GOOGLE REFERENSI UTAMA MAHASISWA MASA KINI
Oleh : Fawaid Zaini
Dalam hidup kita ada satu momen dari banyak momen yang patut kita
syukuri yaitu kita berkesempatan meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi atau lebih tepatnya berkesempatan melanjutkan pendidikan diperguruan
tinggi, pasalnya masih banyak disekeliling kita dengan umur yang sama mereka
tidak bisa berkesempatan merasakan seperti apa yang kita rasakan, terlepas
apakah mereka tidak mempunyai biaya atau memang tidak ada motivasi untuk
kuliah.
Diakui atau tidak menjadi mahasiswa rasanya seperti hidup dalam suatu
kawasan yang penuh dengan vitalitas dan idelisme, karena pada ranah inilah ada
hawa dan suasana psiko-sosial yang sangat unik dalam dinamika integrasi dan
komunikasi. Dan waktu inilah kita akan merasakan betul bahwa betapa
sesungguhnya pendidikan merupakan sesuatu proses menjadi (how tobe),memahami(how to
know),menjalani(how to do),dan
hidup bersama orang lain(how to live togheter).
Apalagi seperti yang sudah mafhum di telinga kita bahwa mahasiswa
selalu diidentik dengan agent of change and sosial control. Yang
sehingga tidak berlebihan jika ada asumsi Mahasiswa adalah
sosok manusia yang sempurnah baik dalam ranah akademik maupun non akademik, tentu mahasiswa yang berhak mengemban label tersebut bukan mereka
(mahasiswa) yang kuliah hanya untuk mencari gelar apalagi kerjaan dan yang
parah lagi kuliah hanya karena ikut-ikutan saja tanpa ada geliat yang tinggi
untuk menjadi manusia yang dimanusiakan oleh manusia yang lain
Menjadi seperti hal diatas tidak segampang membalikkan tangan akan
tetapi butuh sebuah proses yang panjang dan penuh dengan berbagai tantangan
baik dari diri sendiri maupun lingkungan tempat kita berada. Yang terkadang
tantangan tersebut sangat mengganggu bahkan terkadang mengendwonkan semangat
kita untuk berproses. Tapi yang jelas idealnya mahasiswa itu tidak pernah
mengeluh apalagi mundur hanya karena problem yang menghantuinya, tetap
berpositif thinking bahwa tidak ada yang tidak mungkin didunia ini kecuali
ketidak mungkinan itu sendiri, itulah pecut mahasiswa jaman dulu yang tidak
pernah mengatakan kata tidak pada suatu tantangan.
BAGAIMANA DENGAN MAHASISWA YANG SEKARANG
Kita sadari bersama bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi dalam hal ini
media internet tentu mempunyai pengaruh yang sangat segnifikan terhadap minat baca (buku) mahasiswa,
saat ini mahasiswa lebih nyaman internetan dari pada baca buku termasuk
mengerjakan tugaspun mereka menjadikan google
sebagai referensi utama
Artinya bahwa mahasiswa sekarang
ini telah dinena bobokkan dengan teknologi tersebut yang sehingga konsekuensi
logisnya adalah mereka tidak mau berproses, yang ada hanya ingin terhadap yang instan-instan saja. Sebagai contoh
kecilnya ketika ada tugas makalah dari dosen cukup datang kewarnet dengan mengetik
kata kunci dari tema makalah maka keluarlah bentuk makalah yang sama dengan yang dicari sehingga
tinggal merubah nama dan sekolah tingginya saja. Bagi mahasiswa, copy paste adalah
jalan alternative untuk mengerjakan tugas tanpa harus banyak berpikir, apalagi
jika tugas semakin mendekati batas waktu yang ditentukan.(
Aqoe Metta edukasi.kompasiana.com)
Terlepas dari pandangan kaum pesimisme yang mempunyai persepsi bahwa teknologi adalah awal
kehancuran atau dengan kata lain dengan teknologi itupula kehidupan ini akan
rusak. tetapi kita akui bersama bahwa untuk saat ini kita sebagai mahasiswa sepertinya sudah terlalu asyik dengan dunia
seperti itu sehingga geliat untuk datang keperpustakaan untuk mengoleksi bahan
pustaka sudah tidak lagi, dan yang parah malah dosennya memberikan materi
kuliah dari merampungankan hasil google
bahkan ada yang sampai menjadikan sebuah buku dengan nama perampung dari hasil
pencariannya di google tanpa mau di
edit
Untuk data, guru/dosen ditahun 2013 ini
yang ketahuan melakukan plagiasi telah mencapai 1.082. Pada hal sudah jelas bahwa dalam UU Hak Cipta di atur mengenai sanksi Pidana bagi pelaku
Plagiat sebagaimana dalam Pasal 72 ayat (1); “Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.(
Tibia Kesuma Putri edukasi.kompas.com)
Dengan kegandrungan pada google
itulah sebenarnya sudah banyak menggeser paradigma masyarakat akademis. Yang
mana hal itu telah merusak substansi nilai-nilai kemahasiswaannya, dari yang calon
intelektual kritis, kreatif serta motor perubahan menjadi maling intektual yang
berbaju alamamater kebanggaan, walaupun hal itu tidak secara keseluruhan akan
tetapi itu terbukti ketika ada tugas dari dosen masih saja ada yang melakukannya,
terkadang yang sangat lucu dari saking malesnya sampai lupa ngedit model font.
Sebagai ganjaran dari tidak maunya berproses maka ketika semester
akhir dengan tugas wajib sebelumnya disahkanya sebagai sarjana yaitu harus
menyelesaikan skripsi dengan sumber pustaka buku yang tidak sedikit, majalah, jurnal,
surat kabar, dari karangan yang tidak diterbitkan, ensiklopedia skripsi orang lain dan sumber lainnya (buku “pedoman penulisan skripsi” STIA) atau
yang disahkan oleh kampus terkait sehingga di saat inilah akan terasa betul betapa
sulitnya menyelesaikan skripsi itu, karena memang sebelum-sebelumnya tidak sama
sekali bersentuhan dengan buku yang banyak untuk dijadikan bahan pustaka dalam
menyeleasikan tugas dari dosen.
Sehingga bisa kita ambil kesimpulan, mahasiswa yang mempunyai
kegandrungan tinggi pada google (mengkopy
paste) nantinya setelah mendapat
gelar sarjana menjadi pengangguran yang terdidik serta mahasiswa stres tingkat tinggi.
Hal ini dijustifikasi oleh Gass
dalam bukunya bahwa pendidikan itu memproduksi pengangguran. Tentu kalau
penulis berasumsi maksud dari pernyataan Gass
diatas adalah dialamatkan pada mahasiswa yang hanya inginnya selalu instan atau
orientasi kuliah hanya mendapat gelar tanpa mau berproses.