BAB
I
PROPOSAL
PENELITIAN
- Judul Penelitian
Efektivitas Kantin Kejujuran Dalam Membentuk
Karakter Siswa
(Studi
Kasus Yayasan Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran
2012-2013)
- Latar Belakang
Dalam ranah pendidikan terdengar
banyak isu yang muncul belakangan ini, baik itu akan segera dirubahnya kurikulum
baru, sistem pendidikan yang masih perlu tanda tanya besar, Out put yang tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta semakin menurunnya karakter siswa.
Untuk
yang hangat diperbincangkan saat ini berubahnya kurikulum yang akan segera
dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2013 nanti, dari yang sebelumnya Kurikulum
Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 Ini merupakan suatu hal yang tidak bisa
dielakkan bagi Pendidikan Indonesia hal itu karena berangkat dari kurikulum
tersebut memang harus elastis atau dengan kata lain harus sesuai dengan
perkembangan zaman.
Berubahnya
kurikulum yang akan segera direalisasikan yaitu kurikulum 2013 tentu mengundang pro dan kontra di masyarakat
lebih-lebih para praktisi pendidikan. Sehingga hingga kini masih menjadi
perbincangan yang masih belum menemukan titik terang walaupun sudah diputuskan
bahwa kurikulum tersebut mau tidak mau akan di uji coba tahun 2013 nanti. akan
tetapi yang esensial dari perbicangan tersebut adalah tentang kurikulum baru yang
dikaitkan dengan merosotnya moral siswa atau karakter siswa.
Ketika berbicara
masalah karakter siswa tentu bukan merupakan hal yang baru akan tetapi hingga
kini sepertinya munculnya kurikulum pendidikan karakter itu masih belum bisa
menjawab realitas di lapangan yang ada hubungannya dengan karakter yang
belakangan ini sudah sangat mengerikan, baik itu dari siswa yang bolos sekolah,
tawuran, minum-minuman keras serta banyak ditemukannya adegan-adegan mesum yang
pelakunya adalah anak yang masih bersetatus sebagai siswa.
Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA) Linda Amalia
Sari Gumelar mengungkapkan keprihatinannya terhadap tawuran dan kekerasan
antarsiswa yang menelan korban. Ia mengimbau agar kurikulum pendidikan karakter
di sekolah jangan hanya berupa teori, melainkan praktek nyata.[1]
Untuk
tawuran siswa yang menyita perhatian public adalah tawuran antarsiswa
SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta, pada Senin 21 September 2012 di kawasan Bulungan, Jakarta
Selatan. Tawuran ini menyebabkan Alawi, siswa dari SMAN 6 meninggal dunia.
Tentu ini merupakan contoh sebagian saja dan masih banyak juga yang
terjadi selain kejadian itu.
Beda
lagi dengan isu-isu yang terjadi di lapanga dimana banyak siswa yang dikejar-kejar
oleh satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) gara-gara bolos masuk sekolah. Dan
masih banyak kejadian-kejadian yang hal tersebut menyita perhatian masyarakat
serta menunjukkan bahwa pendidikan kita masih jauh dari harapan besar UU Sikdiknas No. 20/2003.[2]
Melihat realitas tersebut tentu yang
harus kita lihat kembali adalah bagaimana pendidikan karakter yang telah muncul
yaitu tepatnya pada bulan Mei 2010. Mau tidak
mau kita harus akui bahwa pendidikan karakter yang jika kita hitung secara
matemtis sudah cukup lama itu tidak ada feed back nyata terhadap
karakter siswa seperti yang memang didengungkan sejak 2010.
Seperti apa yang dikatakan oleh
Herbert Spencer sebagaimana yang dikutip oleh (“Barnawi dalam bukunya yang
berjudul Starategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter.
Hal 17”) bahwa pendidikan adalah merupakan objek pendidikan karakter, dan kita akui bahwa pendidikan karakter yang kita
laksanakan memang tidak serta merta akan menampakkan bentuk/hasil, tetapi merupakan
proses panjang[3].
Walaupun hal di atas dapat
dibenarkan tetapi realitasnya pendidikan karakter itu sepertinya hanya berhinti
di silabus dan rencana proses pembelajaran (RPP) saja tidak pada peraktek
langsung di lapangan sehingga siswa hanya kaya akan kognitifnya saja dalam
artian nilai-nilai karakter itu kurang diindahkan oleh para siswa. Hasilnya nihil
dan tidak heran jika siswa masih banyak yang bolos, tawuran, minum-minuman
keras serta makna kejujuran masih belum tertanam dalam diri siswa. Di samping
itu juga kegagalan anak disekolah bukan karena faktor kecerdasan otak tetapi
pada karakter, yaitu percaya diri, kemauan bekerja sama, kemauan bergaul,
kejujuran.[4]
Padahal
tidak sedikit para orang tua menyekolahkan anaknya yang tujuannya agar anaknya
mempunyai ahklak atau karakter yang baik, akan tetapi dalam realitasnya sekolah
masih ada yang kurang mengindahkan terhadap apa yang dimaui oleh para orang tua
siswa.
Padahal sekolah adalah tempat yang sangat strategis bahkan
yang utama setelah keluarga untuk membentuk akhlak/karakter siswa.Bahkan
seharusnya setiap sekolah menjadikan kualitas akhlak/karakter sebagai salah
satu Quality Assurance yang harus dimiliki oleh setiap lulusan
sekolahnya.
Dalam hal ini peran sekolah jika kita lihat dari kacamata
agama islam yaitu
“Fithratallahil latii fatharan naasa ‘alaiha.Laa tabdiila
likhalqillah.”
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدَّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لاَيَعْلَمُوْنَ
“…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah…” (Q.S. Ar-Rum: 30)[5]
“Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh
dengan latihan menjadi santun.”
(H.R. Bukhari)
Di samping hal di atas para peneliti, dan tokoh pendidikan
dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter ini:
John Stuatr Mill dalam buku yang ditulis oleh (Barnawi Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran
Pendidikan Karakter, 2011), h.
17
menyatakan
bahwa pembangunan karakter sebagai solusi untuk masalah sosial dan merupakan
pendidikan edial.
Theodore Roosevelt, mantan
presiden USA yang mengatakan:
“To educate a person in
mind and not in morals is to educate a menace to society”
“Mendidik seseorang dalam
aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada
masyarakat.”[6]
Mahatma Gandhi
memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu 1. Kekayaan tanpa
kerja,2. Kenkamatan tanpa suara,3. Bisnis tanpa moralitas (etika),4. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, 5. Agama tanpa pengorbanan, 6. Politik tanpa prinsip, dan
yang ke-7 “education without character”
(pendidikan tanpa karakter)[7]
Dari beberapa pendapat di atas sangat jelas
sekali bahwa pendidikan karakter itu sangat penting dan tentunya untuk merealisasikan
itu jangan hanya di proses KBMnya saja akan tetapi mencoba terobosan-terobosan
baru seperti yang dilakukan oleh lembaga Taufiqurrahman dimana di lembaga ini
dibuatnya kantin kejujuran. Kantin merupakan suatu wadah baru yang tidak banyak
lembaga lain melakukan ini yaitu kantin yang memang diserahkan langsung kepada
siswa dalam pengelolaannya. Lembaga di sini hanya menyediakan bahan saja
sedangkan dalam proses pengelolaannya langsung siswa semua dari transaksinya
hingga penyetoran uang dari hasil jualan.
Dan apa yang dilakukan oleh lembaga ini
sangat tepat melihat nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab serta nilai-nilai
lainya sudah mulai mengurang, dan disamping itu hal ini juga merupakan layanan
khusus yang menunjang manajemen peserta didik yang memang harus lembaga berikan
kepada siswanya, agar makanan yang akan dikonsumsi bisa terjamin kebersihannya
serta bergizi[8]
Dari uraian di atas mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian di Yayasan Taufiqurrahman yang bertempat di Desa Longos Kecamatan
Gapura Kabupaten Sumenep yang untuk saat ini telah memberikan layanan kepada
siswa yang berbentuk kantin kejujuran. Dan harapan peneliti adalah dari hasil
penelititna ini akan menjadi bahan pijakan dalam pengambilan keputusan oleh
lembaga serta mampu didalam memjawab tantangan pendidikan yan sekarang telah
mengalami kemunduran diberbagai ranah, sebagai contoh kecil semakin berkurannya
nilai-nilai karkater sisawa. Oleh karena itu saya mengangkat sebuah tema “EFEKTIVITAS KANTIN KEJUJURAN DALAM MEMBENTUK
KARAKTER SISWA”.
C.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang diatas, maka penulis dapat membuat beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1) Apakah
efektif realisasi kantin
kejujuran dalam membentuk karakter siswa?
2) Bagaimana
pengelolaan kantin kejujuran dalam membentuk karakter siswa di yayasan Taufiqurrahman?
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang
hendak penulis inginkan adalah:
1.
Untuk mengetahui tentang bagaimana efektifitas kantin kejujuran dalam membentuk
karakter siswa.
2.
Untuk mengetahui model-model yang dipakai oleh Yayasan Taufiqurrahman dalam
pengelolaan kantin kejujuran.
- Manfaat Penelitian
a)
Secara Teoritis
Secara teoritis hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi semua pihak,
khususnya pada pihak-pihak yang berkompeten dengan permasalahan yang diangkat
serta dapat memperkaya khazanah dan wawasan keilmuan.
b)
Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna bagi :
- Lembaga sekolah. Dapat memberi kontribusi sebagai bahan pengembangan Manajemen Pendidikan (MP) serta dapat dijadikan sarana terhadap peningkatan manejemen dan layana peserta didik.
- Pendidik (guru). Sebagai rujukan bagi guru dalam mengembangkan karakter siswa sehingga dapat membentuk pribadi yang mempunyai nilai-nilai karakter sesuai dengan harapan besar dari dibentuknya kurikulum pendidikan karakter.
- Peneiliti.
Sebagai bahan
pengembangan dalam penulisan karya tulis ilmiah dan untuk mengembangkan
pengetahuan di bidang Manajemen
Pendidikan (MP).
BAB IVMETODE PENELITIANA. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
setiap penelitian. Karena dalam metode diharapkan berbuat cermat dan teratur
dalam usaha penemuan dan pengembangan kebenaran sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai. Pengertian metodologi adalah berasal dari bahasa yunani
“metodos” yang berarti jalan atau cara. Sehubungan dengan itu maka suatu yang
harus mendapat perhatian penting adalah research. Research adalah sebagai usaha
untuk menemukan, mengembangkan dan mengisi ilmu pengetahuan.
Jenis penelitian pada penelitian tersebut adalah deskriptif
kualitative, sebab peneliti mengidentifikasi dan menggambarkan hasil penelitian
dengan kata-kata bukan menggunakan angka.
Penelitian
ini disebut penelitian Studi Kasus (Case Studies), yakni Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam
tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan
sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh
dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data untuk
selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori.
Sebagaimana
prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari
wawancara, observasi, dan arsif. Studi kasus bisa dipakai untuk meneliti
sekolah di tengah-tengah kota di mana para siswanya mencapai prestasi akademik
luar biasa[1].
Dalam konteks ini adalah efektifitas kantin kejujuran dalam membentuk karakter
siswa. Yayasan Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep
- Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini sebuah lembaga yang ada dibawah naungan KEMENAG yaitu
lembaga swasta, dengan nama lembaga yang akan saya teliti adalah Yayasan
Taufiqurrahman. tempatnya di Dusun Telenteyan RT 001 RW 007 Desa Longos
Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep.
Lembaga ini merupakan satu-satunya lembaga formal yang ada didesa Longos
yang jika dihitung matematis umurnya merupakan lembaga tertua se-longos. Dari
itulah menarik perhatian saya untuk meneliti di lembaga ini yang sedang mencoba
terobosan baru yaitu membentuk kantin
kejujuran sebagai upaya menanamkan karakter pada siswanya.
Untuk waktu penelitian ini saya mulai pada Bulan Desember 2012
hingga nanti pada Bulan Pebruari 2013. Sehingga terhitung selama tiga bulan
proses penelitian.
Yang menjadi alasan dasar waktu proses penelitian ini selama tiga
bulan adalah karena dibulan Januari saya masih harus mengikuti program wajib
yaitu PPL II, sehingga meresa kurang jika hannya dicukupkan dua bulan saja,
karena penelitian ini menggunakan pendekatan kulitatif yang mana peneliti harus
terjun langsung dilapangan, tidak seperti pendekatan penelitian yang laianya.
- Subjek Dan Objek Penelitian
Dalam bukunya Suharsimi Arikunto (Manajemen
Penelitian) Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh
peneliti. Jika kita bicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara
tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran
peneliti. Untuk subjek dari penelitian ini adalah semua Guru Yayasan Taufiqurrahman dan semua Siswa Yayasan mulai dari tingkat
Madrasah Ibtidaiyah (MI/SD) hingga tingkat Madrasah Aliyah (MA/SMA)
Sedangkan Objek Penelitian adalah sesuatu yang akan diteliti oleh penelitian, dalam hal ini
objeknya adalah kantin sekolah. Yang sampai sekarang telah berjalan selama satu
tahun.
- Teknik Dan Intrumen Pengumpulan Data
Teknik
ini sangat penting dalam suatu penelitian, karena baik buruknya hasil suatu
penelitian sebagian bergantung pada teknik pengumpulan datanya. Dalam penelitian
kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi
yang alamami), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak
pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara
mendalam (in depth interriview) dan dokumentasi.
Seperti
apa yang dikatakanoleh Catherine Marshal, Grettch B, Rossman sebagaimana yang
dikutip oleh Sugiono, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D Hal 225) menyatakan bahwa “the fundamental
methods relied on by qualitive researchers for gathering information are,
participation in the setting, direct observation, in-depth interviewing,
document review”[2]
Maka peneliti menggunakan beberapa teknik
dengan harapan dan mencakup seluruh data yang di perlukan agar penelitian
menjadi lebih akurat.
1)
Observasi.
Teknik ini diartikan sebagai metode pengamatan secara teliti tentang obyek
penyusunan, berupa pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena yang diselidiki secara langsung. Teknik pengumpulan data dengan
observasi diguanakan bila, peneliti berkenan dengan perilaku manusia, proses
kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar[3].
Observasi jika dilihat dari proses pelaksanaan
pengumpulan data, observasi tersebut ada tiga diantaranya pertama observasi
berperan serta dalam artian peneliti terlibat langsung disetiap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sumber data setiap hari. Dalam hal ini
peneliti sambil melakukan pengamatan, sehingga sebagai konsekuensinya logisnya
peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, serta ikut
merasakan suka dukanya. Kedua observasi observasi terus terang atau tersamar,
dalam penelitian ini peneliti secara terus terang memberi tahu kepada sumber
data bahwa peneliti sedang mengadakan penelitian. Akan tetapi dalam waktu
tertentu peneliti tidak harus memberitahukan bahwa dirinya sebagai
peneliti karena menghendari kalau ada
suatu data yang memang masih dirhasiakan.
Data yang diperoleh secara observasi tersebut dilakukan
oleh peneliti di bilik-bilik kantin, sekolah dan di halaman sekolah dengan
memperhatikan keadaan siswa selama menjalankan proses transaksi dikantin berlangsung
tanpa membuat siswa menyadari bahwa saat itu telah terjadi pengamatan tentang kejujuran
siswa dalam membeli makanan serta proses penanaman nilai-nilai karakter pada
siswa.
Ketiga observasi tak berstruktur yaitu observasi
yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.
Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan
diamati.[4]
2)
Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti inigin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.[5]
Esterberg (2002) sebagaimana yang
dikutip oleh Sugiono, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D Hal 233) mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak struktur.
1.
Wawancara terstruktur (structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tetang informasi apa yang akan diperoleh. Dengan wawancara terstruktur
ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data
mencatatnya.
2.
Wawancara semiterstruktur (semistructure interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept intervie, diaman dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka,
dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
3.
Wawancara tak berstruktur (unstruktur interview)
Wawancara tidak tersruktur adalah wawancara yang bebas
diaman peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yagn telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpul datanya.
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum
mengatahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih
banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden, berdasarkan analisis
terhadap setipa jawaban dari responden tersebut maka peneliti dapat mengajukan
berbagai pertanyaan yang terarah pada tujuan.[6]
3)
Dokumentasi
Studi dokumen merupakan pelangkap dari berbagai
metode-metode yang lain yang tujuannya hanya untuk menambah keaslian data yang
diperoleh dari lapangan. Dalam hal ini peneliti menggunakan foto sebagai
dokumentasinya.
Dalam
penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian
belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan
semuanya belum jelas. sehingga dalam penelitian kualitatif “the researcher
is the key instrument”. Jadi peneliti adalah merupakan instrumen kunci
dalam penelitian kualitatif
Lincon
and Guba (1986) sebagaimana yang dikutip oleh
Sugiono, Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D Hal 223) Menyatakan bahwa
:
“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human isntrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product”.[7]
“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human isntrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product”.[7]
Bersadarkan pernyataan di atas dapat
dipahami bahwa dalam penelitian kulitatif pada awalnya permaslahan masih belum
jelas dan pasti sehingga yang akan menjadi instrument penelitiannya adalah
peneliti itu sendiri. Akan tetapi setelah masalahnya yang akan dipejarai sudah
jelas maka kemungkinan akan dikembangkan
suatu instrument yang lain.
- Keabsahan Data
Untuk
mengetahui data-data yang sudah diperoleh dari penelitian ini, maka peneliti
berusaha mengecek ulang, apakah data-data sudah sesuai dan valid.
Langkah-langkah
yang ditempuh untuk mengukur keabsahan data tersebut adalah :
a) Ketekunan
Pengamatan
Pengamatan
disini adalah untuk menemukan ciri-ciri dalam situasi yang benar-benar relevan
dengan persoalan yang sedang dicari.
b) Analisis
Kasus Negatif
Dengan
maksud untuk mengecek keabsahan dari sesuatu yang diteliti dengan menganalisa
isu-isu yang kemungkinan tidak sesuai dengan informasi yang kurang enak
didengar sehingga data menunjukkan data kebenaran sebagaimana adanya.
- Teknik Analisis Data
Analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasi data kedalam katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun kedalam pola, memilih ,mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesim[ulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri
maupun orang lain.[8]
Dalam
menganalis data yang peneliti peroleh dari observasi, wawancara, dokumentasi dan
angket, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif dengan
persentase. Teknis analisis deskriptf penulis gunakan untuk menentukan,
menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif yang penulis
peroleh dari metode observasi, wawancara,
- Sistematika Pembahasan
[1]
http://mudjiarahardjo.com/artikel/215.html?task=view,
Tanggal 25 Desember 2012
[2]
Sugiono, Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung ,Alfabeta, 2011) cet. Ke-14 , h. 225
[3]
Ibid, cet Ke-14 h.145
[4]
Ibid, cet Ke-14 h.228
[7]
Sugiono,, op.cit, cet.
Ke-14, h.223
[8]
Sugiono, Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung Alfabeta, 2011) , hal 244
[1]
Suara Pembaharuan Memihak
Kebenaran, pendidikan karakter hanya teori,
[2] Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Bab II dasar, fungsi
dan tujuan. pasal 2. Yaitu pendidikan
nasional berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945. Pasal 3 yatiu
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kamampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdasarkan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
[3] Barnawi ,et al., Strategi Dan
Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter,( Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, ,2011),h.
17
[7] http://budhisantoso97.blogdetik.com/2008/12/25/tujuh-dosa-menurut-mahatma-gandhi/.
Tanggal 29 desember 2012
[8] Sururi, Manajemen peserta didik,( Jawa Barat
,Al pabeta,2009) ,h. 203