Latest Movie :
Recent Movies

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENEKAN MUNCULNYA TAWURAN ANTAR SISWA*

Dunia pendidikan saat ini telah mengalami sakit kronis dan tekanan oleh berbagai fenomena yang terjadi baik itu berkaitan dengan sistem pendidikan yang selalu dianggap tidak sesuai dengan kemampuan tenaga pendidik dalam proses pembelajaran sampai pada tragedi yang sangat gempar yaitu tawuran antar siswa SMA 06 VS SMA 70 jakarta yang terjadi beberapa hari yang lalu.
Penyakit krones yang terjadi pada ranah pendidikan ini sungguh sangat tidak sesuai dengan pengertian,fungsi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan seperti yang ada dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dalam BAB I pasal I ayat I pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajra dan proses pembelajran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangasa dan negara.
Dan dalam BAB II pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi  mengembangkan kemampuan dan membentuk watakserta peradaan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaska kehidupan bangsa, bertjuan untuk berkembangnya pesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepad Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, seat , berilmu, cakp, kreatif, mandiri, danmenjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Melihat pada pengertian, fungsi dan tujuan pendidikan diatas sungguh ranah pendidikan menemapati tempat  yang sangat strategis didalam memberikan kontribusi pada agama, bangsa dan negara. Akan tetapi hal itu malah terbalik yang terjadi diranah pendidikan inilah sering muncul  problem yang hal tersebut tidak mencerminan esensi dari pendidikan itu sendiri.
Edialnya pendidikan itu banyak memunculkan prestasi-prestasi anak didik serta terjadinya peningkatan mutu dari berbagai aspek sehingga kebelakang pendidikan tambah menghasilkan sebuah produk yang baik sesuai dengan harapan kita bersama. Malah bukan peningkatan yang didapat justru merosot dan lemahnya  pendidikan yang terjadi saat ini. Baik itu keluhan para guru terhadap realisasi pendidikan karakter yang sulit dalam pembelajaran, jual beli ijazah, kenakalan remaja (yang masih bersestatus pelajar) diantara minum-minuman keras, sek bebas yang dilakukan sesama siswa dan tawuran antar pelajar yang hal itu bukan hak yang baru terjadi dikalangan siswa.
Kejadian tersebut merupaka pukulan keras bagi pendidikan kita. Terlepas dari problem diatas penulis mencoba mengulas tentang tawuran sebagai refleksi sistem pendidikan. Ketika berbicara masalah tawuran antar siswa tentu bukan hal baru bahkan sampai dijadikan kegiatan ektrakuler sekolah yang dibuat oleh siswa sendiri.
Konflik yang berujung pada kekerasan dan jatuhnya korban sering terjadi baik sekolah di kota-kota besar sampai pada sekolah di desa dan juga tidak peduli sekolah negri atau swasta, semua itu pernah mengalaminya, baik itu masalah sentimen, rebutan pacar atau dalam studi club antar sekolah yang berujung pada tawuran dan hal tersebut terwaskan kepada junior-juniornya, sehingga ada persepsi negatif terhadap sekolah tertentu yang melekat pada diri siswa.
Sekolah dalam hal ini seperti hutan rimba, yaitu siapa yang kuat dia jadi pemenangnya dan yang tak punyak kekuatan melawan menjadi pihak yang kalah. Denga kajadian itu seharusnya sekolah sebagai lembaga  yang bertanggung jawab sedisamping juga keluarga seharusnya mengambil langkah priventif dalam menyelesaikan masalah tawuran antar siswa. Kerena jika tidak maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi tawuran yang lebih besar lagi kebelakang ini.
Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Winarini Wilman, dalam diskusi bersama Litbang Kompas, bulan lalu, mengatakan, fenomena tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi selama puluhan tahun. Dari kacamata psikologis, ujar Winarini, tawuran merupakan perilaku kelompok. Ada sejarah, tradisi, dan cap yang lama melekat pada satu sekolah yang lalu terindoktrinasi dari siswa senior kepada yuniornya. Tawuran lebih sering terjadi di jalanan, jauh dari sekolah. Tawuran juga sering kali terjadi di titik yang sama dan waktu
Diakui atau tidak  pendekatan individu yang sering direalisasikan sudah tidak ada feed back positif terhadap terjadinya tawuran, pasalnya anak-anak yang kelihatan baik di dalam keluarga belum tentu menjamin tidak berpartisipasinya dalam tawuran. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Prof. Tubagus  Roni Niti Baskara menurutnya  pendekatan individu yang selama ini diterapkan untuk menagani tawuran antar pelajar harus dirubah menjadi pendekatan kelompok(Zubaedi 2012).
Pendekatana tersebuat sesuai juga dengan para sosiolog sebut saja Sutheland dalam teorinya, asosiasi diferensiasi serta McKy dalam teorinya, deliqency Area, bahwa tawuran antar pelajar  itu jika hal tersebut  telah dianggap hal yang wajar, bahkan dihargai oleh lingkungan sosial dimana tempat mereka berdomisili dan ditempat kejadian.
Oleh karena itu peran sekolah, keluarga disini saat menjanjikan. Disampaing juga lingkungan diamana temapt mereka tinggal.  Untuk lembaga sekolah agar mencipatakan suasana kondisip serta menghindari jam-jam kosong karena terkadang di jam yang kosong inilah rentan akan konflik dimana pelajar yang satu dengan lainya terjadi interaksi yang terkadang memunculkan sentimen atau bergurau yang berujung pada memanasnya suasa dan yang paling penting sekolah benar-benar mengindahkan sistem pendidikan yaitu pendidikan karakter. Jangan hanya silabus dan RPPnya saja yang berkarakter tapi realisasinya pada proses pembelajaran tidak ada dan masih menggunakan pola-pola tradisional sehingga siswa tetap menjadi objek bukan subjek pembelajaran. Jika seperti itu maka nilai-nilai  karakter itu tidak akan pernah melekat pada diri pelajar dan juga jangan berharap siswa itu tidak amoral.
Keluarga sebagai pertama pendidikan didapat oleh pelajar tentu harus responsif terhadap perubahan zaman, dalam artian mampu menciptakan suasana keluarga yang harmonis dan aman. Sehingga anak merasa nyaman tinggal di rumah serta tercipta hubungan yang sehat antar kelurga. Dan hal yang harus dihindari jangan sampai orang tua memberikan stimulus kekerasan seperti konflik keluarga didekat anak dan lain-lain serta orang tua jangan terlalu mengekang anak untuk berekpresi karena dengan model seperti ini anak akan mencari tempat pelarian diluar tanpa melihat baik atau tidak yang penting bisa tersalurkan apa yang menjadi impiannya. Sesuai dengan penadapatnya  Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997)

* Artikel ini sebagai hadiah ulang tahun saya yang ke-22 tahun Tanggal 10-102012

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Fawaid Zaini Aisyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger