Latest Movie :
Recent Movies
BAB I
PROPOSAL PENELITIAN


  1. Judul Penelitian
Efektivitas Kantin Kejujuran Dalam Membentuk Karakter Siswa
(Studi Kasus Yayasan Taufiqurrahman Desa Longos  Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2012-2013)

  1. Latar Belakang
Dalam ranah pendidikan terdengar banyak isu yang muncul belakangan ini, baik itu akan segera dirubahnya kurikulum baru, sistem pendidikan yang masih perlu tanda tanya besar, Out put yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta semakin menurunnya karakter siswa.
Untuk yang hangat diperbincangkan saat ini berubahnya kurikulum yang akan segera dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2013 nanti, dari yang sebelumnya Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 Ini merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan bagi Pendidikan Indonesia hal itu karena berangkat dari kurikulum tersebut memang harus elastis atau dengan kata lain harus sesuai dengan perkembangan zaman.
Berubahnya kurikulum yang akan segera direalisasikan yaitu kurikulum 2013 tentu mengundang pro dan kontra di masyarakat lebih-lebih para praktisi pendidikan. Sehingga hingga kini masih menjadi perbincangan yang masih belum menemukan titik terang walaupun sudah diputuskan bahwa kurikulum tersebut mau tidak mau akan di uji coba tahun 2013 nanti. akan tetapi yang esensial dari perbicangan tersebut adalah tentang kurikulum baru yang dikaitkan dengan merosotnya moral siswa atau karakter siswa.
Ketika berbicara masalah karakter siswa tentu bukan merupakan hal yang baru akan tetapi hingga kini sepertinya munculnya kurikulum pendidikan karakter itu masih belum bisa menjawab realitas di lapangan yang ada hubungannya dengan karakter yang belakangan ini sudah sangat mengerikan, baik itu dari siswa yang bolos sekolah, tawuran, minum-minuman keras serta banyak ditemukannya adegan-adegan mesum yang pelakunya adalah anak yang masih bersetatus sebagai siswa.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA) Linda Amalia Sari Gumelar mengungkapkan keprihatinannya terhadap tawuran dan kekerasan antarsiswa yang menelan korban. Ia mengimbau agar kurikulum pendidikan karakter di sekolah jangan hanya berupa teori, melainkan praktek nyata.[1]
Untuk tawuran siswa yang menyita perhatian public adalah tawuran antarsiswa SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta, pada Senin 21 September 2012 di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan. Tawuran ini menyebabkan Alawi, siswa dari SMAN 6 meninggal dunia.  Tentu ini merupakan contoh sebagian saja dan masih banyak juga yang terjadi selain kejadian itu.
Beda lagi dengan isu-isu yang terjadi di lapanga dimana banyak siswa yang dikejar-kejar oleh satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) gara-gara bolos masuk sekolah. Dan masih banyak kejadian-kejadian yang hal tersebut menyita perhatian masyarakat serta menunjukkan bahwa pendidikan kita masih jauh dari harapan besar UU Sikdiknas No. 20/2003.[2]
Melihat realitas tersebut tentu yang harus kita lihat kembali adalah bagaimana pendidikan karakter yang telah muncul yaitu tepatnya  pada bulan Mei 2010. Mau tidak mau kita harus akui bahwa pendidikan karakter yang jika kita hitung secara matemtis sudah cukup lama itu tidak ada feed back nyata terhadap karakter siswa seperti yang memang didengungkan sejak 2010.
Seperti apa yang dikatakan oleh Herbert Spencer sebagaimana yang dikutip oleh (“Barnawi dalam bukunya yang berjudul Starategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter. Hal 17”) bahwa pendidikan adalah merupakan objek pendidikan karakter, dan  kita akui bahwa pendidikan karakter yang kita laksanakan memang tidak serta merta akan menampakkan bentuk/hasil, tetapi merupakan proses panjang[3].
Walaupun hal di atas dapat dibenarkan tetapi realitasnya pendidikan karakter itu sepertinya hanya berhinti di silabus dan rencana proses pembelajaran (RPP) saja tidak pada peraktek langsung di lapangan sehingga siswa hanya kaya akan kognitifnya saja dalam artian nilai-nilai karakter itu kurang diindahkan oleh para siswa. Hasilnya nihil dan tidak heran jika siswa masih banyak yang bolos, tawuran, minum-minuman keras serta makna kejujuran masih belum tertanam dalam diri siswa. Di samping itu juga kegagalan anak disekolah bukan karena faktor kecerdasan otak tetapi pada karakter, yaitu percaya diri, kemauan bekerja sama, kemauan bergaul, kejujuran.[4]
Padahal tidak sedikit para orang tua menyekolahkan anaknya yang tujuannya agar anaknya mempunyai ahklak atau karakter yang baik, akan tetapi dalam realitasnya sekolah masih ada yang kurang mengindahkan terhadap apa yang dimaui oleh para orang tua siswa.
Padahal sekolah adalah tempat yang sangat strategis bahkan yang utama setelah keluarga untuk membentuk akhlak/karakter siswa.Bahkan seharusnya setiap sekolah menjadikan kualitas akhlak/karakter sebagai salah satu Quality Assurance yang harus dimiliki oleh setiap lulusan sekolahnya.
Dalam hal ini peran sekolah jika kita lihat dari kacamata agama islam yaitu
“Fithratallahil latii fatharan naasa ‘alaiha.Laa tabdiila likhalqillah.”
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدَّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُوْنَ
“…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah…” (Q.S. Ar-Rum: 30)[5]
“Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (H.R. Bukhari)
Di samping hal di atas para peneliti, dan tokoh pendidikan dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter ini:
John Stuatr Mill dalam buku yang ditulis oleh (Barnawi  Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, 2011), h. 17 menyatakan bahwa pembangunan karakter sebagai solusi untuk masalah sosial dan merupakan pendidikan edial.
Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan:
“To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”
“Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.”[6]
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu 1. Kekayaan tanpa kerja,2. Kenkamatan tanpa suara,3. Bisnis tanpa moralitas (etika),4. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, 5. Agama tanpa pengorbanan, 6. Politik tanpa prinsip, dan yang ke-7 education without character” (pendidikan tanpa karakter)[7]
            Dari beberapa pendapat di atas sangat jelas sekali bahwa pendidikan karakter itu sangat penting dan tentunya untuk merealisasikan itu jangan hanya di proses KBMnya saja akan tetapi mencoba terobosan-terobosan baru seperti yang dilakukan oleh lembaga Taufiqurrahman dimana di lembaga ini dibuatnya kantin kejujuran. Kantin merupakan suatu wadah baru yang tidak banyak lembaga lain melakukan ini yaitu kantin yang memang diserahkan langsung kepada siswa dalam pengelolaannya. Lembaga di sini hanya menyediakan bahan saja sedangkan dalam proses pengelolaannya langsung siswa semua dari transaksinya hingga penyetoran uang dari hasil jualan.
            Dan apa yang dilakukan oleh lembaga ini sangat tepat melihat nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab serta nilai-nilai lainya sudah mulai mengurang, dan disamping itu hal ini juga merupakan layanan khusus yang menunjang manajemen peserta didik yang memang harus lembaga berikan kepada siswanya, agar makanan yang akan dikonsumsi bisa terjamin kebersihannya serta bergizi[8]
Dari uraian di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian di Yayasan Taufiqurrahman yang bertempat di Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep yang untuk saat ini telah memberikan layanan kepada siswa yang berbentuk kantin kejujuran. Dan harapan peneliti adalah dari hasil penelititna ini akan menjadi bahan pijakan dalam pengambilan keputusan oleh lembaga serta mampu didalam memjawab tantangan pendidikan yan sekarang telah mengalami kemunduran diberbagai ranah, sebagai contoh kecil semakin berkurannya nilai-nilai karkater sisawa. Oleh karena itu saya mengangkat sebuah tema “EFEKTIVITAS KANTIN KEJUJURAN DALAM MEMBENTUK KARAKTER SISWA”.


      C.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka penulis dapat membuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1)      Apakah efektif realisasi kantin kejujuran dalam membentuk karakter siswa?
2)      Bagaimana pengelolaan kantin kejujuran dalam membentuk karakter siswa di yayasan Taufiqurrahman?

      D.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak penulis inginkan adalah:
1.      Untuk mengetahui tentang bagaimana efektifitas kantin kejujuran dalam membentuk karakter siswa.
2.      Untuk mengetahui model-model yang dipakai oleh Yayasan Taufiqurrahman dalam pengelolaan kantin kejujuran.


  1. Manfaat Penelitian
a)      Secara Teoritis
Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi semua pihak, khususnya pada pihak-pihak yang berkompeten dengan permasalahan yang diangkat serta dapat memperkaya khazanah dan wawasan keilmuan.
b)        Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna bagi :
  1. Lembaga sekolah. Dapat memberi kontribusi sebagai bahan pengembangan Manajemen Pendidikan (MP) serta dapat dijadikan sarana terhadap peningkatan manejemen dan layana peserta didik.
  2. Pendidik (guru). Sebagai rujukan bagi guru dalam mengembangkan karakter siswa sehingga dapat membentuk pribadi yang mempunyai nilai-nilai karakter sesuai dengan harapan besar dari dibentuknya kurikulum pendidikan karakter.
  3. Peneiliti. Sebagai bahan pengembangan dalam penulisan karya tulis ilmiah dan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang Manajemen Pendidikan (MP).

    BAB IV
    METODE PENELITIAN 
    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam setiap penelitian. Karena dalam metode diharapkan berbuat cermat dan teratur dalam usaha penemuan dan pengembangan kebenaran sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Pengertian metodologi adalah berasal dari bahasa yunani “metodos” yang berarti jalan atau cara. Sehubungan dengan itu maka suatu yang harus mendapat perhatian penting adalah research. Research adalah sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan mengisi ilmu pengetahuan.
Jenis penelitian pada penelitian tersebut adalah deskriptif kualitative, sebab peneliti mengidentifikasi dan menggambarkan hasil penelitian dengan kata-kata bukan menggunakan angka.
Penelitian ini disebut penelitian Studi Kasus (Case Studies), yakni  Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori.
Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan arsif. Studi kasus bisa dipakai untuk meneliti sekolah di tengah-tengah kota di mana para siswanya mencapai prestasi akademik luar biasa[1]. Dalam konteks ini adalah efektifitas kantin kejujuran dalam membentuk karakter siswa. Yayasan Taufiqurrahman Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep
  1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini sebuah lembaga yang  ada dibawah naungan KEMENAG yaitu lembaga swasta, dengan nama lembaga yang akan saya teliti adalah Yayasan Taufiqurrahman. tempatnya di Dusun Telenteyan RT 001 RW 007 Desa Longos Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep.
Lembaga ini merupakan satu-satunya lembaga formal yang ada didesa Longos yang jika dihitung matematis umurnya merupakan lembaga tertua se-longos. Dari itulah menarik perhatian saya untuk meneliti di lembaga ini yang sedang mencoba terobosan baru yaitu membentuk  kantin kejujuran sebagai upaya menanamkan karakter pada siswanya.
Untuk waktu penelitian ini saya mulai pada Bulan Desember 2012 hingga nanti pada Bulan Pebruari 2013. Sehingga terhitung selama tiga bulan proses penelitian.
Yang menjadi alasan dasar waktu proses penelitian ini selama tiga bulan adalah karena dibulan Januari saya masih harus mengikuti program wajib yaitu PPL II, sehingga meresa kurang jika hannya dicukupkan dua bulan saja, karena penelitian ini menggunakan pendekatan kulitatif yang mana peneliti harus terjun langsung dilapangan, tidak seperti pendekatan penelitian yang laianya.
  1. Subjek Dan Objek Penelitian
Dalam bukunya Suharsimi Arikunto (Manajemen Penelitian) Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jika kita bicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti. Untuk subjek dari penelitian ini adalah semua Guru Yayasan Taufiqurrahman dan semua Siswa Yayasan mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI/SD) hingga tingkat Madrasah Aliyah (MA/SMA)
Sedangkan Objek Penelitian adalah sesuatu yang  akan diteliti oleh penelitian, dalam hal ini objeknya adalah kantin sekolah. Yang sampai sekarang telah berjalan selama satu tahun.
  1. Teknik Dan Intrumen Pengumpulan Data
Teknik ini sangat penting dalam suatu penelitian, karena baik buruknya hasil suatu penelitian sebagian bergantung pada teknik pengumpulan datanya. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamami), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interriview) dan dokumentasi.
Seperti apa yang dikatakanoleh Catherine Marshal, Grettch B, Rossman sebagaimana yang dikutip oleh  Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D Hal 225) menyatakan bahwa “the fundamental methods relied on by qualitive researchers for gathering information are, participation in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document review”[2]
 Maka peneliti menggunakan beberapa teknik dengan harapan dan mencakup seluruh data yang di perlukan agar penelitian menjadi lebih akurat.
1)      Observasi. Teknik ini diartikan sebagai metode pengamatan secara teliti tentang obyek penyusunan, berupa pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki secara langsung. Teknik pengumpulan data dengan observasi diguanakan bila, peneliti berkenan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar[3].
Observasi jika dilihat dari proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi tersebut ada tiga diantaranya pertama observasi berperan serta dalam artian peneliti terlibat langsung disetiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sumber data setiap hari. Dalam hal ini peneliti sambil melakukan pengamatan, sehingga sebagai konsekuensinya logisnya peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, serta ikut merasakan suka dukanya. Kedua observasi observasi terus terang atau tersamar, dalam penelitian ini peneliti secara terus terang memberi tahu kepada sumber data bahwa peneliti sedang mengadakan penelitian. Akan tetapi dalam waktu tertentu peneliti tidak harus memberitahukan bahwa dirinya sebagai peneliti  karena menghendari kalau ada suatu data yang memang masih dirhasiakan.
Data yang diperoleh secara observasi tersebut dilakukan oleh peneliti di bilik-bilik kantin, sekolah dan di halaman sekolah dengan memperhatikan keadaan siswa selama menjalankan proses transaksi dikantin berlangsung tanpa membuat siswa menyadari bahwa saat itu telah terjadi pengamatan tentang kejujuran siswa dalam membeli makanan serta proses penanaman nilai-nilai karakter pada siswa.
Ketiga observasi tak berstruktur yaitu observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati.[4]
2)      Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti inigin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.[5]
Esterberg (2002) sebagaimana yang dikutip oleh  Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D Hal 233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak struktur.
1.      Wawancara terstruktur (structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tetang informasi apa yang akan diperoleh. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.
2.      Wawancara semiterstruktur (semistructure interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori  in-dept intervie, diaman dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
3.      Wawancara tak berstruktur (unstruktur interview)
Wawancara tidak tersruktur adalah wawancara yang bebas diaman peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yagn telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpul datanya.
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengatahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden, berdasarkan analisis terhadap setipa jawaban dari responden tersebut maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan yang terarah pada tujuan.[6]
3)      Dokumentasi
Studi dokumen merupakan pelangkap dari berbagai metode-metode yang lain yang tujuannya hanya untuk menambah keaslian data yang diperoleh dari lapangan. Dalam hal ini peneliti menggunakan foto sebagai dokumentasinya.
Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. sehingga dalam penelitian kualitatif “the researcher is the key instrument”. Jadi peneliti adalah merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif
Lincon and Guba (1986) sebagaimana yang dikutip oleh  Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D Hal 223) Menyatakan bahwa :
“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human isntrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product”.[7]

Bersadarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa dalam penelitian kulitatif pada awalnya permaslahan masih belum jelas dan pasti sehingga yang akan menjadi instrument penelitiannya adalah peneliti itu sendiri. Akan tetapi setelah masalahnya yang akan dipejarai sudah jelas maka kemungkinan akan  dikembangkan suatu instrument yang lain.

  1. Keabsahan Data
Untuk mengetahui data-data yang sudah diperoleh dari penelitian ini, maka peneliti berusaha mengecek ulang, apakah data-data sudah sesuai dan valid.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengukur keabsahan data tersebut adalah :
a)      Ketekunan Pengamatan
Pengamatan disini adalah untuk menemukan ciri-ciri dalam situasi yang benar-benar relevan dengan persoalan yang sedang dicari.
b)      Analisis Kasus Negatif
Dengan maksud untuk mengecek keabsahan dari sesuatu yang diteliti dengan menganalisa isu-isu yang kemungkinan tidak sesuai dengan informasi yang kurang enak didengar sehingga data menunjukkan data kebenaran sebagaimana adanya.

  1. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasi data kedalam katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih ,mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesim[ulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[8]
Dalam menganalis data yang peneliti peroleh dari observasi, wawancara, dokumentasi dan angket, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif dengan persentase. Teknis analisis deskriptf penulis gunakan untuk menentukan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif yang penulis peroleh dari metode observasi, wawancara,

  1. Sistematika Pembahasan







[2] Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung ,Alfabeta,  2011) cet. Ke-14 , h. 225
[3] Ibid, cet Ke-14 h.145
[4] Ibid, cet Ke-14 h.228
[5] Ibid, cet Ke-14  h.231
[6] Ibid, cet Ke-14  h.234
[7] Sugiono,, op.cit, cet. Ke-14, h.223
[8] Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung Alfabeta,  2011) , hal 244






[1] Suara Pembaharuan Memihak Kebenaran, pendidikan karakter hanya teori, Senin, 1 Oktober 2012
[2] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Bab II dasar, fungsi dan tujuan.  pasal 2. Yaitu pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar Negara republic  Indonesia tahun 1945. Pasal 3 yatiu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kamampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasarkan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
[3] Barnawi ,et al., Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter,( Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, ,2011),h. 17
[4] www.mendikdasmen.kemdiknas.go.id, Tanggal 19 Desember 2012
[5] Depertemen Agama Republik Indonesia Al Quran  dan Terjemah,  (Surabaya, Mahkota, 1989), hal 645

[8] Sururi, Manajemen peserta didik,( Jawa Barat ,Al pabeta,2009) ,h. 203
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Fawaid Zaini Aisyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger