Latest Movie :
Recent Movies

bahan Majalah STIA


EFEKTIVITAS KANTIN KEJUJURAN DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK
(studi kasus di Yayasan Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep tahun 2012/2013.)

Fawaid Zaini
Abstrak
Kantin kejujuran adalah kantin yang menjual segala kebutuhan peserta didik baik berupa makanan,minuman serta segala perlengkapan peserta didik baik berupa alat tulis menulis maupun buku tulis. Semuanya dipajang dalam etalase kantin kejujuran tanpa ada penjaga,sebagaimana lazimnya sebuah kantin yang kita kenal selama ini. Sedangakan karakater sebaimana arti dasar yaitu karakter adalah budi pekerti, akhlak, moral, afeksi, susila, tabiat, dan watak. Maka dalam hal ini lebih dikhususkan kepada sebuah karakater yang harus dimiliki oleh peserta didik yang hal tersebut ditanamkan tidak hanya pada ranah pendidikan dalam kelas akan tetapi ada aplikasi langsung di lapangan dengan dibentuknya kantin kejujuran yang tujuannya agar peserta didik dapat mengamplikasikan nilai-nilai karakter kejujuran. Skripsi ini fokus pada, 1.Realisasi kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik. 2. Bagaimana pengelolaan kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik di Yayasan Taufiqurrahman. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam riset ini adalah ketua yayasan, tenaga pendidik, peserta didik, karyawan kantin dan tokoh masyarakat dan dokumen-dokumen kantin kejujuran yayasan Taufiqurrahman. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran kantin kejujuran dalam membentuk karakter sangatlah segnifikan. Namun yang perlu diperhatikan juga bahwa penerapan. Penerapan manajemen yang efektif dan efesien merupakan hal mutlak yang harus pengurus kantin kejujuran perhatikan, karena hal ini juga akan menjadi barometer keberhasilan penerapan kantin kejujuran.
 

Kata Kunci: Kantin Kejujuran dan Karakter Peserta Didik




A.    PENDAHULUAN
Dalam ranah pendidikan terdengar banyak isu yang muncul belakangan ini, baik itu akan segera dirubahnya kurikulum baru, sistem pendidikan yang masih perlu tanda tanya besar, output yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat serta semakin menurunnya karakter peserta didik.
            Untuk yang hangat diperbincangkan saat ini berubahnya kurikulum yang akan segera dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2013 nanti yaitu kurikulum 2013, dari yang sebelumnya Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006,                 Berubahnya kurikulum yang akan segera direalisasikan yaitu kurikulum 2013 tentu mengundang pro dan kontra di masyarakat lebih-lebih para praktisi pendidikan. Sehingga sekarang masih menjadi perbincangan yang belum menemukan titik terang walaupun sudah diputuskan bahwa kurikulum tersebut mau tidak mau akan diuji coba tahun 2013 ini. Akan tetapi yang esensial dari perbincangan tersebut adalah tentang kurikulum baru yang dikaitkan dengan merosotnya moral peserta didik atau karakter peserta didik.
            Ketika berbicara masalah karakter peserta didik tentu bukan merupakan hal yang baru akan tetapi hingga kini sepertinya munculnya kurikulum pendidikan karakter itu masih belum bisa menjawab realitas di lapangan yang ada hubungannya dengan karakter yang belakangan ini sudah sangat mengerikan, baik itu dari peserta didik yang bolos sekolah, tawuran, minum-minuman keras serta banyak ditemukannya adegan-adegan mesum yang pelakunya adalah anak yang masih berstatus sebagai peserta didik.
            Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA) Linda Amalia Sari Gumelar mengungkapkan keprihatinannya terhadap tawuran dan kekerasan antarpeserta didik yang menelan korban. Ia mengimbau agar kurikulum pendidikan karakter di sekolah jangan hanya berupa teori, melainkan praktek nyata.[1]
            Beda lagi dengan isu-isu yang terjadi di lapangan di mana banyak peserta didik yang dikejar-kejar oleh Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) gara-gara bolos masuk sekolah. Masih banyak kejadian-kejadian yang hal tersebut menyita perhatian masyarakat serta menunjukkan bahwa pendidikan kita masih jauh dari harapan besar UU Sikdiknas No. 20/2003.[2]
Seperti apa yang dikatakan oleh Herbert Spencer sebagaimana yang dikutip oleh Barnawi bahwa pendidikan adalah merupakan objek pendidikan karakter, dan  kita akui bahwa pendidikan karakter yang kita laksanakan memang tidak serta merta akan menampakkan bentuk/hasil, tetapi merupakan proses panjang[3].
            Walaupun hal di atas dapat dibenarkan tetapi realitasnya pendidikan karakter itu sepertinya hanya berhenti di silabus dan rencana proses pembelajaran (RPP) saja tidak pada praktek langsung di lapangan sehingga peserta didik hanya kaya akan kognitif saja. Hasilnya nihil dan tidak heran jika peserta didik masih banyak yang bolos, tawuran, minum-minuman keras serta makna kejujuran masih belum tertanam dalam diri peserta didik.
Di samping itu juga kegagalan anak di sekolah bukan karena faktor kecerdasan otak tetapi pada karakter, yaitu percaya diri, kemauan bekerja sama, kemauan bergaul dan kejujuran.[4]
            Padahal sekolah adalah tempat yang sangat strategis bahkan yang utama setelah keluarga untuk membentuk karakter peserta didik. Bahkan seharusnya setiap sekolah menjadikan kualitas karakter sebagai salah satu quality assurance yang harus dimiliki oleh setiap lulusan sekolahnya.
            Dalam hal ini peran sekolah jika kita lihat dari kacamata agama Islam yaitu
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ (سورة الروم: ٣٠ )
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Q.S. Ar-Rum: 30)[5]

Sebagian mufassir lainnya seperti Mujahid, Qatadah, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ibnu Syihab memaknainya dengan Islam dan Tauhid. Ditafsirkannya fitrah dengan Islam karena untuk fitrah itulah manusia diciptakan, Secara bahasa, fithrah berarti al-khilqah (naluri, pembawaan) dan ath-thabî’ah (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah SWT, pada manusia.[6]
Peran sekolah disini sudah sangat jelas yaitu bagaimana sekolah tersebut mampu membentuk karakter terhadap peserta didik, sehingga nantinya menjadikan peserta didik yang taat beragama dan meniti di jalan yang lurus.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:
Artinya:
Usman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan pula kepada kami dari Mansur, dari Abi Wail, dari Abdullah, dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: “Sungguh, kejujuran itu menunjukkan jalan kebaikan dan kebaikan itu mengantarkan ke surga.
Seseorang dapat dinilai jujur bila ia (benar-benar) mengimplementasikan nilai kejujuran tersebut. Sebaliknya, kebohongan itu menunjukkan jalan kesesatan dan kesesatan itu mengantarkan ke neraka. Karenanya, seseorang yang seringkali berbohong, hingga ia dicatat di sisi Allah swt. sebagai pembohong.”[7]

Di samping hal di atas para peneliti, dan tokoh pendidikan dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter ini:
John Stuatr Mill dalam buku yang ditulis oleh Barnawi (2012: 17) menyatakan bahwa pembangunan karakter sebagai solusi untuk masalah  dan merupakan pendidikan edial.[8]

Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang dikutip oleh Abd Majid (2012) mengatakan:“To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” “Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat”.[9]

            Mahatma Gandhi (2012) memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu: “(1) Kekayaan tanpa kerja, (2) Kenikamatan tanpa suara, (3) Bisnis tanpa moralitas (etika), (4) Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, (5) Agama tanpa pengorbanan, (6) Politik tanpa prinsip, dan yang ke-(7) “education without character” (pendidikan tanpa karakter)” [10]

            Dari beberapa pendapat di atas sangat jelas sekali bahwa pendidikan karakter itu sangat penting,untuk merealisasikan itu tidak hanya diproses kegiatan belajar mengajar saja akan tetapi mencoba terobosan-terobosan baru seperti yang dilakukan oleh Yayasan Taufiqurrahman dengan didirikannya kantin kejujuran.
           Dan apa yang dilakukan oleh lembaga ini sangat tepat melihat nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab serta nilai-nilai lainya sudah mulai mengurang, dan di samping itu hal ini juga merupakan layanan khusus yang menunjang manajemen peserta didik yang memang harus lembaga berikan kepada peserta didiknya, agar makanan yang akan dikonsumsi bisa terjamin kebersihannya serta bergizi[11]
            Dari uraian di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian di Yayasan Taufiqurrahman yang bertempat di Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep yang untuk saat ini telah memberikan layanan kepada peserta didik yang berbentuk kantin kejujuran. Harapan peneliti adalah dari hasil penelitian ini akan menjadi bahan pijakan dalam pengambilan keputusan oleh lembaga serta mampu di dalam menjawab tantangan pendidikan yang sekarang telah mengalami kemunduran di berbagai ranah, sebagai contoh kecil semakin berkurangnya nilai-nilai karakater peserta didik.
Dari latar belakang di atas, maka peneliti dapat membuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas realisasi kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik? 2. Bagaimana pengelolaan kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik di Yayasan Taufiqurrahman?

B.     KAJIAN TEORI
1.    Pengertian Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti  berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan,[12]
Adapun Martoyo sebagaiman dikutip oleh Luqman (2012:5)  memberikan definisi sebagai berikut “Efektivitas dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, di mana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan”. [13] 

Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. 
Dari pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektivitas dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Efektivitas = output Aktual / output Target >=1
a.    Jika output  berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektivitas.
b.    Jika output  berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektivitas tidak tercapai.[14]
2.         Kantin Kejujuran
Berangkat dari kantin itu sendiri yaitu tempat yang digunakan oleh seseorang untuk membeli makan, atau hanya dijadikan tempat untuk memakan makanan. Kantin kejujuran ini tentu berawal dari gagasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pentingnya Kantin Kejujuran sebagai media melakukan pendidikan dini untuk hidup jujur kepada semua peserta didik di sekolah dan telah dilakukan di beberapa sekolah di Jakarta dan sekitarnya, maka kini gagasan tersebut mendapat respon positif.[15]
Di kantin inilah para peserta didik dapat dibangun nilai-nilai karakter pasalnya ketika peserta didik mengadakan transaksi tidak ada yang menjaga atau peserta didik dapat mengambil apa saja yang mereka sukai dengan langsung menyimpan uangnya di tempat khusus, serta jika ada kembaliannya dapat mengembil sendiri sesuai dengan bahan yang dibelinya.
Sehingga pendidikan karakter mempunyai peranan sangat penting dalam pengelolaan kantin kejujuran, karena melalui kantin kejujuran ini peserta didik akan dibentuk karakternya dengan mulai dibiasakan untuk belajar jujur. Hal tersebut terlihat ketika peserta didik berada di kantin pada saat membeli makanan dan minuman serta membayar sendiri tanpa ada yang mengawasi.
3.    Model Pelaksanaan Kantin Kejujuran
Banyak sekali model-model yang dapat digunakan dalam pelaksanaan kantin kejujuran akan tetapi yang marak saat ini baik itu di sekolah di kota-kota besar sampai pada sekolah pedesan.
1.             Secara umum yang terjadi di lapangan di mana kantin tersebut didesain sebagus mungkin yang di dalam peserta didik bertransaksi tidak ada yang menjaga, dengan kata lain itu hanyalah ruang yang berisi makan-makanan dan peserta didik langsung mengambil makan dengan meletakkan uang di tempat yang telah disediakan.
2.             Untuk pelaksanaan yang berbeda akan tetapi masih dalam ranah membentuk kejujuran di mana dalam pengelolaannya peserta didik mengambil sendiri seperti yang di atas akan tetapi masih ada orang yang orang tersebut bukan untuk menjaga uang akan tetapi hanyalah memperbaiki makanan yang jatuh atau menambahnya jika ada yang kurang.
3.             Untuk yang ketiga adalah setiap kelas diberi bahan jualan baik itu berupa makanan atau minuman, di mana untuk peserta didik yang mau membeli harus pada kelas masing-masing, untuk penjualan seperti ini dilakukan ketika istirahat atau sebelum jam pelajaran dimulai. Dalam hal itu peserta didik mengambil barangnya di ruang khusus dan dibawa kekelas masing-masing seperti yang saat ini dilakukan di Yayasan Taufiqurrahman di samping barang-barang jualannya di simpan di kantin yang biasanya.
4.    Tujuan  dan Manfaat  Kantin Sekolah
                 Kantin sebagaimana dijelaskan di atas yaitu bagian dari layanan khusus di sekolah tentu mempunyai banyak manfaat dan fungsi seperti apa yang dikatakan oleh William H. Roe dalam bukunya School Business Management menyebutkan beberapa tujuan yang dapat dicapai melalui penyediaan layanan kantin di sekolah:
1.         Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar memilih makanan yang baik atau sehat
2.         Memberikan bantuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata
3.         Menganjurkan kebersihan dan kesehatan
4.         Menekankan kesopanan dalam masyarakat, dalam bekerja, dan kehidupan bersama
5.         Menekankan penggunaan tata yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat
6.         Memberikan gambaran tentang manajemen yang praktis dan baik
7.         Menunjukan adanya koordinasi antara bidang pertanian dengan bidang Menghindari terbelinya makanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebersihannya dan kesehatannya[16]
Dilihat dari tujuan kantin sekolah di atas, maka kantin sekolah dapat berfungsi untuk:
1.         Membantu pertumbuhan dan kesehatan peserta didik dengan jalan menyediakan makanan yang sehat, bergizi, dan praktis
2.         Mendorong peserta didik untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang
3.         Untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik
4.         Memperlihatkan kepada peserta didik bahwa emosi berpengaruh pada kesehatan seseorang
5.         Memberikan batuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata
6.         Mengajarkan penggunaan tata yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat
7.         Sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan tempat menunggu apabila ada jam kosong [17]
Sehingga secara tidak langsung kantin sekolah memberikan peluang untuk mengembangkan tingkah laku dan kebiasaan positif di kalangan peserta didik, karena dikaui atau tidak keberadaan kantin di sekolah, tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum peserta didik semata, namun juga dapat dijadikan sebagai wahana untuk mendidik peserta didik tentang kesehatan, kebersihan, kejujuran, saling menghargai, disiplin dan nilai-nilai lainnya atau dengan kata lain dijadikan wadah untuk merealisasikan kurikulum karakter selain yang telah ada di dalam kelas atau di pembelajaran
5. Pengertian Karakter
Secara etimologi karakter berasal dari bahasa Yunani, charasseim, yang berarti “mengukir” atau “dipahat”.[18] Suatu ukiran adalah melekat kuat di atas suatu benda yang diukir yang tidak mudah hilang, menghilangkan ukiran sama halnya menghilangkan benda yang diukir. Selanjutnya dalam kamus Indonesia Arab, ada dua kata yang memiliki makna karakter yaitu أخلاق dan طبيعة . Selain bermakna karakter, kalimat tersebut juga berarti watak, pembawaan, kebiasaan.[19]  Begitu pula dalam kamus Al-Munawwir, kata yang memiliki arti karakter sama persis dengan yang disebutkan di atas.[20]
Sedangkan karakter menurut para pakar pendidikan mendifinesikan sebagai berikut:
Menurut Wynne (2009:7) di dalam buku yang berjudul “Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa”,
mengambil istilah karakter dari bahasa yunani “charassein” yang artinya “to mark” (menandai atau mengukir), yang lebih berfokus pada melihat tindakan atau tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua pengertian karakter. Pertama, istilah karakter menunjukkan bagaimana bertingkah laku, apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, maka orang tersebut memanifestasikan karakter jelek, sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, maka orang tersebut mamanifestasikan karakter yang mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan “personality”. Seseorang _act disebut “orang berkarakter” kalau tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.[21]

Pengertian yang tidak berbeda juga dikemukakan Dharma Kesuma yang mengatakan bahwa arti kata karakter adalah budi pekerti, akhlak, moral, afeksi, susila, tabiat, dan watak.[22]
Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga `berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.
6.    Nilai-Nilai Karakter Yang Di Kembangkan
              Nilai-nilai di bawah ini merupakan uraian berbagai perilaku dasar dan sikap yang diharapkan dimiliki peserta didik sebagai dasar pembentukan karakternya:
Ø  Nilai keutamaan
Ø  Nilai kerja
Ø  Nilai cinta tanah air
Ø  Nilai demokrasi
Ø  Nilai kesatuan
Ø  Menghidupi nilai moral
Ø  Nilai-nilai kemanusiaan[23]
                 Nilai-nilai di atas diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka,
artinya masih ditambahkan nilai-nilai lain yang relevan dengan situasi sekolah. Misalnya: taqwa kepada Tuhan, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih peneliting, peduli dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan persatuan, dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, kewarganegaraan/citizenship, ketulusan, berani, tekun, integritas, jujur, tanggung jawab, disiplin, visioner, adil, peduli, dan kerjasama[24]
              Kemendiknas dalam buku “ Panduan Pendidikan Karakter” sebagaimana dikutip oleh Heri Gunawan (2012: 35), menjelaskan bahwa:
              Nilai-nalai karakter yang dikembangkan di sekolah yaitu: nilai-nilai  karakter yang hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (religius), nilai-nilai  karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri yang di dalamnya meliputi (jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berfikir logis, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu), nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yang meliputi (sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, demokratis), nilai-nilai  karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, nilai kebangsaan yang meliputi (nasionalis, menghargai keberagamaan).[25]
              Sedangkan nilai-nilai karakter sebagaimana dikatakan oleh Arry Ginanjar sebagaimana dikutip dalam bukunya Dharma Kesuma “ Pendidikan Karkater Kajian Teori Dan Praktek Di Sekolah” (2012: 13) ada tujuh nilai yang diusung yaitu: jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerja keras, adil dan peduli[26]
           
            7. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi karakter manusia yang mana para ahli menggolongkan ke dalam dua bagian yaitu faktor intern dan faktor ekternal.
1.      Faktor intern
Terdapat banyak banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini diantaranya : a) insting atau naluri, pengaruh naluri pada diri seseorang sangat tergantung pada penyalurannya, naluri dapat menjerumuskan manusia kepada kehinaan, tetapi dapat juga mengangkat kepada derajat yang tinggi. b) Adat atau kebiasaan, kebiasaan merupakan salah satu faktor yang juga sangat penting, karena sikap dan perilaku yang menjadi karakter sangat erat sekali dengan kebiasaan, yang dimaksud dengan kebiasaan adalah perbuatan yang selalu di ulang-ulang sehingga mudah untuk di kerjakan. c) kehendak atau kemauan, kemauan adalah kemauan untuk melangsungkan segala ide dan segala yang dimaksud. d) suara hati. suara hati berfungsi memperingatkan bahayanya perbuatan buruk dan berusaha untuk mencegahnya. d) keturunan, dalam kehidupan kita dapat melihat anak-anak yang berperilaku menyerupai orang tuanya bahkan nenek moyangnya sekalipun jauh.
2.      Faktor ekstern
Selain faktor intern ada juga yang sangat mempengaruhi karakter manusia diantaranya. a) pendidikan, pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter sehingga baik buruknya seseorang tergantung pada pendidikan karena pendidikan ikut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang diterimanya. b) lingkungan, manusia adalah mahluk sosial sehingga dalam kehidupanya tidak akan pernah lepas dari pergaualan dengan sesame dan didalam pergaulan inilah manusia secara tidak langsung akan terbentuk karakter yang sesuai dengan lingkunganya. [27]
Ratna Megawangi menjelaskan bahwa terbentuknya karakter itu adalah ditentukan oleh 2 faktor yaitu :
1)       Nature (Faktor Alami Atau Fitrah) Agama mengajarkan bahwa setiap manusia    mempunyai kecenderungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan.
2)      Nurture (Faktor Lingkungan) Secara garis besar lingkungan yang mempengaruhi karakter.[28]
Sehingga dalam hal ini Pendidikan (sekolah) sangat berperan di dalam menentukan pembentukan  karakter anak, Hal ini dapat dipahami dari ayat di bawah ini:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ   (سورة النحل: ٨)
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Al-Nahl, 16: 78)[29]

Dalam resolusi majelis umum PBB adalah "keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan ke mampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.
Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa setiap orang tua dan guru ingin membina anaknya menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian dan sikap mental yang kuat serta akhlak yang terpuji. Semuanya itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik pendidikan di sekolah atau di luar sekolah. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui penglihatan dan pendengaran akan menentukan pribadinya[30]. Hal ini sesuai pula dengan yang dilakukan Luqmanul Hakim kepada anaknya

øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ (سورة لقمن: ١٣)
Terjemah (Ma’nahu walloohu subhaana Wa ta’alaa bil a’lam): Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.  (QS. 31 : 13).[31]

8. Faktor-Faktor Pembentuk Karakter
           
Secara umum faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal.[32]
Faktor internal adalah kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat manusia yang secara bersamaan mempengaruhi perilaku manusia. Faktor internal tersebut di antaranya :
Ø  Instink Biologis (Dorongan biologis) seperti makan, minum dan hubungan biologis. Karakter seseorang sangat terlihat dari cara dia memenuhi kebutuhan atau instink biologis ini. Contohnya adalah sifat berlebihan dalam makan dan minum akan mendorong pelakunya sersifat rakus/tamak. Seseorang yang bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya akan memiliki karakter waro, zuhud dan qona’ah yang membawanya kepada karkater sederhana.
Ø  Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, penerimaan dan aktualisasi diri. Seperti orang yang berlebihan dalam memenuhi rasa aman akan melahirkan karakter penakut, orang yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan penghargaan akan melahirkan karakter sombong/angkuh. Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya, maka dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.
Ø  Kebutuhan pemikiran, yaitu kumpulan informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti isme, mitos, agama yang masuk ke dalam benak seseorang akan mempengaruhi cara berfikirnya yang selanjutnya mempengaruhi karakternya.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi karakternya. Faktor eksternal tersebut di antaranya faktor keluarga dalam membentuk karakter anak, kemudian faktor sosial yang berkembang di masyarakat yang kemudian disebut budaya, serta lingkungan pendidikan yang begitu banyak menyita waktu pertumbuhan setiap orang, baik pendidikan formal seperti sekolah atau pendidikan informal seperti media massa, media elektronik atau masjid.[33]
            Dalam perkembangannya, sebagian faktor itu bersifat mutlak/tetap dan sebagian lainnya bersifat nisbi/berubah. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:
“ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi “.[34]

            Kalimat “fitrah” mewakili karakter muslim. Kalimat “bapaknyalah” bisa bermakna orang tua dan setiap pihak yang mempengaruhi karakternya, dan kalimat “Yahudi, Nasrani serta Majusi” mewakili karakter atau sifat bukan bangsa atau ras.
Dengan adanya kedua faktor itu, maka bisa disimpulkan bahwa karakter seseorang tergantung kepada dua hal yaitu karakter fitriyah yaitu sifat bawaan yang melekat serta karakter muktasabah yaitu sifat yang terbentuk dari lingkungan alam, sosial dan pendidikan.[35] Rasulullah bersabda :
Ilmu diperoleh dengan belajar dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun” (HR Bukhori).[36]

9. Peran  Kantin Dalam  Membentukan  Karakter Peserta didik
Dari pemaparan di atas sangat jelas bahwa keberadaan kantin sekolah ada hubungan yang erat dengan bagaimana pembentukan karakter peserta didik, walaupun tidak tampak akan tetapi bisa kita lihat hasilnya.
Diakui atau tidak untuk realisasi pendidikan karakter memang tidak bisa hanya dicukupkan saja di dalam kelas, karena hal itu hanya berbentuk teori sehingga dianggap perlu media yang lain seperti dalam hal ini kantin dijadikan terobosan baru di dalam membentuk karakter peserta didik.
Seperti apa yang dikatakan oleh Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:      
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
2. Ketidakjujuran yang semakin membudaya
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru    dan figur pemimpin,
4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian,
5. Penggunaan bahasa yang semakin memburuk,
6. Penurunan etos kerja,
7. Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara,
8. Meningginya perilaku merusak diri,
9. Semakin kaburnya pedoman terhadap nilai-nilai moral.[37]
Mengingat begitu pentingnya pendidikan karakter, maka terasa sangat penting untuk dicarikan alternatif baru demi harapan besar dari pendidikan karakter yang sudah lama didengungkan dapat berhasil, karena apa yang direalisasikan dalam proses pembelajaran masih kurang mengenak pada diri peserta didik sebagai indikasinya masih banyaknya peserta didik yang melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya bertentangan dengan nilai-nilai karakter seperti membudayanya ketidak jujuran atau kebohongan.
Karakter peserta didik yang diharapkan disini tentu tidak hanya pada peserta didik itu disiplin, tanggung jawab dan nilai-nilai lain akan tetapi juga nilai kejujuran yang sekarang ini sudah mulai luntur di dalam diri peserta didik, baik itu peserta didik sekolah dasar sampai pada peserta didik tingkat menengah atas.
Di samping juga peran sekolah orang tua dan masyarakat adalah mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk karakter pada anak, sehingga sangat tepat ketika sekolah dalam hal ini sebagai wadah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merealisasikan sebuah kantin kejujuran dengan tujuan agar dapat membekali anak-anak dengan nilai-nilai karakter.
Walaupun kita akui bersama bahwa dalam membentuk karakter bukan selesai seperti dapat disulap, akan tetapi ketika terus ditanamkan maka nilai-nilai tersebut sudah pasti akan tertanam dalam diri anak-anak.
 
C.    PEMBAHASAN
Dalam pengumpulan data yang berjudul “Efektivitas Kantin Kejujuran Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik” peneliti menggunakan metode observasi, interview dan dokumentasi kemudian dari hasil pengumumlan data ini peneliti menggunakan analisis deskriptif  kualitatif adalah teknik analisa data yang bersifat non angka atau data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut dan selanjutnya penganalisaan dilakukan dengan menggunakan interpretasi logis terhadap data-data yang diperoleh dan dianggap sesuai dengan pokok permasalahan.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tersruktur dan semi struktur, alasan dasarnya adalah dengan mengunakan dua macam wawancara supaya data yang di peroleh lebih akurat, dan untuk subjek yang akan peneliti ajak wawancara
Adapun yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah Ketua Yayasan, Tenaga Pendidik, Pengurus Kantin, Tokoh Masyarakat dan Peserta Didik. Sedangkan penyajian data dari penelitian ini di Yayasan Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep adalah mengenai efektivitas realisasi kantin kejujuran yang telah didirikan oleh Yayasan tersebut terhadap pembentukan karakter peserta didik dari tingkat RA sampai MA khususnya pada ranah kejujuran.

1.      Realisasi kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik.
Sebagai bagian dari manajemen layanan peserta didik yang hal ini merupakan hal yang tidak terpisahkan dari sebuah lembaga yaitu kantin yang untuk sekarang ini marak diadakannya kantin kejujuran.
Berbicara tentang efektivitas kantin kejujuran, tentu tidak serta merta kita memvonis bahwa program ini tidak jalan atau gagal total, karena masih ada sekolah yang hingga saat ini masih menjalankan program tersebut.
Melalui kantin ini mereka berharap akan muncul dan tumbuh sifat jujur pada peserta didik di sekolah. Ending-nya diharapkan terbentuknya generasi yang taat hukum dan mempunyai karakter serta moralitas tinggi terhadap bangsa. Namun seiring waktu berjalan, program ini tampaknya mengalami hambatan, kantin kejujuran seakan “mati suri”.
Walaupun realita di lapangan sudah menunjukkan suatu proses yang gagal dilakukan oleh lembaga akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan usaha yayasan Taufiqurrahman di dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didiknya dengan mencoba terobosan lewat kantin kejujuran.
“………..Awalnya kami agak ragu dengan usaha yang kami lakukan ini yang berupa kantin kejujuran, kantin ini di bentuk berawal dari  saran-saran dari teman-teman guru yang manyoritas guru yang mempunyai latar belakang organisatoris dan juga tokoh masyarakat, sehingga saya merasa tertantang untuk segera mendirikannya kantin ini walaupun  sangat sederhana[38]
Mendirikan kantin kejujuran memang bukan hal gampang akan tetapi tidak mungkin dilakukan oleh lembaga-lembaga baik di perkotaan maupun di pedesaan yang notabenenya mempunyai banyak kekurangan baik yang berkaitan dengan sarana maupun makanan yang mewah layaknya di kota-kota besar.
Yayasan Taufiqurrahman mungkin bisa dikatakan sebagai sekolah yang pertama di pedesaan dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik lewat kantin yang disebut dengan kantin kejujuran, walaupun sebagaimana  dikatakan oleh ketua Yayasan di atas yaitu sangat sederhana, akan tetapi hal ini perlu diberi apresiasi yang positif. Karena telah mencoba terobosan baru dalam menghadapi degradasi moral atau lebih tepatnya menurunnya nilai-nilai karakter pada peserta didik.
Kantin kejujuran merupakan sebuah media hasil kecerdasan manusia dengan objek benda yang diperjual-belikan kepada peserta didik dengan dimediasi oleh nilai-nilai kejujuran dalam sebuah peraturan.[39]
Seperti kantin yang lain kantin kejujuran yang ada di Yayasan Taufiqurrahman ini juga dikelola oleh para pengurus kantin sehingga dengan pengurus itulah semua terorganisir.
“……… saya mendirikan kantin ini tentu selain memang suatu kebijakan dari Yayasan, sebenarnya beberapa bulan sebelum kebijakan itu turun saya memang mempuyai inesiatif untuk mendirikan kantin kejujuran, karena saya melihat nilai-nilai karakter kejujuran untuk sekarang sudah mulai memudar bahkan tidak jujur menjadi hal yang biasa, makanya dari itu kalau tidak dimulai dari sekolah kapan lagi mungkin kalau dirumah orang tua anak-anak sebagian tidak masuk pada penanaman nilai layaknya disekolah.[40]
Pemaparan pengurus kantin tersebut di atas sangat tepat jika kita korelasikan dengan realitas yang ada di negri kita Indonesia, yang mana untuk saat-saat nilai kejujuran sudah tidak di indahkan kembali terutama bagi para politisi yang terjerat kasus korupsi.
Ngainun Naim (133.2012) menjelaskan kondisi Negara kita mungkin memang sudah para, tetapi nilai jujur harus terus-menerus diperjuangkan.  Semua pihak yang memiliki kesadaran akan pentingnya kejujuran harus berusaha semaksimal mungkin untuk menanamkan nilai kejujuran kepada setiap orang, khususnya anak didik, sebab jika tidak kehidupan bangsa ini akan menghadapi masa depan yang suram.[41]
“….. saya memilih kantin ini dengan nama kantin kejujuran yang tujuannya tiada lain dan tiada bukan adalah kantin ini akan kami jadikan suatu tempat untuk menanankan nilai kejujuran kepada anak-anak. Walaupun sebagain teman-teman guru tidak setuju dengan kantin kejujuran karena melihat sekolah  yang bertempat di perkotaan seperti SMA 1 Sumenep yang juga menerapkan kantin kejujuran tetapi tidak lama bubar karena rugi.[42]
Semangat pengurus kantin Yayasan Taufiqurrahman seperti pengakuannya memang sangat benar karena langkah awal yang bisa dilakukan tidak harus dimulai dari hal besar, aspek kecil dan sederhana justru memiliki peranan yang  sangat  besar  untuk membangun kesadaran terhadap nilai kejujuran.
Seperti makna jujur itu sendiri yang berarti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang. Jujur merupakan nilai penting yang harus dimiliki setiap orang, jujur tidak hanya diucapkan tetapi juga harus tercermin dalam perilaku sehari-hari. Seperti pepatah kuno mengatakan “ kejujuran adalah mata uang yang laku di mana-mana. Bawalah sekeping kejujuran dalam saku anda, maka itu telah melebihi mahkota raja sekalian”.[43]
“………. Saya  sangat apresiatif sekali terhadap kebijakan Yayasan yang dalam hal ini diujudnyatakan dengan didirikannya kantin kejujuran yang mana terobosan baru itu bagi saya merupakan kilas balik dari proses pembelajaran di kelas dimana peserta didik tidak hanya dibekali dengan teori-teori saja sedangkan aplikasi belum terlaksana[44]
Melihat terhadap apa yang dipaparkan oleh bapak Sunahwi, S.Pd.I di atas sepertinya memang diakui atau tidak keberadaan kantin kejujuran tersebut di Yayasan Taufiqurrahman sudah ditungu-tunggu keberadaannya karena akan ada dampak yang nyata bagi peserta didik khsusunya di dalam mengaplikasikan teori yang didapat di kelas.
Sebagaimana dikatakan oleh Novan Ardy Wiyani yaitu kantin kejujuran merupakan suatu sistem kontrol yang dapat mengarahkan tindakan peserta didik dan memperbaiki tindakannya dengan mendasarkan tindakannya pada umpan balik. Jadi pada kantin kejujuran peserta didik sebagai simulator akan menjadi pelaku koreksi diri (self corrective behavior) khususnya koreksi diri dalam hal kejujuran mereka ketika membeli sesuatu di kantin kejujuran.[45]

Dalam hal ini terjustifikasi oleh tokoh masyarakat sekitar Yayasan Taufiqurrahman, bahwa dengan keberadaan kantin kejujuran tersebut beliau serta sangat setuju yang mana Yayasan Taufiqurrahman telah mendirikan kantin kejujuran apalagi jika kantin itu bisa diterapkan dengan baik atau efektif.
“ saya sangat mendukung jika Yayasan Taufiqurrahman mengadakan kantin kejujuran, karena kapan lagi anak-anak mau dibekali dengan praktik kejujuran dalam artian agar kejujuran itu tidak hanya teori tapi ada bukti yang nyata.”[46]
Sebanyak apapun teori tapi tanpa ada realisasi dalam kehidupan sehari-hari maka hal tersebut tidak akan berguna seperti dalam pepatah Arab yang artinya “ ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah”  Sehingga mencoba hal baru di dalam memberikan kilas balik terhadap teori di dalam kelas itu sangat penting seperti apa yang dijelaskan oleh pengajar Matematika di bawah ini.
“………… dengan didirikannya kantin kejujuran ini menurut saya sangat baik, baik dalam hal ini di samping bisa menanamkan nilai-nilai kejujuran juga anak-anak khusunya yang masih kurang pinter dalam menghitung bisa mengaplikasikan terhadap materi yang saya sampaikan di dalam kelas ketika proses terjadi transaksi. Walaupun saya yakin ada juga yang tidak jujur dalam proses terjadinya transaksi, tidak jujur di sini bisa jadi salah dalam menghitung berupa kembaliannya atau harus membayar berapa soalnya bagi anak-anak yang masih MI terkadang masih belum tahu juga menghitung, seperti yang saya alami ketika mengajar di dalam kelas[47]
Praktik langsung merupakan suatu metode yang cukup efektif karena pada dasarnya kejujuran itu tidak bisa hanya lewat mulut akan tetapi butuh ujud nyata dalam kehidupan. Di samping hal tersebut Heri Gunawan dalam bukunya “ Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi”, mengatakan bahwa  untuk menanamkan karakter memerlukan metode khusus seperti metode pembiasaan,  metode pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan[48]. Dengan metode ini kebiasaan-kebiasaan jujur akan cepat menyerap pada diri peserta didik.
 “…………saya mengambil barang jika harganya sesuai dengan uang yang saya punya, saya takut jika harus mengambil makanan sedangkan uang saya tidak cukup. Walaupun saya tahu bahwa tidak akan ada yang tahu jika saya mengambilnya. Dan juga walaupun ada penjaganya kan itu hanya memperbaiki snack yang dijatuhkan sama adik-adik tapi tidak terus melihat anak-anak ketika mengambil kembalian atau membayarnya. [49]
Dari pengakuan dari peserta didik di atas harapan besar dari didirikannya kantin kejujuran tersebut sudah tercapai atau dalam artian sudah efektif  karena ada indikasi takut untuk mengambil barang yang melebihi uang yang mereka punya, akan tetapi tidak semua peserta didik ketika peneliti mewawancarai mereka yang malah menjawab terbalik, dalam artian masih ditemui peserta didik yang mengambil barang atau makanan yang melebihi uang yang mereka punya atau sama sekali tidak membayarnya. Seperti yang peneliti wawancarai peserta didiki tingkat MTs berikut ini.
“……….yang saya tahu masih banyak teman-teman yang mengambil makanan tapi tidak bayar biasanya ketika istirahat kan banyak mau membeli sehingga tidak mungkin ada yang tahu apalagi penjaganya hanya memperbaiki yang jatuh-jatuh saja, termasuk juga mengambil kembalian yang lebih. Coba seandainya ada CCTVnya mungkin bisa dilihat dan bisa mengetahui siapa saja yang tidak jujur, ya..kalo seperti itu anak-anak banyak mengambil kesempatan dalam kesempitan[50]
Fasilitas merupakan intrumen penting dalam segala apapun seperti dalam kantin kejujuran ini sudah bisa dipastikan bahwa jika fasilitas tidak memadai apalagi untuk mengontrol terjadinya transaksi tidak ada maka akan ada indikasi kecurangan-kecurangan.
“…….jujur itu sepertinya sulit mas.. sepengalaman saya menjaga kantin ini sering menemui anak-anak yang tidak jujur biasanya ketika membayarkannya, dan saya catat anak-anak yang curang tersebut dan dikasikan kepada kesiswaan[51]
Pada dasarnya kantin kejujuran sebuah kantin yang prinsipnya sama seperti kantin sekolah biasa pada umumnya. Perbedaan mendasar hanya terletak pada tidak ada penjaga kantin yang bertugas melayani dan mengawasi keluar masuk barang dan uang
Karena tidak ada penjaga kantin, maka setiap siswa yang ingin membeli barang dan makanan yang disediakan di kantin kejujuran ini hanya bisa melihat bandrol harga dan label barang yang tersedia di kantin kejujuran tersebut. Biaya yang dikeluarkan siswa sesuai dengan banyak transaksi barang dan jumlah harga keseluruhan barang yang mereka beli tersebut[52].
Menurut Dante, salah satu tujuan dihadirkannya kantin kejujuran di sekolah-sekolah adalah dalam rangka membentuk karakter jujur para siswa sejak dini, sebagai bagian dari upaya memerangi dan memutus mata rantai tindakan korupsi di Indonesia.[53]
Namun yang terjadi di Yayasan  Taufiqurrahman sepertinya bagian dari tujuan kantin kejujuran seperti yang dikatakana oleh Date di atas masih belum sepenuhnya terbukti.
“………semenjak saya menjadi penjaga barang di kantin ini awalnya masih penuh tapi sekarang barang-barangnya sudah mulai berkurang dan pendapatannya juga sudah mulai berkurang, ya maklum mas banyak yang tidak bayar. Kayaknya masih belum efektif jika lembaga ini mendirikan kantin seperti ini soalnya fasilitasnya masih kurang[54]
2.      Pengelolaan kantin kejujuran dalam membentuk karakter peserta didik di Yayasan Taufiqurrahman.
Kantin kejujuran merupakan upaya untuk mendidik akhlak peserta didik agar berperilaku jujur. Kantin kejujuran adalah kantin yang menjual segala kebutuhan peserta didik baik berupa makanan, minuman serta segala perlengkapan peserta didik baik berupa alat tulis menulis maupun buku tulis. Semuanya dipajang dalam etalase kantin kejujuran tanpa ada penjaga,sebagaimana lazimnya sebuah kantin yang kita kenal selama ini.
Di dalam Kantin dipajang kotak uang, yang berguna untuk menampung hasil transaksi peserta didik. Bila ada kembalian maka mereka sendiri yang mengambil dan menghitung hasil kembaliannya. Di kantin ini dibangun kesadaran peserta didik untuk berbuat jujur tanpa harus diawasi oleh pendidik ataupun pengelola kantin.Tujuan utamanya adalah mengukur kejujuran peserta didik sehingga dengan pengalaman mereka itu ia akan menjadi anggota masyarakat yang jujur ke depan.[55]
Pengelolaan  kantin kejujuran dilaksanakan secara mandiri. Para peserta didik atau para pembeli itu mengambil sendiri aneka minuman dan makanan ringan atau pun barang yang diinginkan. Di sana tidak ada petugas yang berjaga maupun yang mencatat apa saja yang dibeli peserta didik. Uniknya, setiap peserta didik yang mengambil barang langsung menuliskan apa yang dibeli dan membayarnya tunai. Karena tidak ada penjaganya, maka mereka meletakkan uang tersebut ke dalam kotak yang telah disediakan.[56]
Oleh sebab itu, para pengelolanya dituntut untuk kreatif dalam menyiasati pangsa pasar. Misalnya, dari segi penataan ruangan harus diatur sedemikian menarik, menu yang disediakan bervariasi, harga yang sesuai dengan kondisi ekonomi peserta didik, dan sebagainya.
Selain itu, harus dijalin kerja sama yang baik dengan semua elemen sekolah seperti guru, karyawan, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Komite Sekolah, juga dengan para pengelola kantin konvensional. Tujuannya, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pihak-pihak yang dilibatkan itu bisa bekerja sama dan cepat mengatasinya.[57]
Berbeda dengan apa yang terjadi di Yayasan Taufiqurrahman di mana kerja sama dengan guru dan OSIS masih kurang sebagaimana deskripsi wawancara peneliti berikut ini dengan sebagian guru.
“…….saya memberikan nilai plus untuk Yayasan ini karena telah berani mendirikan kantin kejujuran yang lembaga lain sangat sedikit yang mencobanya akan tetapi kekurangannya kantin di sini masih sangat kaku dan sepertinya berjalan sendiri-sendiri. Dan kelihatanya OSIS belum banyak peran di dalamnya[58]
Pengakuan dari seorang guru di atas secara tidak langsung senada dengan apa yang dijelaskan oleh pengurus berikut khususnya yang berkaitan dengan realisasi kantin kejujuran.
 “ …….. kantin ini sangat sederhana mas soalnya fasilitas yang tersedia juga sangat kurang jika melihat pada kantin-kantin kajujuran yang lain sudah baik”[59]
Dari penjelasan pengurus di atas bahwa kantin yang direalisasikan di Yayasan Taufiqurrahman masih sederhana, dan ketika peneliti melihat langsung di tempat desain ruangan masih kurang baik serta penataan barang masih belum diklasifikasikan menurut harga yang hal tersebut mempermudah peserta didik.
Untuk harga barang jualan di kantin ini lumayan terjangkau, sebagaimana deskripsi wawancara peneliti dengan pengurus kantin berikut
“……..harganya cukup bervariasi dari 500 sampai 1000 soalnya kasihan anak-anak takut tidak punya uang” [60]
Sejauh pengamatan atau observasi peneliti di kantin tersebut memang makanan yang dijual secara harga sudah sangat baik soalnya dengan harga yang paling murah hingga paling mahal peserta didik bisa menjangkau uang saku mereka. Dengan kata lain yang berkaitan dengan harga barang bisa dikatakan memenuhi standar untuk kantin yang secara geografisnya seperti di Yayasan Taufiqurrahman itu.
Kantin kejujuran akan selalu diidentik dengan nilai-nilai kejujuran, sebagaimana kantin kejujuran di lembaga lainya, peserta didik di Yayasan ini ketika melaksanakan transaksi uang di simpan pada kotak yang telah tersediah dan telah diklasifikasi sesuai dengan nominal uangnya. Sebagaimana penjelasan dari pengurus berikut.
“……. Dari awal kantin ini berdiri memang sudah kami beri kotak yang tertempel kertas di mana bacaannya nominal uang yang harus dimasukkan oleh siswa atau mengambil kembaliannya.” [61]
Penyediaan kantin kejujuran di sekolah harus ditopang oleh manajemen yang efektif dan efisien. Artinya, pelaksanaan program kantin kejujuran mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga evaluasi harus dilakukan dan diarahkan kepada kemajuan dan hasil yang optimal. Proses pembukuan keuangan maupun laporannya juga harus cermat dan teliti. Tidak kalah pentingnya, penerapan kantin kejujuran di sekolah dilaksanakan atau beroperasi di jam-jam tertentu sehingga tidak mengganggu kepentingan sekolah yang lainnya.
Hal ini  berbeda dengan realitas yang terjadi di Yayasan Taufiqurrahman yaitu
“…… yang saya tahu kantin ini masih perlu perbaikan di ranah manajemen saja soalnya jika itu bisa direalisasikan saya yakin kantin ini akan berjalan dengan baik. [62]
            Keberhasilan dari proses manajemen kantin tersebut tidak akan pernah terlepas dari evaluasi, karena pada ranah inilah akan diketahui berhasil tidaknya sebuah proses. Akan tetapi bagian dari manajemen itu sendiri yaitu evaluasi  masih belum sepenuhnya diindahkan oleh Yayasan ini, hal itu diketahui dari penjelasan pengurus kantin yaitu sebagai berikut.
“……setahu saya semenjak jadi pengurus selama satu tahun ini rapat evaluasi untuk setiap bulannya belum direalisasi, kadang dua atau tiga bulan sekali.” [63]
            Dari beberapa informasi hasil wawancara yang dilakukan dengan responden. Maka secara garis besar usaha yang ditempuh Yayasan ini masih bermasalah dalam ranah manajemen kantin.
            Disamping itu juga Yayasan Taufiqurrahman jika ditinjau secara fasilitas masih belum mampu atau siap dalam merealisasikan kantin kejujuran yang notabenenya dituntut dengan nilai-nilai kejujuran. Serta kurang adanya kemampuan sumber daya manusia yang ada di Yayasan Taufiqurrahman dalam mengelola kantin kejujuran.
            Realitas lain yang tidak bisa dilupakan kurang berhasilnya kantin kejujuran khsususnya di Yayasan Taufiqurrahman karena secara georafis Yayasan ini jauh dari perkotaan, walaupun hal tersebut kurang mempunyai pengaruh yang segnifikan, terhadap berhasil tidaknya kantin kejujuran itu sendiri.
D.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan peneliti pada analisis data, maka kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:
1.      Yayasan Taufiqurrahman adalah lembaga yang ada di bawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia adalah secara georafis bertempat di desa terpencil tepatnya di Dusun Telenteyan Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep, yang terdiri dari lembaga formal dan non formal.
2.      Yayasan ini berdiri pada tahun 1980-an, dengan pengasuhnya K. Marzuki hingga sampai sekarang. Yayasan ini berdiri atas dasar keperihatinan beliau terhadap masyarakat setempat yang notabenenya pada waktu sebelum didirikan Yayasan ini terbelakang dalam ranah pendidikan.
3.      Yayasan Taufiqurrahan telah mendirikan Kantin Kejujuran pada tahun 2011 yang lalu, kantin ini bediri atas inisiatif  dari para tenaga pendidik serta yang menjadi landasan paling utama berdiri karena melihat realitas di lapangan nilai-nilai kejujuran sudah mulai luntur sehingga dengan kantin ini Yayasan Taufiqurrahman mengharapkan nilai-nilai kejujuran bisa tertanam dalam diri peserta didik. Kantin kejujuran di Yayasan Taufiqurrahman masih belum sepenuhnya dilepas seperti kantin-kantin kejujuran yang lainnya, akan tetapi masih ada petugas yang mana petugas tersebut tidak untuk mengawasi akan tetapi sekedar merapikan barang-barang yang jatuh saja.
4.      Dilihat dari perspektif manajemen, pengelolaan kantin kejujuran di Yayasan Taufiqurrahman masih kurang baik, seperti pengelolaan kantin kejujuran di lembaga lain. Masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki seperti manajemen, sarana prasarana. Juga yang perlu diperhatikan dalam masalah desain tempat dan fasilitas CCTV. Kantin kejujuran di Yayasan Taufiqurrahman walaupun sederhana dan sistem pengelolaan masih perlu diperbaiki, akan tetapi nilai-nilai kejujuran yang  menjadi tujuan akhir dari kantin ini telah nampak bagi diri siswa, banyak di antara mereka yang peneliti temui di lapangan merasa takut dan berdosa jika berbohong atau mencuri barang-barang kantin. Untuk keefektivitasan kantin kejujuran yang ada di Yayasan Taufiqurahman dalam membentuk karakter peserta didik masih kurang efektif, soalnya masih ditemui oleh peneliti peserta didik yang masih tidak jujur walaupun jumlahnya sangat sedikit dan biasanya mereka peserta didik yang kelaparan dan tidak punya uang untuk membeli. Juga sistem pengelolaan yang perlu ditingkatkan karena hal itu merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kantin kejujuran.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwi, Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002),

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, dalam CD Rom al-Maktabah al-Syamilah al-Hadis al Syarif, Volume XX, h. 247, hadis nomor 6094.
           
As-Suyuti, ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr al-Ma’tsûr, Toha Putra, Semarang,1995,

Barnawi ,et al., Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, ,2011),

Barnawi dan M.Arifin, Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, ,2011)
Depertemen Agama Republik Indonesia , Al Quran  dan Terjemah,  (Surabaya : Mahkota,  1989)
Dharma Kesuma, et al., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011)

Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta: Yuma Pustaka 2010)

Her Gunawan,  Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi, (Bandung : 2012)

Luqman.,” Implementasi Kebijakan Konvergensi Gas Kontradiks Terhadap Kesejahteraan Dan Nilai Efektivitas “ Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,(Surakarta: Perpustakaan Sospol,2012)

M. Dahlan Al Barri, et al. , Kamus Ilmiah Popular, (Yogyakarta, Arkola, 1994)

Muhammad Anis Matta, “Membentuk Karakter Cara Islam”,(Jakarta : Al- I’tishom Cahaya Umat, 2003) cet Ke-tiga
Novan Ardy Wiyani, Peran Guru Dalam Penanaman Nilai-Nilai Kejujuran
Melalui Kantin Kejujuran, Jurnal  Dialektika,( Bumiayu VOl 1 NO. 1 SEP – DES 2011)
Ratna Megawati, Character Parenting Space (Bandung: Read 2007)
Rusyadi, Kamus Indonesia Arab (Jakarta: Rineka Cipta 1995)
Sururi, Manajemen Peserta didik,( Jawa Barat : Al pabeta,2009)
Abd. Majid, “Pentingnya Pendidikan Berbasis Karakter”, website NU, akses Sumenep 05 April 2012
Agus Wibowo, Kantin Kejujuran dan Pendidikan Moral, Koran suaramerdeka.com, akses tanggal 19 maret 2013.
Depdiknas. 2007. Manajemen Layanan Khusus: materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta. Akses Tanggal 20 Desember 2012
http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/efektifitas tidak tercapai. akses Tanggal 29 Desember 2012
Pendidikan Karakter Hanya Teori, Koran Suara Pembaharuan Memihak Kebenaran,(Jakarta), akses Sabtu, 29 Desember 2012
Wurianto, Arif Budi. 2010. Pendidikan Karakter ( Character Building) Dalam Menghadapi Kancah Global. Diunduh dari www.wurisan.blogspot.com , akses Tanggal 20 Desember 2012
www.mendikdasmen.kemdiknas.go.id, akses Tanggal 19 Desember 2012
Zakiah Daratjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang 1991) Cet. XIII, h.56.



[1] Pendidikan Karakter Hanya Teori, Koran Suara Pembaharuan Memihak Kebenaran,(Jakarta), akses Sabtu, 29 Desember 2012
[2] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Bab II dasar, fungsi dan tujuan.  pasal 2. Yaitu pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar Negara republik  Indonesia tahun 1945. Pasal 3 pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
[3] Barnawi ,et al., Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, ,2011), h. 17
[4] www.mendikdasmen.kemdiknas.go.id, akses Tanggal 19 Desember 2012
[5] Depertemen Agama Republik Indonesia Al Quran  dan Terjemah,  (Surabaya, Mahkota, 1989),  h.  645
[6] As-Suyuti, ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr al-Ma’tsûr, Toha Putra, Semarang,1995, hal:352
[7] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, dalam CD Rom al-Maktabah al-Syamilah al-Hadis al Syarif, Volume XX, h. 247, hadis nomor 6094.
[8]  Barnawi, at al., Op Cit, h. 17              
[9] Abd. Majid, “Pentingnya Pendidikan Berbasis Karakter”, website NU, akses Sumenep 05 April 2012
[11] Sururi, Manajemen Peserta didik,( Jawa Barat : Al pabeta,2009) ,  h. 203
[12] M. Dahlan Al Barri, et al. , Kamus Ilmiah Popular, (Yogyakarta, Arkola, 1994), h. 128
[13] Luqman.,” Implementasi Kebijakan Konvergensi Gas Kontradiks Terhadap Kesejahteraan Dan Nilai Efektivitas “ Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,(Surakarta: Perpustakaan Sospol,2012), h . 5
[14] http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/efektifitas tidak tercapai. akses Tanggal 29 Desember 2012
[16] Depdiknas. 2007. Manajemen Layanan Khusus: materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta. Akses Tanggal 20 Desember 2012
[17] Ibid., h. 20
[18] Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta: Yuma Pustaka 2010), h. 12
[19] Rusyadi, Kamus Indonesia Arab (Jakarta: Rineka Cipta 1995),h, 391
[20] Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwi, Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002),  h. 364 dan 863.
[21] Ratna Megawati, Character Parenting Space (Bandung: Read 2007),h. 9.
[22] Dharma Kesuma, et al., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 24
[23] Wurianto, Arif Budi. 2010. Pendidikan Karakter ( Character Building) Dalam Menghadapi Kancah Global. Diunduh dari www.wurisan.blogspot.com , akses Tanggal 20 Desember 2012
[24] Ibid,.  h. 19
[25] Her Gunawan,  Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi, (Bandung : 2012), h. 35
[26] Dharma kesuma,at al., pendidikan karkater kajian teori dan praktek di sekolah, (Bandung : 2012), h. 13
[27] Heri Gunawan, Op Cit, h. 19-20
[29] Depertemen Agama Republik Indonesia , Al Quran  dan Terjemah,  (Surabaya : Mahkota,  1989), h.  413
[30] Zakiah Daratjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang 1991) Cet. XIII, h.56.
[31]Depertemen Agama Republik Indonesia, Al Quran  dan Terjemah,  (Surabaya : Mahkota,  1989), h.  645,
[32] Muhammad Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam”,(Jakarta : Al- I’tishom Cahaya Umat, 2003) cet Ke-tiga h. 35
[33] Ibid,. H. 24
[34] Arbaosyuro Al Baihaki, Ahkamus Syarhi O’mda Al Ahkam, op. cit., h. 5
[35] Ibid., h. 25
[36] Arbaosyuro Al Baihaki, Ahkamus Syarhi O’mda Al Ahkam, op. cit., h. 5
[37] Barnawi dan M.Arifin, Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, ,2011), h. 17
[38] Wawancara dengan ketua Yayasan, tanggal 13 Maret 2013
[39] Novan Ardy Wiyani, Peran Guru Dalam Penanaman Nilai-Nilai Kejujuran
Melalui Kantin Kejujuran, Jurnal  Dialektika,( Bumiayu VOl 1 NO. 1 SEP – DES 2011), h. 5
[40] Wawancara dengan pengurus kantin bapak Asnawi Adlan, S.Pd.I. tanggal 30 Maret 2013
                   [41] Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia, 2012) h. 133
[42] Wawancara dengan pengurus kantin bapak Asnawi Adlan, S.Pd.I. tanggal 30 Maret 2013
[43] Ibid,. h. 132
[44] Wawancara dengan bapak Sunahwi, S.Pd.I pengajar Aqidah Akhlak MI dan MA
[45] Novan Ardy Wiyani, op.cit, h.5
[46] Wawancara dengan Jakfar sebagai tokoh masyarakat, tanggal 28 Maret 2013
[47] Wawancara dengan bapak Amjid, Ama. Tanggal 20 Maret 2013
[48] Heri Guanawan, Pendidikan Karakter, Konsep Dan Implementasi, (Alpabeta, Bandung, 2012), h. 93
[49] Wawancara dengan siswi kelas X MA.tanggal 28 Maret 2013
[50] Wawancara dengan siswa kelas IX MTs tanggal 30 Maret 2013
[51] Wawancara dengan penjaga kantin, tanggal 30 Maret 2013
[52]Anom,Eko.2011.“EfekNegati Kantin  Kejujuran.”http://notesanom.wordpress.com/2011 /11/02/efek-negatif-adanya-kantin-jujur/. Di akses online tanggal 29 Maret 2013
[53] Tribunnews.COM, akses Senin, 15 Oktober 2012 14:31 WIB
[54] Wawancara dengan petugas kantin, tanggal tanggal 30 Maret 2013
[55] Ibid,. h. 25
[57] Agus Wibowo, Kantin Kejujuran dan Pendidikan Moral, Koran suaramerdeka.com, akses tanggal 19 maret 2013.
[58] Wawancara dengan bapak Suroso, tanggal 30 Maret 2013
[59] Wawancara dengan pengurus kantin, tanggal 30 Maret 2013
[60] Wawancara dengan pengurus kantin, tanggal 29 Maret 2013
[61] Wawancara dengan pengurus kantin, tanggal 29 Maret 2013
[62] Wawancara dengan bapak Mudarris, tanggal 30 Maret 2013
[63] Wawancara dengan pengurus kantin, tanggal 29 Maret 2013
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Fawaid Zaini Aisyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger