Latest Movie :
Recent Movies
SAATNYA SEKOLAH SWASTA MENJUAL PENDIDIKAN
Fawaid Zaini*

Akhir-akhir ini kita banyak jumpai benner penerimaan siswa baru yang menghias di pinggir jalan raya, baik itu jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI), madrasah Tsanawiya (MTs), Madrasah Aliyah (MA) bahkan sampai kejenjang perguruan tinggi (swasta), semuanya sama-sama mengeluarkan jurus ampu agar menarik perhatian masyarakat untuk memilih sekolahnya.
Dari begitu banyaknya benner tersebut penulis sempat berasumsi bahwa kini telah terjadi kompetensi yang hebat antar lembaga pendidikan dalam hal merebut siswa baru sehingga keungulan masing-masing lembaga ditampakan dan sulit sekali yang menunjukkan kekurangannya atau jujur dengan kekurangan yang dipunyai. Dengan strategi tersebut di atas maka penulis melihat ada indikasi jual_beli atau dengan kata lain pemasaran pendidikan yang terjadi, ini sama halnya dengan penjualan barang di pasar yang mana antar penjual sama-sama menunjukkan kelihayannya dalam menarik minat pembeli.
Istilah pemasaran pendidikan mungkin terasa asing di telinga kita dan para pengelola lembaga pendidikan sekolah karena dalam istilah itu terkesan danya anggapan bahwa madrasah adalah usaha bisnis dagang. Tetapi, sebenarnya sudah banyak istilah dan konsep bisnis yang telah masuk dan diterapkan kedunia pendidikan (seperti, misalnya, 'manajemen', 'supervisi', cost-benefit analysis, dlsb.) (Arief Furchan:2012).
Dalam hal ini diperkuat dengan buku pengantar ekonomi yaitu sering disebutkan bahwa ada dua hal yang diperjua-belikan: barang dan jasa (goods and services). Dan ranah pendidikan adalah termasuk pada jual beli jasa.Yang juga sama dengan jual beli barang oleh produksi durasi waktunya juga terbatas dalam artian hasil produknya harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan produk yang sudah lama akan ditinggalkan olehkon sumennya untuk mencari produk yang baru.
Pemasaran pendidikan di era ini merupakan sebuah keharusan terkait dengna era yang sarat akan kompetitif di berbagai ranah, sehingga lembaga pendidikan sekolah yang tidak bisa menarik minat masyarakat maka siap-siap lembaganya gulung tikar walaupun ada peminatnya kebanyakan diantara karena tidak diterima di sekolah-sekolah favorit. Sehingga konsekuensi logisnya lembaganya ujuduhu kaadamihi.
Sehingga muncul pertanyaan yaitu bagaimana dapat merebut konsumen (siswa baru)? Yang hal ini merupakan momen yang tidak bisa kita sebagai pengelola pendidikan anggap remeh.
Sekolah akan menjadi buruan konsumen ada beberapa hal penting yang harus di realisasikan yaitu peningkatan:
     1.      Manajemen personalia pendidikan
Personalia dalam pendidikan adalah pendidik dan tenaga kependidikan, mereka semua merupakan ujung tombak dalam proses pembelajaran, karena proses pendidikan tidak akan berhasil dengan baik jika pendidiknya kurang professional, peran pendidik dalam proses pembelajaran yang mempunyai tempat yang sangat strategis bahkan jika boleh dikatakan melebihi metode.
A.Malik Fadjar mengatakan “ Al-thariqah ahammu min al-maddah walakinna al mudarris ahammu min thariqah” artinya metode lebih penting dari pada materi, tetapi guru lebih penting dari pada metode.
      2.      Manajemen kesiswaan pendidikan
Manajemen kesiswaan adalah pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari awal masuk (bahkan sebelum masuk) hingga akhir (tamat) dari lembaga pendidikan.(Mujamil Qomar :2007)
Artinya bahwa sekolah tidak berhenti pada proses penerimaan saja akan tetapi peserta didik diproses menjadi jasa yang benar-benar dapat memuaskan masyarakat, tentu dalam hal ini dengan diadakannya program-program yang meningkatkan minat dan bakat mereka, selain proses pembelajaran yang wajib mereka realisasikan
      3.      Manajemen kurikulum pendidikan
Kurikulum jika penulis boleh konotasikan adalah sebagai ruh dan sekolah sebagai jasadnya, sehingga di sini perlunya realisasi kurikulum yang benar-benar sesuai dengan prinsip manajemen kurikulum.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum adalah sebagai berikut:
1.      Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam pelaksanaan kurikulum harus sangat diperhatikan. Output (peserta didik) harus menjadi pertimbangan agar sesuai dengan rumusan tujuan manajemen kurikulum.
2.      Demokratisasi, proses manajemen kurikulum harus berdasarkan asas demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
3.      Kooperatif, agar tujuan dari pelaksanaan kurikulum dapat tercapai dengan maksimal, maka perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak yang terkait.
4.      Efiktivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan kurikulum harus dapat mencapai tujuan dengan pertimbangan efektif dan efisien, agar kegiatan manajemen kurikulum dapat memberikan manfaat dengan meminimalkan sumber daya tenaga, biaya, dan waktu.
5.      Mengarahkan pada pencapaian visi, misi, dan tujuan yang sudah ditetapkan. (Kiswan:2012)
      4.      Manajemen keuangan pendidikan
Pada ranah keuangan tentunya menjadi sorotan yang tidak kalah pentingnya dari manajemen yang lain, dalam kaitannya dengan keuangan ini maka sekolah harus menciptakan transparasi keuangan dan jauhi ketua yayasan dan kepala sekolah untuk memegang uang dengan kata lain sentralisitik kekuasaan, serahkan masalah keuangan pada bendahara.
Dan yang perlu juga diperhatikan yaitu komponen utama manajemen keuangan yaitu: budgeting (penganggran belanja), implementation involves accounting (pelaksanaan penganggaran) dan evaluation involves (proses  evaluasi terhadap pencapaian sasaran).(Mulyasa:2002).
      5.      Manajemen sarana prasarana pendidikan
Sarana prasarana dalam pendidikan merupakan bagian yang tidak bisa dipadang sebelah mata, artinya bahwa sarana prasana bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan.
Manajemen sarana prasarana bertugas serta menjaga semua kekayaan sekolah agar dapat memberikan kontribusi terhadap proses pendidikan secara optimal. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pangadaan,pengawasan, penyimpanan,inventarisasi,penghapusan serta penataan.( Mulyasa:2002)
Dan komponen penyempurna lainnya adalah seperti meningkatkan:
      1.      Manajemen masyarakat pendidikan
      2.      Manajemen layanan
      3.      Manajemen mutu pendidikan
      4.      Manajemen perubahan pendidikan
      5.      Manajemen struktur pendidikan
      6.      Manajemen konflik pendidikan
      7.      Manajemen komunikasi pendidikan
Oleh karena itu jika hal di atas dapat terealisasi dengan baik maka tidak perlu memasang benner dimana-mana karena masyarakat sudah tahu dengan sendirinya tentang bagaimana sekolah tersebut. Dan juga penulis berasumsi bahwa sekolah yang memasang benner dengan keunggulan yang dipampang menunjukkan sekolah tersebut bukan sekolah yang benar-benar unggul atau berkualitas.
Lihat saja sekolah yang berkualitas atau unggul maka sedikit diantara mereka yang banyak menyebar brosur dan memampang benner dijalan-jalan. Yang ada malah masyarakat yang mencarinya dan bisa jadi akan datang untuk menanyakan proses pendaftaran.
Diakui atau tidak masyarakat banyak yang tertipu dengan benner yang dipampang di jalan-jalan. Mulai dari buruknya fasilitas, sumber daya guru yang tidak sesuai, program sekolah yang carut marut, bahkan sampai manajemen sekolah yang tidak jelas. Hal ini tentu saja akan membuat proses belajar mengajar menjadi tidak kondusif dan membuat input peserta didik yang bagus menjadi tidak optimal dalam proses pengembangannya. Kalau dipikir secara logika bagaimana mau menghasilkan output yang bagus kalau dalam diri sekolah tersebut saja masih banyak masalah.
Dan yang tidak bisa juga ditinggalakan lembaga pendidikan sekolah adalah dituntut untuk mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap perkembangan zaman atau kebutuhan masyarakat. Karena pengguna jasa pendidikan sekolah adalah masyarakat sehingga output yang dikeluarkan dapat memuaskan mereka.
Dibenarkan atau tidak bahwa yang masyarakat lihat adalah lebih pada output dari lembaga pendidikan sekolah tersebut.bukan pada berapa biaya pendidikannya, Sehingga jika outputnya baik dan berkualitas maka masyarakat akan memburunya dan memasukkan anak-anak mereka pada sekolah tersebut. Tidak peduli apakah harus bayar atau tidak.
Longos, 14 Juni 2013


*Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan semester delapan di STIA Beraji Sumenep. Asal desa Longos Gapura. Sekarang mengabdikan diri di MA Al Karimiyyah dan Yayasan Taufiqurrahman Longos.
EKSISTENSI  BAHASA MADURA DALAM LINGKARAN ERA GLOBALISASI
OLEH FAWAID ZAINI*

Merebahnya arus globalisasi dalam realitasnya tidak hanya menjadi konsumsi orang-orang perkotaan saja yang secara georafis sentral sebuah perubahan, kini dengan derasnya arus globalisasi itu telah merebah pada pedesan yang terpencil. Sehingga ada banyak perubahan yang secara signifikan terjadi baik itu berkiatan dengan pola pikir, budaya serta yang tidak bisa dipandang sebelah mata yaitu penggunaan bahasa ibu.
Diakui atau tidak bahwa era globalisasi saat merupakan indikasi terhadap semakin majunya sebuah Negara satu sisi dan sisi yang lain merupakan penjajahan yang terselubung. Hal itu terbukti sebagai contoh kecilnya yaitu penggunaan bahasa ibu yang mulai berkurang. Tidak sedikit para pemuda sebagai pewaris kebudayaan kali ini enggan menggunakan bahasa ibu bahkan dianggap gensi jika harus berbahasa ibu.  Bagi mereka berbahasa Indonesia dan inggris merupakan alat komunikasi mereka setiap hari. Dan dianggapnya keren.
Bahasa sebagaimana dikatakan oleh Dyastriningrum dalam bukunya Antropologi menyatakan bahwa bahasa adalah emas, bahasa adalah pondasi, bahasa adalah payung dalam  kata lain bahasa adalah sesuatu yang sangat berharga dan sangat diperlukan.
Dari apa yang di sebutkan di atas sangat jelas bahwa bahasa merupakan hal urgen dalam keidupan kita yang dalam hal ini hidup bermasyarakat yang tidak lepas dari menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Soalnya dengan bahasa manusia akan mengerti akan perintah, kemarahan, pujian bahkan akan penipuan.
Sehingga mau tidak mau ada tuntutan bagi para pemuda khususnya untuk pemeliharaan atau menjaga eksistensi dan konsistensi akan bahasa ibu karena jika hal tersebut ditinggalkan itu berarati menghilangkan identitas dirinya dan juga jati diri daerahnya.
Dalam hal ini dari banyak bahasa ibu di Indonesia, bahasa ibu yang mulai banyak ditinggalakan oleh masyarakatnya terutama perkotaan yaitu bahasa Madura.dibenarkan atau tidak bahwa kegandrungan masyarakat Madura khususnya para pemuda terhadap penggunaan akan bahasa ibu (red madura) saat ini sangat memperihatinkan dengan kata lain sangat menurun. 
Seperti yang apa yang dikatakan oleh lambertus l. Hurek  saat ini Madura sebagai ibu yang kaya akan bahasa telah mengalami degrasi. Dulu, penuturnya sekitar 15 juta orang, sekarang di bawah 10 juta. Data yang terakhir malah menyebutkan 6 juta. Dari 1981 sampai sekarang berarti sudah turun 9 juta penutur. Itu pun tidak semuanya aktif berbahasa Madura. Penutur yang aktif tinggal 6 juta.
Sungguh sangat meris melihat realitas yang terjadi di masyarakat Madura dalam hal ini apresiasi terhadap bahasa ibu yang jauh dari harapan besar. Karena hal tersebut bukan angka yang kecil akan tetapi sangat besar bagi kita.
Ada apa dengan bahasa Madura yang sebenarnya
Bahwa bahasa Madura disamping sebagai identitas akan kemaduraannya, bahasa Madura juga berkaitan erat dengan stratifikasi sosial masyarakat Madura. Dalam hal senadah dengan apa yang dikatakan Laksono dan Siegel: 1986 bahwa system stratifikasi sosial dikaitkan dengan jenis-jenis tingkatan bahasa yang digunakan dalam masyarakat, posisi sosial seseorang akan menetukan pilihan tingkat bahasa yang digunakan.
Bahasa Madura jika dilihat dari tingkatannya ada empat yaitu tinggi (abdhina dan panjhenengan), halus (kaula dan sampeyan), menengah (bula dan dhika) dan kasar atau mapas (sengko’ dan ba’na atau kake dan seda).(A. Latief Wiyata:2006)
Empat tingkatan bahasa tersebut di atas digunakan terhadap orang yang bebeda pula dalam artian orang Madura dalam berkomunikasi setiap hari dengan orang lain berbahasa disesuaikan dengan orang yang diajak berkomunikasi misalnya murid terhadap kiainya yang digunakan adalah bahasa tinggi, murid terhadap gurunya maka yang digunakan adalah bahasa halus,murid sesama murid yang seumuran bahasa yang digunakan bahasa kasar atau mapas.
Karena tingkatan bahasa Madura dalam hal ini tidak saja menunjukkan pada perbedaan linguisatik akan tetapi masuk pada ranah relasi yang sangat erat dengan status seseorang dalam system sosial. Maka kesalahan orang Madura dalam penggunaan berbahasa tidak hanya kesalahan linguisatik akan tetapi kesalahan sosial bahkan secara cultural kesalahan tersebut terutama penggunaan bahasa kasar yang digunakan bukan pada tempat dinilai sangat fatal atau janggal ( Red Madura).
Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa bahasa Madura adalah bahasa yang sarat akan nilai-nilai dan norma sosial. Karena secara otomatis dengan cara penggunaan bahasa dalam berkomunikasi setiap hari kita bisa mengetahui terhadap seseorang baik itu berkaitan dengan kesopanannya atau dengan ketidak sopanannya atau lebih tepatnya akan mengetahui terhadap karakter seseorang.
Bagaimana bahasa Madura yang sekarang
Bahasa Madura yang konon memiliki ciri dan keunikan tersendiri itu, akhirnya harus mengalami nasib yang sama sebagaimana terjadi pada nasib bahasa daerah lainnya. Padahal banyak kalangan terkagum-kagung ketika mendengarkan dialog antara orang Madura dengan menggunakan bahasa ibunya. Ada sesuatu yang menarik, yang pekat dengan ciri dan warna khas, yaitu Madura. Apalagi ketika ungkapan-ungkapan kias yang disampaikan penutur dengan bahasa puitis, begitu indahnya hati dan telinga mendengarkannya.(Syaf Anton Wr: 2012)
Bukan bermaksud untuk melebihkan realitas di lapangan bahwa sekarang masyarakat Madura mulai enggan menggunakan bahasa ibu sendiri, tanpa kita sadari dan akui terkadang kita memang merasa kurang keren jika harus berbahasa Madura terutama di dunia maya hal tersebut dapat kita lihat sebagai contoh kecilnya. Jejaring Facebook sejauh ini yang penulis temuai teman-teman yang kelahiran Madura ketika update status jarang yang menggunakan bahasa Madura padahal bagi penulis di wadah inilah tempat kita memperkenalkan bahasa Madura dikancah nasional .
Dari contoh terkecil di atas dapat kita tarik kesimpulan sementara bahwa kita (masyarakat madura) telah mulai meninggalkan bahasa ibu yang seharusnya kita jaga eksistensi dan konsistensinya. Malah kita lebih menggalakkan bahasa bahasa Indonesia da itupun bukan bahasa baku seperti salting, masbulo Dll.
Kurangnya minat masyarakat Madura menjaga bahasa ibu dipengaruhi beberapa faktor diantaranya:
1.      Tidak ada jurusan Bahasa Madura di perguruan tinggi
Diakui atau tidak tidak adanya perguruan tinggi yang ada jurusan bahasa Madura itu sangat mempunyai banyak pengaruh akan kepunahan bahasa ibu karena tempat yang edial diperguruan tinggi inilah para mahasiswa yang notabenenya bagian dari masyarakat untuk mengenal dan mendalami bahasa Madura.
2.      Gengsi
Masyarakat Madura terutama para pemudanya merasa inferior jika harus berbahasa Madura bahkan yang paling ngeri mereka mempunyai asumsi bahwa menggunakan bahasa Madura itu ngedeso, tradisional dan tidak keren.
Mereka lebih terlena dengan bahasa-bahasa baru baik itu dari bahasa asing dan bahasa Indonesia yang tidak baku terutama banyak kita temui dalam komunikasi setiap hari baik melalui via telfon dan SMS dan yang marak sekarang jejaring sosial seperti facebook, twitter dan lain-lain
3.      Kurangnya media
Dimadura sangat sedikit media bahkan bisa dikatakan tidak ada media yang mencoba menayangkan dengan menggunakan bahasa Madura, padahal lewat media inilah tempat yang sangat strategis untuk menjaga eksistensi dan konsistensi bahasa Madura (halus)
4.      Pola hidup dan pola komunikasi dalam keluarga
Dewasana ini lingkungan keluarga telah meninggalkan bahasa ibu terutama keluarga yang secara geografis di perkotaan, malah yang mereka perkenalkan pertama bagi anaknya yang baru belajar berbicara menggunakan bahasa Indonesia bahkan ada juga yang menggunakan bahasa asing (inggris), biasanya keluarga yang baik bapak atau ibunya menjadi guru pengajar bahasa inggris.
Sehingga anak menjadi kurang tertarik kepada bahasa ibu, atau bisa jadi bahasa ibu itu menjadi hal aneh bagi anak-anak mereka. Contohnya panggilan saja kepada ibu bapaknya sekarang lebih banyak menggunakan bahasa asing seperti bokap-nyokap, aba-ummi, papa-mama, sangat sedikit yang menggunakan panggilan eppak-embu’, rama-epu, emma’-mama’.
  1. Lemahnya kontrol masyarakat, institusi masyarakat, lembaga pemerintah, lembaga pendidikan dan para ahli (pakar).
Di faktor inilah yang sekarang ini juga mempersempit pemamahan masyarakat Madura untuk menjaga eksistensi dan konsistensi bahasa ibu. Lihat saja lembaga pendidikan formal (sekolah). Saat ini jarang kita temui yang memasukkan pelajaran bahasa Madura di kurikulumnya.
Apalagi dengan munculnya kurikulum baru saat ini yang lebih kepada penjurusan yang mana pelajaran yang disajikan semakin ramping sehinga bisa dipastikan memasukkan pelajaran bahasa Madura semakin sempit, soalnya dimuatan lokalnya lebih di isi dengan pelajaran yang lainya, seperti bahasa arab untuk yang jurusan IPA misalnya.
Padahal di ranah pendidikan sekolahlah tempat dimana peserta didik belajar banyak tentang berbagai hal yang berkaitan dengan budaya kita, serta di ranah inipulah yang sangat stategis untuk memperkenalkan tentang jati Madura.
Apa yang bisa kita lakukan
Menghadapi semakin terkikisnya bahasa ibu maka penulis mempunyai asumsi bahwa ada beberapa wadah yang bisa menjadi media diantaranya lembaga pendidikan formal(sekolah), pesantren dan seni tradisional (lodruk dan topeng). Karena pada wadah inilah tempat yang sangat strategis dan juga dianggap mampu untuk melestarikan bahasa ibu.
*      Pendidikan formal (sekolah)
Sekolah sebagai lembaga formal yang tujuan dasarnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan pewaris kebudayaan diharapakan mempunyai kontribusi besar terhadap pelestarian bahasa ibu. Disamping itu juga di sekolah pulalah tempat anak-anak atau pemuda untuk mendulang banyak ilmu pengetahuan.
Senadah dengan apa yang dikatakan oleh Syaf Anton Wr (2012) Salah satu dasar yang paling prinsipil untuk mengembalikan bahasa Madura sebagai bahasa kesatuan masyarakat Madura, yaitu melalui media pendidikan. Media pendidikan merupakan embrio yang signifikan dalam memperhatikan kekuatan bahasa Madura, karena dari sini generasi muda minimal dapat diingatkan kembali, setelah bahasa mereka diluar menggunakan bahasa pergaulan, sedang dalam lingkup keluarga telah terpatron dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Walaupun kita pahami bersama bahwa dengan munculnya kurikulum baru 2013 tersebut mempersempit mata pelajaran akan tetapi bukan berarti melupakan atau tidak memasukkan bahasa ibu (bahasa madura) sebagai bagian dari mata pelajaran. Karena sekali lagi penulis katakan bahwa pendidikan sekolah sangat mempunyai tempat yang strategis untuk melestarikan bahasa ibu, serta pembiasaan berbahasa Madura halus disaat berinteraksi baik siswa dengan siswa atau guru dengan siswa di luar kelas.
*      Pesantren
Dalam konteks bahasa Madura tak dapat dipungkiri bahwa pesantren hingga saat ini menjadi salah satu lembaga yang turut merawat pelestarian bahasa Madura. Selain digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dalam pengajian kitab-kitab kuning, dipesantren–pesantren tradisional bahasa Madura dipandang sebagai symbol tatakrama pergaulan sehari-hari.(M. Mushthafa:2013)
Bahasa Madura dengan pesantren bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa terlepas satu sama lain. Karena walaupun tidak berbentuk hukum tertulis harus berbahasa Madura (halus) para santri ketika ingin pamit pulang kepada kiainya mesti harus menggunakan bahasa Madura halus bahkan sampai diikuti dengan jalan nengkong (red madura) untuk masuk ke rumah kiai. Apalagi dalam proses pembelajaran kitab mesti menggunakan bahasa Madura.
*      Seni tradisional (Lodruk Dan Topeng)
Wadah yang terakhir inilah semakin tanpak ditinggalkan oleh masyarakat madura khususnya para pemuda, mereka berasumsi bahwa seni tradisional tersebut sangat katrok dan ngedeso. Bahkan dengan sangat tegasnya mengatakan bahwa lodruk atau topeng sebuah seni yang tidak ada latar belakangnya yang jelas, mereka lebih menyukai seni-seni yang diproduksi oleh Negara-negara barat
Terlepas dari halal dan haram yang hal ini sudah ada patokan dalam syariat islam kita coba lihat dari tatakrama dalam berkomunikasi antar mereka. Sebagai contoh bagaimana seharusnya anak berbahasa terhadap orang tuanya atau kita sebut dengan sebutan Rato, begitu sangat indah jika kita mendengarnya serta susunan bahasa yang penuh dengan puitis. Seharusnya lewat wadah ini anak-anak kita perkenalkan tentang bagaimana seharusnya berbicara dengan menggunakan bahasa yang sesuai aturan dalam bahasa Madura, selain itu anak bisa menghargai hasil karya petuah-petuah kita.
          
                                                                                             
Longos, 09 Juni 2013
*Mahasiswa semester ballu’ e STIA Beraji Sumenep, oreng dhisa Longos, se saat samangken ngabdhi e lembaga MA Al Karimiyyah Beraji  tor jughan e lembaga Taufiqurrahman Longos

BEBERAPA SIFAT PRIBADI TIDAK SEHAT BERDASARKAN AL-QURAN

SIFAT-SIFAT PRIBADI TIDAK SEHAT

Oleh: Aisyatul Umniyah 
Manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, sosisologis, dan spiritual, tentunya akan menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Kita sering menemui masalah yang dihadapi oleh orang-orang di sekitar kita dan mungkin juga diri kita sendiri yang mengalaminya, sehingga dalam berinteraksi sosial sering terjadi konflik antar tetangga, teman, bahkan keluarga sendiri. Ini menunjukkan bahwa pribadi kita tidak sehat kareana terjadi ketidakserasian dalam mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Allah Swt.
Beberapa indikasi sifat-sifat orang yang memiliki pribadi tidak sehat dan ini perlu perbaiki oleh setiap insan. Sifat-sifat ini dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, oleh karena itu konselor mempunyai peran untuk mendorong dan mengarahkan konseli yang membutuhkan bantuan kita untuk merubah sifat-sifat yang tidak baik menjadi lebih baik.

A.    Putus Asa
Putus asa berarti habis harapan, tidak ada harapan lagi. Seseorang dikatakan putus asa apabila tidak lagi mempunyai harapan tentang sesuatu yang semula hendak dicapai.
Penyebab seseorang putus asa biasanya karena terjadinya kegagalan yang berulang kali dalam mencapai cita-cita atau pengharapan sesuatu. Sebenarnya, penyebab utamanya bukanlah persoalan yang dihadapi semata-mata, melainkan cara menyikap persoalan tersebut.
Orang putus asa berarti kehilangan semangat dan ghairah untuk mencapai sesuatu yang semula diharapkan. Putus asa biasanya diikuti dengan sikap masa bodoh, tidak mau lagi berusaha. Islam mendidik umatnya agar tidak putus asa dari rahmat Allah. Allah swt. Berfirman dalam Q.S. Yusuf: 87 sebagai berikut.
  
Artinya:
“Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
Walaupun ayat di atas berkaitan dengan sejarah Nabi Yusuf a.s., namun dapat diambil pengertian secara umum bahwa setiap muslim hendaknya tidak putus asa dalam menghadapi masalah apapun.
Putus asa termasuk akhlak madzmumah, maka dampatnya amat negatif bagi dirisendiri dan orang lain. Setiap muslim harus menghindari diri dari putus asa. Cara untuk menghindarinya, antara lain:
a.       Merenungi kegagalan yang dialami orang lain sehingga dapat memperoleh perbandingan dari pengalaman pahit orang lain.
b.      Selalu yakin bahwa Allah akan memberi jalan keluar atas persoalan yang dihadapi apabila dirinya dekat dengan Allah swt.

B.     Rakus dan Serakah
Rakus dan serakah disebut juga tamak. Kata tamak berasal dari bahasa Arab طَمِعَ- يَطْمَعُ- طَمَعًا yang berarti loba, tamak, dan rakus. Secara istilah berarti terlampau besar nafsunya terhadap keduniaan, misalnya terhadap kekayaan harta benda. Orang yang terlampau besar nafsunya untuk memiliki harta mencurahkan pikiran dan tenaga agar dapat harta kekayaannya semakin banyak.
Allah swt. mencipta dunia ini sebagai sarana kehidupan manusia. Tanpa harta, manusia susah hidupnya, namun dengan harta pula, manusia dapat cealka (apabila tidak bersikap hati-hati). Larangan bersikap tamak atau rakus terungkap dalam firman Allah swt. berikut ini.
  
Artinya:
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.S. al-Hadid : 20)
Menghindari diri dari sifat tamak atau rakus berarti berusaha memiliki sifat qanaah. Adapun upaya untuk menghindari dari sifat rakus, antara lain:
a.       Sering memerhatikan kehidupan orang yang di bawahnya (yang lebih miskin) agar dapat mensyukuri nikmat yang diterima dari Allah swt.;
b.      Mengurangi perhatiannya terhadap orang-orang yang di atasnya (yang lebih kaya) agar tidak terpengaruh olehnya.

C.    Dendam
Dendam berarti keinginan yang keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Orang yang selalu ingin membalas kejahatan dengan kejahatan disebut pendendam. Dendam sering terjadi karena adanya sebagian anggota masyarakat melakukan hal-hal yang tidak terpuji.
Islam mendidik umatnya agar bersikap lapang dada, tidak dendam terhadap suatu kejahatan yang ditimpakan kepada dirinya. Apabila terpaksa harus membalas, hendaknya berimbang antara kejahatan yang diterima dengan yang ditimpakan kepada pelakunya. Allah berfirman dalam Q.S. asy-Syura: 40 sebagai berikut.
  
Artinya:
dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
Untuk menghindari perilaku dendam  dijelaskan dalam al-Quran sebagai berikut:

Artinya:
“dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (Q.S. Fussilat : 34-35)
Intinya adalah:
a.       Melatih diri untuk bersabar terhadap sesuatu yang mengecewakan hati.
b.      Menyadari sepenuhnya bahwa setiap manusia berpeluang untuk berbuat jahat.
c.       Menyadari bahwa dirinya sendiri suatu saat mungkin juga berbuat jahat sebagaimana orang lain berbuat jahat.

D.    Hilang Rasa Malu
“Bila ada pohon yang rindang, kerapkali yang dipuji adalah daun-daunnya yang banyak.  Juga dipuji batangnya yang kuat, besar, dan tinggi; dahan-dahannya yang kuat; atau ranting-rantingnya yang banyak.  Sedangkan akar-akarnya kerap dilupakan.  Padahal batang, dahan, ranting, dan daun tak akan bermakna apa-apa bila tidak diperkuat oleh akar.  Begitu akar tercerabut, maka tumbanglah batang, dahan, ranting, dan daun.  Begitu juga manusia atau kelompok manusia dalam suatu negeri.
Seseorang dianggap terpandang karena hartanya yang melimpah, pendidikannya yang tinggi, atau kedudukannya yang mapan.  Namun kadangkala rasa malunya jarang dianggap sebagai sesuatu kekuatan yang memperkuat.  Padahal bila tak diperkuat akarnya yang berupa rasa, ia lambat atau cepat akan tumbang.  Bila rasa malunya hilang, maka sama artinya dengan hilang unsur yang amat penting dari imannya.  Dalam keadaan itu tiada, seseorang akan gampang untuk berbuat apa saja, termasuk kejahatan yang bisa menyebabkan kerusakan diri dan masyarakat tempat ia berada.
jika orang itu sudah tidak lagi memiliki rasa malu maka dia akan berbagai perilaku buruk yang dia inginkan. Ini dikarenakan rasa malu yang merupakan faktor penghalang berbagai tindakan buruk tidak lagi terdapat pada diri orang tersebut. Siapa yang sudah tidak lagi memiliki rasa malu akan tenggelam dalam berbagai perbuatan keji dan kemungkaran.
Nabi bersabda,
اَلحْيَاَءُ وَ اْلإِيْمَانُ قَرْنًا جَمِيْعًا فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الْآخَرُ
Artinya:
“Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar dengan penilaian ‘shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim. Penilaian beliau ini disetuju oleh Dzahabi. Juga dinilai shahih oleh al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir, no. 1603).
Bahkan, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW dalam suatu hadits, kehilangan rasa malu pada suatu kaum, menjadi pertanda kehancuran besar bagi negeri kaum tersebut berada. 
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا اَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عًبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ مَقِيْتًا مُمَقّتًا نُزِعَتْ مِنْهُ الأَمَانَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الأَمَانَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ خَائِنًا مُخَوِّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ خَائِنًا مُخَوِّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ رَجِيْمًا مُلًعَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّّ رَجِيْمًا مُلًعَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ رِبْقَةُ الإِسْلاَمِ
Artinya:
“Sungguh jika Allah berkehendak untuk membinasakan seseorang maka akan Allah hilangkan rasa malu dari diri orang tersebut. Jika rasa malu sudah tercabut dari dirinya maka tidaklah kau jumpai orang tersebut melainkan orang yang sangat Allah murkai. Setelah itu akan hilang sifat amanah dari diri orang tersebut. Jika dia sudah tidak lagi memiliki amanah maka dia akan menjadi orang yang suka berkhianat dan dikhianati. Setelah itu sifat kasih sayang akan dicabut darinya. Jika rasa kasih sayang telah dicabut maka dia akan menjadi orang yang terkutuk. Sesudah itu, ikatan Islam akan dicabut darinya.”
Kiranya demikianlah yang terjadi saat ini di negeri ini.  Tidak sedikit orang, termasuk orang-orang penting, yang sudah demikian gampang berbuat keji karena hilang rasa malunya.  Dengan demikian, disadari atau tidak, kita sebagai bagian dari kaum tersebut sedang perlahan tenggelam dalam kehancuran.

E.     Kikir (al-Bakhl)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kikir diartikan sebagai sikap mental pelik dalam menggunakan hartanya. Sikap kikir tidak hanya terjadi pada sesuatu yang berkaitan dengan materi, tetapi juga terjadi pada non materi seperti kikir dalam memberi perhatian, kasih sayang dan dalam memberi nasehat dan petunjuk untuk kebaikan orang lain. Sifat kikir menunjukkan kekerdilan iman di jiwa. Menurut Rasulullah, dalam jiwa seseorang, tidak mungkin bersatu iman dan kikir. (HR. At- Thayalis).
Allah telah memberi tuntunan kepada umat mukmin tentang etika membelanjakan harta, baik untuk dirinya maupun orang lain, antara lain seperti yang disebut pada ayat berikut:
Ÿ
Artinya:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”. (QS. 17:29)
Melalui ayat ini, Allah mengingatkan bahwa sikap terlalu kikir menggunakan harta terhadap dirinya dan orang lain adalah hina. Demikian juga terlalu pemurah, karena sikap ini sering membuat seseorang menyesal yang mengakibatkan kehampaan nilai ibadah. Sikap yang baik dan dipuji ialah sikap hemat dalam arti sederhana, tidak terlalu kikir dan tidak pula terlalu dermawan.
Ada juga yang bakhil ilmu yaitu orang yang dikaruniai kelebihan kecerdasan dan kepandaiannya sehingga banyak ilmu, akan tetapi hanya digunakan untuk kepentingan pribadinya dan tidak mau memanfaatkan ilmunya yang dimilikinya untuk kepentingan masyarakat. Padahal, ilmunya sangat dibutuhkan oleh orang lain, bangsa, negara dan agamanya.
Orang yang kikir tidak hanya merugikan orang lain, akan tetapi dapat pula merugikan dirinya sendiri, karena orang yang kikir tidak akan diterima, disukai dalam pergaulan masyarakat, bahkan di akherat kelak pun akan menerima siksaan.
Rasulullah bersabda:
اَلْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ , بَعِيْدٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيْدٌ مِنَ الْجَنَّةِ قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ .......
Artinya :
“orang  yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat kepada neraka”.

F.     Pemalas (al-Kasl)
Pemalas ialah orang yang tidak punya motivasi, gairah dan nyali bekerja untuk memperbaiki hidup masa depan. Orang bersifat seperti itu disebut pemalas yang lebih senang berpangku tangan dan bertopang dagu menyaksikan orang lain sibuk bekerja keras dari pagi sampai sore memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam Islam sikap mental umat sperti ini termasuk penyakit rohani yang tidak sejalan dengan semangat Islam yang terus mendorong penganutnya supaya bekerja keras untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat seperti disampaikan dalam beberapa ayat dan hadist Rasulullah. Misalnya Allah berfirman:

Artinya:
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Ayat-ayat di atas, menunjukkan bahwa agama Islam memberikan perhatian besar terhadap usaha-usaha umat dalam memenuhi kelangsungan hidup dan memberi peringatan kepada umat Islam bahwa pemalas itu bukan sifat seorang muslim. Sifat malas melahirkan pengangguran. Pengangguran melahirkan kemiskinan. Kemiskinan melahirkan kekufuran. Islam tidak mengenal istilah pengangguran. Pengangguran lahir dari sikap malas, tidak bergairah untuk bekerja. Alasan tidak ada pekerjaan adalah keliru dan mengada-ada, sebab Allah tmengumumkan:
  
Artinya:
“Sesungguhnya pekerjaan di bumi ini beragam.”
Pada kenyataannya usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat beragam dan sulit disebut satu persatu. Di sisi Allah semua pekerjaan itu sama derajatnya.

G.    LALAI
Kelalaian merupakan lawan dari tafakkur. Dari sisi pandang akhlak, setiapkali tafakkur dan perenungan yang semakin tinggi maka hal itu akan menyebabkan ketinggian dan kesempurnaan manusia.
Sebaliknya kelalaian, betapapun kecilnya, dia pasti akan menjerumuskan manusia. Dan berdasarkan ungkapan al-quran bahwa kelalaian akan menjerumuskan manusia hingga ketingkatan hewan, dan bahkan lebih rendah lagi. Allah swt berfirman QS. Al-a’raf 179
 
Artinya:
dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Bagi orang-orang yang kelalaian telah menguasai hati mereka, mereka mempunyai mata namun mereka tidak dapat melihat dengan mata itu, mereka mempunyai telinga namun mereka tidak dapat mendengar dengan telinganya, dan mereka mempunyai hati namun mereka tidak dapat memahami dengan hatinya, meraka itulah sebagai binatang, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Walau sekiranya kita tidak memiliki dari lain tentang kelalaian selain dari ayat al-Quran ini, niscaya sudah cukup bagi kita untuk megatakan bahwa kelalaian adalah merupakan sifat yang tercela.
Pada ayat yang lain Allah berfirman bahwa kelalaian dapat mengunci hati dan menutup pendengaran dan penglihatan QS. An-Nahl 108

Artinya:
mereka Itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Orang-orang yang lalai tidak mempunyai hati, hati mereka terkunci. Mereka tidak mempunyai hati yang sadar, tidak mempunyai pendengaran yang mampu mendengar dan tidak mempunyai penglihatan yang mampu melihat. Sehingga pada akhirnya, gembok kelalaian telah mengurung mereka ke derajat binatang. Sifat kelalaian merupakan kebalikan dari sifat sadar dan mawas diri, dia mendorong manusia kepada kehancuran, dan dia mendorong kepada kehilangan dunia sebagaimana kehilangan akhirat.

H.    WAS-WAS
Was-was adalah lawan dari yakin. Was-was merupakan sifat tercela, dan terhitung lebih berbahaya dari sifat bodoh. Was-was merusak agama seseoang dan akhiratnya, dan juga mendorongnya kepada kesengsaraan.
Was-was menurut bahasa berarti dendangan, yaitu lintasan-lintasan pikiran. Al-qur’an al-karim menyebutkan bahwa sesungguhnya was-was hanya bagi mereka yang lemah hubungannya dengan Allah SWT. lintasan-lintasan pikiran yang buruk itu berasal dari teman yang buruk, dan juga akan mengena kepada teman yang buruk pula. Setan membisikkan kepada teman-temannya, dari kalangan orang-orang yang fasik dan banyak berbuat dosa, untuk membantah kamu. Allah berfirman dalam Q.S. an-Nas: 1-6

Artinya:
“Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”
QS. Az-Zukhruf: 36

Artinya:
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.”

Ayat diatas mengatakan bahwa orang yang tidak memperkuat hubungannya dengan Allah SWT, orang yang tidak mengerjakan shalat pada awal waktunya dan orang yang lalai dari mengiungat Allah SWT, maka setan akan mendatangi dan menemaninya selalu. Setan akan selalu menyertainya, dan akan meniupkan bisiskan-bisikan kepadanya dan memasukkan kesesatan di dalam hatinya,
Jadi dalam pandangan al-qur’an al-karim, di sana ada setan yang memasuki diri orang yang was-was. Meskipun orang yang was-was itu tidak melihatnya, namun senantiasa menyertainya, baik ketika dirumah, ketika tidur, ketika mengerjakan shalat dan ketika mandi. Setan berbicara dengannya tatkala dia sedang berwudhu. Misalnya dengan mengatakan wudhunya tidak sempurna, atau wudhunya batal karena muka belum terbasuh secara benar. Atau tatkala dia mandi, dan air telah mengenai kepala dan lehernya, setan menegtakan kepadanya bahwa mandinya tidak sempurna, dan mamaksakannya untuk menyelesaikan mandinya dalam waktu yang lama. Dan setiap kali orang itu bertambah dekat kepada setan maka diapun akan menghabiskan lebih banyak lagi waktunya untuk meyelesaikan mandinya.
Was-was itu ada dua jenis, ada was-was yang langsung, yaitu was-was yang mendorong manusia kepada perbautan dosa. Adapun was-was jenis lain adalah was-was khannas, yaitu was-was yang disertai dengan dalil dan pembenaran perkara. Bahaya was-was jenis yang kedua ini lebih besar dibandingkan bahaya was-was jenis pertama, dan bahaya orang yang was-was jauh lebih besar dari pada bahaya orang yang melakukan maksiat.

Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.”



DAFTAR PUSTAKA

Mazhahiri, Husain. Membentuk Pribadi Menguatkan Rohani. Jakarta: Lentera, 2001.
Ritonga, Rahman. Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia, Surabaya: Amelia. 2005.
T. Ibrahim, Darsono. Membangun Akidah dan Akhlak. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008.



 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Fawaid Zaini Aisyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger