti bahwa manusia
bertindak berdasarkan unsur kehendak atau motif, sedangkan tindakan tidak sadar
tidak mengandung unsur kehendak yang pada umumnya disebabkan hilangnya salah
satu faktor pendorong tindakan seperti hilangnya akal (gila, koma, pingsan,
tidur atau sejenisnya), atau hilangnya kendali diri seperti gerakan refleks.[36]
Beban tanggungjawab manusia hanya berlaku pada tindakan sadar saja, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW :
“ Tidak berlaku hukum atas orang gila sampai dia sembuh, orang
tidur sampai dia bangun dan anak-anak sampai dia baligh”.[37]
Jadi, karakter atau kepribadian seseorang hanya diukur dengan apa
yang dia lakukan berdasarkan tindakan sadarnya. Dengan demikian yang harus kita
perhatikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan sadar tersebut.
Secara umum faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.[38]
Faktor
internal adalah kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat manusia yang secara
bersamaan mempengaruhi perilaku manusia. Faktor internal tersebut di antaranya
:
Ø Instink Biologis (Dorongan biologis) seperti makan, minum dan
hubungan biologis. Karakter seseorang sangat terlihat dari cara dia memenuhi
kebutuhan atau instink biologis ini. Contohnya adalah sifat berlebihan dalam
makan dan minum akan mendorong pelakunya sersifat rakus/tamak. Seseorang yang
bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya akan memiliki karakter waro, zuhud
dan qona’ah yang membawanya kepada karkater sederhana.
Ø Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman,
penghargaan, penerimaan dan aktualisasi diri. Seperti orang yang berlebihan
dalam memenuhi rasa aman akan melahirkan karakter penakut, orang yang
berlebihan dalam memenuhi kebutuhan penghargaan akan melahirkan karakter
sombong/angkuh. Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya,
maka dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.
Ø Kebutuhan pemikiran, yaitu kumpulan informasi yang membentuk cara
berfikir seseorang seperti isme, mitos, agama yang masuk ke dalam benak
seseorang akan mempengaruhi cara berfikirnya yang selanjutnya mempengaruhi
karakternya.
Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri manusia, namun secara
langsung mempengaruhi karakternya. Faktor eksternal tersebut di antaranya faktor
keluarga dalam membentuk karakter anak, kemudian faktor sosial yang
berkembang di masyarakat yang kemudian disebut budaya, serta lingkungan pendidikan
yang begitu banyak menyita waktu pertumbuhan setiap orang, baik pendidikan
formal seperti sekolah atau pendidikan informal seperti media massa, media
elektronik atau masjid.[39]
Dalam perkembangannya, sebagian faktor itu bersifat mutlak/tetap
dan sebagian lainnya bersifat nisbi/berubah. Sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah SAW:
“ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah
yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi “.[40]
Kalimat “fitrah” mewakili karakter muslim. Kalimat “bapaknyalah”
bisa bermakna orang tua dan setiap pihak yang mempengaruhi karakternya, dan
kalimat “Yahudi, Nasrani serta Majusi” mewakili karakter atau sifat bukan
bangsa atau ras.
Dengan
adanya kedua faktor itu, maka bisa disimpulkan bahwa karakter seseorang
tergantung kepada dua hal yaitu karakter fitriyah yaitu sifat bawaan
yang melekat serta karakter muktasabah yaitu sifat yang terbentuk dari
lingkungan alam, sosial dan pendidikan.[41]
Rasulullah bersabda :
“Ilmu diperoleh dengan belajar dan sifat santun diperoleh
dengan latihan menjadi santun” (HR Bukhori).[42]
G. 3. Peran
Kantin Dalam Membentukan Karakter Peserta didik
Dari pemaparan di atas
sangat jelas bahwa keberadaan kantin sekolah ada hubungan yang erat dengan
bagaimana pembentukan karakter peserta didik, walaupun tidak tampak akan tetapi
bisa kita lihat hasilnya.
Diakui atau tidak untuk
realisasi pendidikan karakter memang tidak bisa hanya dicukupkan saja di dalam
kelas, karena hal itu hanya berbentuk teori sehingga dianggap perlu media yang
lain seperti dalam hal ini kantin dijadikan terobosan baru di dalam membentuk
karakter peserta didik.
Seperti apa yang
dikatakan oleh Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu
bangsa antara lain:
1.
Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
2.
Ketidakjujuran yang semakin membudaya
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua
orang tua, guru dan figur pemimpin,
4.
Meningkatnya kecurigaan dan kebencian,
5.
Penggunaan bahasa yang semakin memburuk,
6.
Penurunan etos kerja,
7.
Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara,
8.
Meningginya perilaku merusak diri,
9.
Semakin kaburnya pedoman terhadap nilai-nilai moral.[43]
Mengingat begitu
pentingnya pendidikan karakter, maka terasa sangat penting untuk dicarikan
alternatif baru demi harapan besar dari pendidikan karakter yang sudah lama
didengungkan dapat berhasil, karena apa yang direalisasikan dalam proses
pembelajaran masih kurang mengenak pada diri peserta didik sebagai indikasinya
masih banyaknya peserta didik yang melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya
bertentangan dengan nilai-nilai karakter seperti membudayanya ketidak jujuran
atau kebohongan.
Karakter peserta didik
yang diharapkan disini tentu tidak hanya pada peserta didik itu disiplin,
tanggung jawab dan nilai-nilai lain akan tetapi juga nilai kejujuran yang
sekarang ini sudah mulai luntur di dalam diri peserta didik, baik itu peserta
didik sekolah dasar sampai pada peserta didik tingkat menengah atas.
Di samping juga peran
sekolah orang tua dan masyarakat adalah mempunyai peran yang sangat strategis
dalam membentuk karakter pada anak, sehingga sangat tepat ketika sekolah dalam
hal ini sebagai wadah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merealisasikan sebuah
kantin kejujuran dengan tujuan agar dapat membekali anak-anak dengan
nilai-nilai karakter.
Walaupun kita akui
bersama bahwa dalam membentuk karakter bukan selesai seperti dapat disulap, akan
tetapi ketika terus ditanamkan maka nilai-nilai tersebut sudah pasti akan
tertanam dalam diri anak-anak.
H. Metode Penelitian
H.
1.Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam setiap penelitian. Karena
dalam metode diharapkan berbuat cermat dan teratur dalam usaha penemuan dan
pengembangan kebenaran sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Pengertian metodologi adalah berasal dari bahasa Yunani “metodos” yang berarti
jalan atau cara. Sehubungan dengan itu maka suatu yang harus mendapat perhatian
penting adalah research. Research adalah sebagai usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan mengisi ilmu pengetahuan.[44]
Jenis
penelitian pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, sebab peneliti
mengidentifikasi dan menggambarkan hasil penelitian dengan kata-kata bukan
menggunakan angka.[45]
Penelitian
ini disebut penelitian Studi Kasus (Case
Studies), yakni studi kasus merupakan penelitian yang mendalam
tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan
sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh deskripsi yang utuh
dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data untuk
selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. [46]
Sebagaimana
prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari
wawancara, observasi, dokumentasi dan arsip. Dalam konteks ini adalah
efektivitas kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik. Yayasan
Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep.
H. 2.Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian
ini sebuah lembaga yang ada di bawah
naungan Kementrian Agama Republik Indonesia yaitu lembaga swasta, dengan nama
lembaga yang akan peneliti teliti adalah Yayasan Taufiqurrahman. Tempatnya di
Dusun Telenteyan RT 001 RW 007 Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep.
Lembaga ini
merupakan satu-satunya lembaga formal yang ada di bawah naungan Kementrian
Agama (KEMENAG) di desa Longos yang jika dihitung secara matematis
umurnya merupakan lembaga tertua se-Longos. Dari itulah menarik perhatian peneliti
untuk meneliti di lembaga ini yang sedang mencoba terobosan baru yaitu mendirikan
kantin kejujuran sebagai upaya menanamkan karakter pada peserta didiknya.
Alasan dasar peneliti mengambil tempat tersebut di atas adalah karena
lembaga ini merupakan lembaga yang secara geografis letaknya di pedesaan yang
mendalam, akan tetapi walaupun secara geografis di pedesaan lemabaga ini
melakukan terobosan baru dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada pesesrata
didik.
Untuk waktu
penelitian ini peneliti mulai pada bulan Desember 2012 hingga nanti pada bulan
Maret 2013. Sehingga terhitung selama tiga bulan proses penelitian.
Yang
menjadi alasan dasar waktu proses penelitian ini selama tiga bulan adalah
karena di bulan Januari peneliti masih harus mengikuti program wajib yaitu PPL
II, sehingga merasa kurang jika hanya dicukupkan dua bulan saja, karena
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mana peneliti harus
terjun langsung di lapangan, tidak seperti pendekatan penelitian yang lainya.
H.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian
menurut Amirin (1986) adalah merupakan seorang atau sesuatu yang mengenainya
ingin diperoleh keterangan, sedangakan menurut Suharsismi Arikonto (1989) sebagaimana
dikatakan oleh Muhammad Idrus memberi batasan subjek penelitian sebagai benda,
hal yang atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan
dipermasalahkan.[47]
Jika kita bicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang
unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti.
Untuk
subjek dari penelitian ini adalah semua pendidik yang ada dibawah naungan Yayasan
Taufiqurrahman dan semua peserta didik mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah
(MI/SD) hingga tingkat Madrasah Aliyah (MA/SMA)
Sedangkan
Objek Penelitian adalah sesuatu yang
akan diteliti oleh penelitian, dalam hal ini objeknya adalah kantin sekolah,
yang sampai sekarang telah berjalan selama satu tahun yaitu dari bulan Desember
2011 hingga sampai sekarang Januari 2013.
H.
4.Teknik dan Intrumen Pengumpulan Data
Teknik ini sangat
penting dalam suatu penelitian, karena baik buruknya hasil suatu penelitian
sebagian bergantung pada teknik pengumpulan datanya. Dalam penelitian
kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi
yang alami), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam
(in depth interriview) dan dokumentasi.
Seperti apa yang dikatakan oleh
Catherine Marshal, Grettch B, Rossman sebagaimana yang dikutip oleh Sugiono (2011:225), menyatakan bahwa “the
fundamental methods relied on by qualititave researchers for gathering
information are, participation in the setting, direct observation, in-depth
interviewing, document review”[48]
Maka peneliti
menggunakan beberapa teknik dengan harapan mencakup seluruh data yang diperlukan
agar penelitian menjadi lebih akurat.
1)
Observasi.
Teknik ini diartikan sebagai metode pengamatan secara teliti tentang obyek
penyusunan, berupa pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena yang diselidiki secara langsung. Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila, peneliti berkenan dengan perilaku manusia, proses
kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar[49].
Observasi jika dilihat dari proses pelaksanaan
pengumpulan data, observasi tersebut ada tiga di antaranya pertama observasi
berperan serta dalam artian peneliti terlibat langsung di setiap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sumber data setiap hari. Dalam hal ini
peneliti sambil melakukan pengamatan, sehingga sebagai konsekuensinya logisnya
peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, serta ikut
merasakan suka dukanya. Kedua observasi observasi terus terang atau tersamar,
dalam penelitian ini peneliti secara terus terang memberi tahu kepada sumber
data bahwa peneliti sedang mengadakan penelitian. Akan tetapi dalam waktu
tertentu peneliti tidak harus memberitahukan bahwa dirinya sebagai
peneliti karena menghindari kalau ada
suatu data yang memang masih dirahasiakan.
Data yang diperoleh secara observasi tersebut dilakukan
oleh peneliti di bilik-bilik kantin, sekolah dan di halaman sekolah dengan
memperhatikan keadaan peserta didik selama menjalankan proses transaksi di kantin
berlangsung tanpa membuat peserta didik menyadari bahwa saat itu telah terjadi
pengamatan tentang kejujuran peserta didik dalam membeli makanan serta proses
penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik.
Ketiga observasi tak berstruktur yaitu observasi
yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.
Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan
diamati.[50]
Oleh karena itu peneliti dalam penelitian ini menggunakan
observasi berperan serta (participant observation),
karena hal tersebut pantas digunakan di dalam mengungkap data yang berkaitan
dengan tema yang peneliti angkat. Sedangkan lama dari observasi ini adalah tiga
bulan yaitu dari bulan Pebruari hingga nanti pada bulan Maret.
2)
Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.[51]
Esterberg (2002) sebagaimana yang dikutip oleh Sugiono,
mengemukakan
beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak
struktur.
1.
Wawancara terstruktur (structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dengan wawancara terstruktur
ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data
mencatatnya.
2.
Wawancara semiterstruktur (semistructure interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept intervie, dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka,
di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
3.
Wawancara tak berstruktur (unstruktur interview)
Wawancara tidak tersruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpul datanya.
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui
secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak
mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden, berdasarkan analisis terhadap
setiap jawaban dari responden tersebut maka peneliti dapat mengajukan berbagai
pertanyaan yang terarah pada tujuan.[52]
Sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan
wawancara wawancara tersruktur
dan semi struktur, alasan dasarnya adalah dengan mengunakan dua macam wawancara
supaya data yang di peroleh lebih akurat, dan untuk subjek yang akan peneliti
ajak wawan cara meliputi: ketua yayasan, pengurus kantin, pendidik, peserta
didik dan tokoh masyarakat.
3)
Dokumentasi
Studi dokumen merupakan pelengkap dari berbagai
metode-metode yang lain yang tujuannya hanya untuk menambah keaslian data yang
diperoleh dari lapangan. Dalam hal ini peneliti menggunakan foto sebagai
dokumentasinya.
Dalam penelitian
kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian belum jelas
dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum
jelas. Sehingga dalam penelitian kualitatif “the researcher is the key
instrument”. Jadi peneliti adalah merupakan instrumen kunci dalam
penelitian kualitatif.
Lincon and Guba (1986) sebagaimana yang
dikutip oleh Sugiono(2011:223) Menyatakan bahwa :
The
instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that
other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but
the human is the initial and continuing mainstay. But if the human isntrument
has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument
can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has
product.[53]
Bersadarkan
pernyataan di atas dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif pada
awalnya permaslahan masih belum jelas dan pasti sehingga yang akan menjadi
instrument penelitiannya adalah peneliti itu sendiri. Akan tetapi setelah
masalahnya yang akan dipelajari sudah jelas maka kemungkinan akan dikembangkan suatu instrument yang lain.
H.
5.Keabsahan Data
Untuk mengetahui data-data yang sudah diperoleh dari penelitian
ini, maka peneliti berusaha mengecek ulang, apakah data-data sudah sesuai dan
valid. Langkah-langkah
yang ditempuh untuk mengukur keabsahan data tersebut adalah:
a)
Ketekunan
Pengamatan
Pengamatan
di sini adalah untuk menemukan ciri-ciri dalam situasi yang benar-benar relevan
dengan persoalan yang sedang dicari.
b)
Analisis Kasus
Negatif
Dengan
maksud untuk mengecek keabsahan dari sesuatu yang diteliti dengan menganalisa
isu-isu yang kemungkinan tidak sesuai dengan informasi yang kurang enak
didengar sehingga data menunjukkan data kebenaran sebagaimana adanya.
H. 6.Tehnik Analisa Data
Untuk menganalisa data yang telah diperoleh melalui
observasi, interview dan dokumentasi maka penulis menggunakan tehnik analisa
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).[54]
Deddy Mulyana mengatakan sebagaiman dikutip oleh Ida
Fauziah
Mendeskripsikan
data kualitatif adalah dengan cara menyusun dan mengelompokkan data yang ada,
sehingga memberikan gambaran nyata terhadap responden. Metode penelitian
kualitatif tidak mengandalkan bukti bardasarkan logika matematis, prinsip
angka, atau metode statistik.[55]
Meskipun demikian, penelitian kualitatif dalam banyak bentuknya sering
menggunakan jumlah jumlah penghitungan.
Seperti telah disebutkan diatas penelitian
kualitatif tidak terlepas dari penemuan data kuantitatif. Oleh karena itu dalam
penelitian kualitatif, data yang diperoleh dengan langkah-langkah berikut ini:
a.
Menganalisis data dilapangan, yaitu analisis yang
dikerjakan selama pengumpulan data berlangsung dan dikerjakan terus-menerus
hingga penyusunan laporan penelitian selesai. Sebagai langkah awal, data yang
merupak hasil wawancara terstruktur dan semistruktur dengan beberapa pengurus
kantin dan tenaga kependidikan, dipilah-pilah dan difokuskan sesuai dengan
fokus penelitian dan masalah yang terkandung didalamnya. Bersamaan dengan
pemilihan data tersebut, peneliti memburu data baru.
b.
Menganalisis data yang telah terkumpul atau data yang
baru diperoleh, data ini dianalisis dengan cara membandingkan dengan data-data
yang terdahulu.
Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.
Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analisis
2.
Merencanakan tahapan pengumpulan data dengan hasil
pengamatan sebelumnya
3.
Menuliskan komentar pengamat mengenai gagasan yang muncul
4.
Menuliskan memo bagi diri sendiri mengenai hal yang
dikaji
5.
Menggali sumber-sumber perpustakaan yang relevan selama
penelitian berlangsung
c.
Setelah proses pengumpulan data selesai, maka peneliti
membuat laporan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu
jenis penelitian yang bertujuan membuat gambaran (deskripsi) mengenai
situasi-sitiasi atau kejadian-kejadian.
Adapun
tujuan dari metode deskriptif ini adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan informasi aktual secara
terperinci yang melukiskan gejala-gejala
yang ada
b. Mengidentifikasi masalah dengan memeriksa
data-data yang memperlihatkan kondisi dan praktik-praktik yang berlaku
c. Melakukan evaluasi atau (jika mungkin) membuat
komparasi
Selain itu
proses analisis data yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai beikut:
a. Reduksi Data
yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,
dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis
lapangan. Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan data
dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik atau
diverifikasi
b.
Penyajian data, yaitu mengumpulkan data atau informasi secara tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Menarik kesimpulan atau verifikasi, yaitu
merupakan rangkaian analisis data puncak. Meskepun begitu, kesimpulan juga
membutuhkan verifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi dimaksudkan
untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. Oleh karena itu, ada baiknya sebuah
kesimpulan ditinjau ulang dengan cara melihat kembali catatan-catatan selama
penelitian, bertukar pikiran dengan teman lain.[56]
I.
Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan deskriptif secara menyeluruh tentang
pembahasan penelitian skiripsi ini, serta mempermudah pemahaman serta penelitian
maka peneliti mencoba mensistematikan pembahasan penelitian dalam bentuk
rangkaian bab perbab:
BAB I : Pendahuluan dalam bab ini meliputi tentang, latar
belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan
penelitian, manfaat
penelitian.
BAB II : Disajikan
tentang kajian-kajian
pustaka yang relevan atau yang mendekati terhadap tema yang ada di proposal
ini,
BAB
III : Kajan teoritik yang meliputi; landasan teori yang di dalamnya
terdiri dari kajian tentang efektivitas, pengertian efektivitas, kajian tentang
kantin, pengertian kantin kejujuran, model pelaksanaan kantin kejujuran, tujuan
dan manfaat kantin kejujuran, dan kajian
tentang karakter serta peran kantin dalam membentuk karakter, nilai-nilai
karakter yang sesuai dengan kurikulum pendidikan kita, faktor-faktor yang
mempengaruhi karakter, dan kerangka berfikir.
BAB IV :
Metode penelitian yang meliputi, pendekatan dan jenis penelitian, tempat dan
waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik dan intrumen pengumpul
data, keabsahan data penelitian, dan teknis analisis data.
BAB V
: Hasil
penelitian. Merupakan analisis hasil temuan penelitian yang meliputi, sejarah Yayasan
Taufiqurrahman, model-model pelaksanaan kantin kejujuran, penanaman nilai-nilai
karakter di dalam kantin kejujuran, efektivitas penanaman karakter terhadap peserta
didik dalam realisasi kantin kejujuran yang telah dicoba oleh Yayasan
Taufiqurrahman.
BAB VI : Penutup yang di dalamnya berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
SEMENTARA
Ahmadi., Abu, Psikologi Perkembangan,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2005)
Al Barri., M. Dahlan , Kamus
Ilmiah Popular, (Yogyakarta:
Arkola, 1994)
Arikunto.,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Yogyakarta:
Renika Cipta, 2010)
Barnawi
dan M.Arifin, Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter,(
Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media, 2011)
Depertemen
Agama Republik Indonesia , Al Quran dan Terjemah, (Surabaya : Mahkota, 1989)
Dharma
Kesuma, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2011)
Fauziyah
Ida, Remedial Teaching Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Pada Mata Pelajaran Qur'an Hadits, Skripsi
Sarjana Pendidikan, (Malang: Perpustakaan UIN Malang, 2006)
Gunawan., Heri, Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi (bandung: Alfabeta, 2012)
Hidayatullah., Furqon, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban
Bangsa (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010)
Idrus.,Muhammad,
Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta : Erlanggga, 2009)
Kesuma., Darma, Pendidikan Karakter
Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah.(Bandung:
Rosda, 2012)
Koesoema A., Doni, Pendidikan Karakter Strategi
Mendidik Anak Di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2007)
Luqman.,”
Implementasi Kebijakan Konvergensi Gas Kontradiks Terhadap Kesejahteraan Dan Nilai Efektivitas “ Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik,(Surakarta: Perpustakaan Sospol,2012),
Majid.,
Abd, “Pentingnya Pendidikan Berbasis Karakter”, website NU, (Sumenep,
2012), askes 05 April 2012
Megawati., Ratna, Character Parenting
Space (Bandung: Read,
2007)
Naim,
Ngainun. Chracter Building. (Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia, 2012)
Pendidikan
Karakter Hanya Teori, Suara Pembaharuan Memihak Kebenaran,(Jakarta, 2012)
Rusyadi, Kamus
Indonesia Arab (Jakarta: Rineka Cipta, 1995)
Soedarsono.,
Soemarno, Hasrat Untuk Berubah,(Jakarta: PT Eleks Media
Komputindo, 2005)
cet. Ke-Lima
Strauss Anselm dkk., Dasar-Dasar Penelitian
kualitatif, Terj. Djunaidi Ghony, (Surabaya,
PT. Bina Offset, 1997)
Sugiono,
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung :
Alfabeta, 2011)
Sukardi,
Metodologi Penelitian Pendidikan, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003),cet
Ke-Sepuluh
Sururi, Manajemen Peserta Didik,( Jawa
Barat : Al Pabeta,2009)
A. T
Indratno., Ferry, Kurikulum Yang Mencerdaskan,(Jakarta : Kompas, 2007)
Warson Munawwir., Ahmad, al-Munawwi, Kamus Arab Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 2002),
Arif Budi., Wurianto,. 2010. Pendidikan Karakter (
Character Building) Dalam Menghadapi Kancah Global. Diunduh dari www.wurisan.blogspot.com
Lampiaran 1
PEDOMAN
OBSERVASI
1. Sistem pengelolaan kantin kejujuran di Yayasan
Taufiqurrahman.
2. Sistem manajemen yang disusun dalam menerapkan kantin
kejujuran.
3. Bentuk kepengurusan (personalia) kantin kejujuran yang ada di Yayasan Taufiqurrahman.
4. Sarana dan prasarana yang dijadikan fasilitas dalam menjalankan
proses pembentukan karakter dengan melalui kantin kejujuran
5. Situasi yang diciptakan untuk lebih menunjang keberhasilan
pembentukan karakter melalui kantin kejujuran
6. Karakter peserta didik setelah bentuknya kantin kejujuran di Yayasan
Taufiqurrahman
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA
A.
Wawancara
dengan Ketua Yayasan
1. Sejak kapan lembaga ini berdiri?
2. Bagaiamana proses berdirinya lembaga ini?
3. Bagaimana bapak mempunyai inesiatif untuk
mendirikan lembaga ini?
4. Sudah berapa lembaga formal yang ada di
lembaga ini?
5. Berapa
durasi waktu dari lembaga yang pertama sampai sekarang untuk mendirikan lembaga
berikutnya?
6. Pada awalnya dana yang dipakai memperoleh
dari mana saja?
7. Sampai sekarang berapa alumni yang telah
keluar dari lembaga ini?
8. Berapa jumlah tenaga pendidik yang ada di
lembaga ini?
9. Apakah tenaga pendidik semua dari alumni
lembaga ini?
10. Berapa sarjana yang menjadi tenaga pendidik di
lembaga in
Lampiran 3
B.
Wawancara dengan Guru
1. Berapa tahun bapak mengabdikan diri di
lembaga ini?
2. Bapak mengajar kelas berapa?
3. Bagaimana pengalaman bapak dari sejak pertama
mengajar sampai sekarang?
4. Bagaimana pendapat bapak terhadap merusutnya
karakter peserta didik?
5. Bagaimana pendapat
bapak dengan munculnya kejadian diluar tentang menurunya karakter peserta didik
seperti tawuran dan nilai kejujuran yang terus menurun?
6. Apa saja
yang bapak coba dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik
didalam kelas?
7. Selain
didalam kelas bapak mencoba hal lain apa yang diguanakan dalam menanamkan
nilai-nilai karakter kepada peserta didik?
8. Sejauh ini
nilai-nilai karakter apa yang tampak terhadap peserta didik bapak?
9. Lantas
bagaimana bapak selaku pendidik meminimalisir kemerosotan karakter siswa serta
meningkat nilai-nilai karakter pada peserta didik?
10. Untuk saat ini apa saja keberatan bapak dalam
menanamkan nilai-nilai karakter terhadap peserta didik?
Lampiran 4
C.
Wawancara dengan Pengurus Kantin
1. Sejak kapan anda menjadi pengurus kantin ini?
2. Apa latar berlakang berdirinya kantin ini?
3. Bagaimana sistem pengelolaan kantin ini?
4. Masyarakat
mengatakan bahwa kantin ini adalah kantin kejujuran, model
kejujuran seperti apa yang diterapkan di kantin ini?
5. Apa perbedaan sistem pengelolaan kantin ini
dengan kantin yang lain?
6. Menurut
anda mana lebih baik sistem ini yang direalisasikan di kantin ini dengan kantin
yang lain?
7. Ada berapa orang yang karyawan kantin ini?
8. Apa tugas karyawan tersebut mengingat bahwa
kantin ini sebagai kantin kejujuran?
9. Dalam setiap hari berapa hasil yang didapat?
10. Apakah kantin ini pernah mengalami kehilangan
barang dangannya?
11. Bagaimana anda mengetahui bahwa barang
dagangannya hilang?
12.
Barang dagangan di sini apa saja?
13.
Berapa harga yang paling rendah dan tertinggi?
14. Untuk pembeli dari peserta tingkat apa saja
yang sering membeli di sini
15. Apakah ada
peserta didik yang sedang ketahuan waktu membeli tapi tidak membayar?
16. Terus ketika ketahuan ada peserta didik yang
tidak membayar langkah apa yang
anda lakukan?
17. Untuk kasus itu yang sering ketahuan curang
peserta didik tingkat apa?
Lampiran 5
D.
Wawancara dengan Peserta Didik
1. Adik masuk
di lembaga ini atas dorongan dari orang tua atau karena diri adik sendiri?
2. Sekarang adik kelas berapa sekarang?
3. Adik senang tidak sekolah di lembaga ini?
4. Kenapa
adik masuk di lembaga ini padahal masih ada yang lembaga yang lain?
5. Adik diberi uang oleh orang tuanya berapa
setiap hari?
6. Uang tersebut cukup tidak bagi adik untuk
membeli makanan?
7. Biasanya yang sering adik beli di kantin ini
apa saja?
8. Berapa harganya itu?
9. Adik sudah tahu harga dari semua dagangan di
sini?
10. Adik pernah kekurangan uang ketika masih di
lambaga ini?
11. Terus
ketika adik uangnya kurang tapi adik ingin beli makanan, bagaimana adik dapat
uang itu?
12. Ketika
teman adik tidak ada yang meminjamkan uang sedangkan adik lapar atau ingin beli
makanan, apa yang dilakukan adik?
13. Apakah adik
tidak takut mengambil makanan tapi tidak dijaga oleh keryawan di sini?
14. Adik pernah melihat teman adik mengambil
makanan di sini tapi tidak bayar?
15. Apakah adik
pernah ikut juga mengambil makanan bersama teman-teman adik?
16. Apakah adik tidak takut jika adik mengambil
makanan di kantin ini?
17. Gimana menurut adik dengan didirikannya kantin
kejujuran ini?
Lampiran 6
E.
Wawancara dengan Tokoh Masyarakat
1.
Bagaimana
pendapat bapak tentang berdirinya kantin kejujuran?
2.
Apakah sebelum berdirinya kantin kejujuran di Yayasan
Taufiqurrahman mengadakan musyawarah dengan wali atau tokoh masyarakat?
3.
Sejauh ini berapa kali musyawarah dengan wali atau tokoh
masyarakat dilaksanakan yang bapak ketahui?
4.
Bagaiamana pendapat bapak tentang berdirinya kantin
kejujuran yang tujuannya membentuk karkater siswa?
5.
Apa harapan bapak tentang berdirinya kantin kejujuran?
6.
Dengan
didirikannya kantin kejujuran apa harapan bapak terhadap pendidikan pada umunya
dan Yayasan Taufiqurrahman pada khusunya?
7.
Apakah anak
bapak juga sekolah di Yayasan Taufiqurrahman?
8.
Berapa biasanya
bapak memberi uang ketika ingin ke sekolah?
9.
Setahu bapak
bagaimana karakter siswa di lembaga ini setelah ada kantin kejujuran?
Lampiran 7
PEDOMAN
DOKUMENTASI
1.
Struktur Yayasan Taufiqurrahaman
2.
Struktur pengurus
kantin
3.
Nama karyawan kantin kejujuran
4.
Nama-nama reponden dari sebagian karyawan
5.
Nama-nama reponden dari sebagaian peserta didik
6.
Nama-nama reponden dari sebagaian pendidik dan tokoh
masyarakat
7.
Surat keputusan dari Yayasan terhadap karyawan kantin
[1] Pendidikan Karakter Hanya Teori, Koran Suara
Pembaharuan Memihak Kebenaran,(Jakarta), akses Sabtu, 29 Desember 2012
[2] Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Bab II dasar, fungsi
dan tujuan. pasal 2. Yaitu pendidikan
nasional berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945. Pasal 3 pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
[3] Barnawi ,et al., Strategi Dan
Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
,2011), h. 17
[5] Depertemen Agama Republik
Indonesia Al Quran
dan Terjemah, (Surabaya, Mahkota, 1989), h. 645
[6] As-Suyuti, ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr al-Ma’tsûr,
Toha Putra, Semarang,1995, hal:352
[7] Arbaosyuro Al
Baihaki, Ahkamus Syarhi O’mda Al Ahkam, (Mekkah:Ahmad Mujalli Al-Anwar,
2010), h. 110, Juz I
[8]
Barnawi, at al., Op Cit, h. 17
[9] Abd. Majid,
“Pentingnya Pendidikan Berbasis Karakter”, website NU, akses Sumenep 05
April 2012
[10] http://budhisantoso97.blogdetik.com/2008/12/25/tujuh-dosa-menurut-mahatma-gandhi/.
Akses Tanggal 29 Desember 2012
[11]
Sururi, Manajemen
Peserta didik,( Jawa Barat : Al pabeta,2009) , h. 203
[12] Barnawi dan M.Arifin,
Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter,( Jogjakarta
:Ar-Ruzz Media, ,2011), h. 17
[13]
M. anis matta, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al-
I’tisshom Cahaya Umat, 2003), h. 30
[14] Doni
Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global, (Jakarta:
Grasindo, ,2007) , h. 2
[15] M. Dahlan Al Barri, et al. , Kamus
Ilmiah Popular, (Yogyakarta, Arkola, 1994), h. 128
[16] Luqman.,” Implementasi
Kebijakan Konvergensi Gas Kontradiks Terhadap Kesejahteraan Dan Nilai
Efektivitas “ Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,(Surakarta:
Perpustakaan Sospol,2012), h . 5
[17]
http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/efektifitas
tidak tercapai. akses Tanggal 29 Desember 2012
[19]
Depdiknas. 2007. Manajemen
Layanan Khusus: materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala
sekolah/kepala sekolah). Jakarta. Akses Tanggal 20 Desember 2012
[21] Furqon
Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta:
Yuma Pustaka 2010), h. 12
[22] Rusyadi, Kamus
Indonesia Arab (Jakarta: Rineka Cipta 1995),h, 391
[23] Ahmad Warson
Munawwir, al-Munawwi, Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif,
2002), h. 364 dan 863.
[24]
Ratna
Megawati, Character Parenting Space (Bandung: Read 2007),h. 9.
[25]
Dharma Kesuma, et al.,
Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 24
[26] Wurianto, Arif
Budi. 2010. Pendidikan Karakter ( Character Building) Dalam Menghadapi
Kancah Global. Diunduh dari www.wurisan.blogspot.com
, akses Tanggal 20 Desember 2012
[28] Her Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi,
(Bandung : 2012), h. 35
[29]
Dharma kesuma,at al.,
pendidikan karkater kajian teori dan praktek di sekolah, (Bandung : 2012), h.
13
[30] Abu Ahmadi,et,al. , Psikologi
Perkembangan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), h. 159-160
[31] Heri Gunawan, Op Cit, h.
19-20
[32]
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2187875-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
karakter/ #ixzz2GnDievee, akses Tanggal 20 Desember 2012
[33] Depertemen Agama Republik
Indonesia , Al Quran dan Terjemah, (Surabaya :
Mahkota, 1989), h. 413
[36]
Ibnu Hajar Al
Asqolani Dan Ibnu Syarif An Nawawi, Bulughol Marom, (Badhdad :Haromain 1402)
, h. 105
[38]
Muhammad Anis Matta, “Membentuk Karakter Cara Islam”,(Jakarta : Al-
I’tishom Cahaya Umat, 2003) cet Ke-tiga h. 35
[43] Barnawi dan M.Arifin,
Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, ,2011), h. 17
[44]
Sawari, Peranan
Sistem Pendidikan Pesantren Dalam Membentuk Kepribadian Santri Di Pondok Pesantren
Al-Karimiyyah Braji Gapura Sumenep,
Skripsi Sarjana Pendidikan Islam, (Sumenep: Perpustakaan An Nuqayyah, 2010), h.
18
[45]
Ronny Kountour, Metode
Penelitian (Jakarta: Taruna Grafika, 2004), hlm 105-106.
[46]
www.mudjiarahardjo, Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif. com, akses Tanggal 27 Desember 2012
[47]
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta
: Erlanggga, 2009), cet Ke-2 h. 91
[48] Sugiono, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung :Alfabeta, 2011) cet. Ke-14 , h. 225
[49] Ibid, cet Ke-14 h.145
[50] Ibid, cet Ke-14 h.228
[51] Ibid, cet Ke-14 h.231
[53]
Sugiono, Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, op. cit, cet. Ke-14, h.223
[54] Anselm Strauss et,al, Dasar-dasar
Penelitian kualitatif, Terj. Djunaidi Ghony, PT. Bina Offset, Surabaya,
1997, h. 11
Posting Komentar